24

1.9K 231 5
                                    

Canggung

Itu kata yang tepat untuk menggambarkan suasana sekarang. Tidak ada dari mereka yang berani bersuara atau pun membuka mulut hanya untuk memulai pembicaraan, baik ketiga orang di hadapan Susi serta ia sendiri. Mulut mereka terkunci rapat untuk memulai percakapan, mengingat bagaimana berbeda nya sosok yang kemarin itu.

Hanya Arifin, ya percaya atau tidak hanya lelaki bontet itu yang sejak tadi gatal untuk bicara namun selalu di cubit oleh Winda. Susi menghela nafas untuk sekian kali, antara merasa bersalah tapi gengsi untuk mengakui kalau diri nya sekarang seperti orang bodoh yang begitu cemburu pada Kartini. Melihat tidak ada yang berniat untuk mengajak nya bicara, Susi memutuskan untuk kembali ke ruangan Ari. Meninggalkan ketiga sahabatnya dengan raut kebingungan, pertama kali dalam sejarah mereka saling mengenal dan bersama Susi bersikap seperti ini. Di antara mereka, hanya Arifin yang menganggap kecemburuan Susi itu hal yang wajar karena Susi tidak pernah jatuh cinta apalagi berhubungan dengan lelaki lain selain Ari. Dia tahu benar bagaimana sosok Susi yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada sibuk berkenalan dengan lelaki di luar sana. Meski pun Winda sering kali mengajak Susi keluar bersama tetap tak mampu membuat wanita itu berpaