26

2K 244 20
                                    

Tidak ada yang berubah setelah merasa dikecewakan oleh perkataan Ari, semua masih tetap sama mungkin. Susi tidak tahu kenapa dia merasa kalau hubungan setelah menikah tidak lagi menyenangkan seperti dulu, saat mereka belum terikat apapun seperti ada batasan yang menjauhkan kedua nya agar tidak saling memahami satu sama lain. Ari dengan sikap yang menerima kehadiran Kartini dengan mudah menjadi duri dalam daging bagi Susi. Semua hal yang mereka jalani saat ini seolah tak ada arti nya, dia belum menemukan titik terang atas perasaannya sendiri. Cinta? Dia bahkan belum dikenalkan lagi oleh Ari tentang cinta sesungguhnya, mereka selalu berada di kondisi yang buruk saat mencoba untuk saling terbuka. Mungkin itu adalah Susi yang tidak memahami bagaimana cara nya menjadi istri baik penuh pengertian, berbeda saat melihat bagaimana ibu nya di rumah yang hampir tidak pernah berdebat dengan bapak seumur hidupnya. Kedua orang tuanya tidak pernah menunjukkan pertengkaran mereka di depan anak-anak oleh sebab itu Susi sangat ingin memiliki rumah tangga yang aman dan damai seperti orang tuanya.
Tapi di lain keadaan, dia sudah menancap keraguan pada Ari karena sejak Kartini masuk kedalam kehidupan mereka Susi merasa tersingkirkan, sedangkan Ari pria itu tidak tahu cara nya menghadapi kecemburuan istrinya sendiri.

Keadaan diluar sini memang terlihat baik-baik saja, tapi bagian terdalam di diri Susi sebagian sudah mendekati remuk karena cemburu. Mencoba baik-baik saja saat hati bersedih itu ternyata tidak enak, dan Susi tidak suka merasakan sesak yang melanda tiba-tiba ini.

Ari menatap wajah istrinya yang sejak tadi hanya merenung, kelihatan raut sedih namun berusaha di tutupi dengan terus menghela nafas yang panjang. Semakin membuat pria itu tak mengerti sebenarnya apa yang membuat wanita itu bersedih, bahkan dulu Susi tak pernah bertingkah seperti sekarang. Ari tidak tahu, mungkin dia benar-benar lupa kalau status pernikahan lah yang mengubah semuanya.
Pria itu bangkit dari duduk mendekati Susi yang tidak bersuara sama sekali.

"Mikirin apa?" Tangannya mengelus kepala Susi, mencoba untuk menyelami kesedihan perempuan itu dengan menatap kedua matanya.

"Aku gak suka sama Kartini, bisa gak kamu pecat dia?" Susi sudah memikirkan segala hal yang berkaitan dengan wanita itu dengan baik, mungkin dengan tidak lagi melihat wajahnya yang datar Susi tak akan merasa kesal.

"Kita udah pernah ngomongin soal ini, kasih aku alasan yang pantas untuk memecat dia?"
Masih dengan posisi yang sama mengelus kepala Susi, kini lelaki itu berjongkok di sebelah kursi.

"Aku gak suka ada yang menggantikan semua pekerjaan ku, kenapa harus di gantikan kalau aku sendiri bisa. Aku disini gak ngerjain apa-apa, aku mau kayak dulu. Duduk diam disini nunggu perintah kamu, sama sekali gak menyenangkan. Pecat dia". Kali ini wajah Susi menampilkan raut memohon, bahkan kedua matanya memerah menahan tangis. Katakan lah dia tidak professional karena memanfaatkan posisi Ari sebagai bos, memecat karyawan tanpa kesalahan apapun memang akan meninggalkan cap buruk kalau sampai orang tersebut tidak terima, mencampurkan perasaan pribadi dalam pekerjaan juga tidak masuk dalam peraturan mana pun.

"Susi Aryanti binti Sulaiman, kesayangan nya mak Lastri, menantu tercinta Regina, idola nya Arifin Winda dan Rani, malaikat bagi tukang ojek pengkolan dan supir taksi online, istri tercinta satu-satu nya Ari Setiawan, tolong ya sayang jangan sekali-kali mencampur adukkan urusan pribadi dalam pekerjaan. Itu nama nya gak professional, sekarang coba kamu lihat lagi apa pernah aku ngobrol sama Kartini membahas hal di luar pekerjaan? Kan aku setiap hari di ruangan ini sama kamu, kamu sensitif sekali selama kita nikah. Cemburu kamu buat aku pengen gigit".
Jadi gini rasanya di panggil sayang kalo lagi marah, langsung lumer kayak cheese cake. Endulita! Susi merapatkan bibirnya menahan senyum yang entah kenapa sangat sulit ditahan, dia tidak mendengarkan apapun kecuali terfokus pada bagian tercinta dan sayang. Semudah itu kan meluluhkan hati perempuan? Tentu saja, semarah-marahnya seorang hawa tentu tidak akan membawa petaka melainkan hanya nestapa tapi bukan berarti jiwa mereka tidak bisa di tenangkan. Sungguh meluluhkan hati para wanita adalah keahlian lelaki, meski mereka juga pandai mematahkan hati.

"Terus?"
Ari menatap wajah Susi bingung.

"Terus apa?" Tanya Ari balik.

Perempuan itu memutar kedua matanya, ingin Ari mengulangi panggilan sayang. Hati nya menjadi lebih tenang dengan panggilan itu. Wanita adalah makhluk yang tidak bisa di teliti oleh ilmuwan mana pun, perubahan suasana hati bisa saja berdampak hujan api. 

"Panggil sayang lagi, buruan".
Ari tampak berpikir melihat perubahan drastis Susi yang sudah tersenyum, membuat hati nya sendiri pun ikut senang.

"Sayang"

"Lagi"

"Sayang"

"Enak nya di panggil sayang, lagi lagi"

"Sayang"

"Sekali lagi, boleh?"

Ari beralih mengusap pipi Susi kemudian memberikan senyuman tulus penuh cinta, mencubit pipi lalu hidung.

"Sayang, sayang, sayang. Lagi?"

Susi tertawa karena suasana hatinya benar-benar membaik lebih cepat. Ari mencium sekilas kening dan bibir istrinya lalu berdiri kembali.

"Ayo pulang, udah hampir jam lima". Ajak Ari, ia mematikan komputer miliknya menutup laptop memakai jas yang tidak pernah ia kenakan selama di kantor, hanya untuk berjaga-jaga jika ada pertemuan penting. Susi pun melakukan hal yang sama, memakai kembali blazer lalu mengiringi Ari berjalan bersama.

"Nanti malam kita ke rumah mama, mau?"

"Boleh, mama kamu kalo masak rendang enak banget. Dari dulu gak pernah berubah rasa nya, sama kayak restoran padang yang Arifin biasa beli".

"Masa sih? Mama yang suka makan rendang jadi dia masak setiap dua hari sekali, papa lebih suka gulai ikan kakap cuma mama gak ngasih izin makan tiap hari"

"Holang kaya mah bebas, laok makan bae gerot nian tiap hari. Apolah dayo adek ni kak yang cuma makan iwak betok"
"Hah? Jangan pakek bahasa planet lain kalo ngomong sama suami ya, aku jadi curiga kamu kalo marah sering ngomong aneh-aneh. Makan taun itu makanan favorit kamu?"
Susi tergelak mendengar pertanyaan Ari, oke untuk yang satu ini memang dia tidak berencana memberi tahu Ari arti sebenarnya walau pun dia sendiri juga tidak tahu makna apa yang tepat untuk menggambarkan apa itu makan taun.

"Iya itu makanan favorit aku, nanti kapan-kapan kita makan taun bareng ya"

Bersyukurlah Susi karena sepandai-pandainya Ari, dia masih bisa menganggukkan kepala saat Susi berkata seperti itu. Andai saja dia tahu bahwa taun bukanlah sesuatu yang bisa di makan. Suami istri sama-sama kampret!

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang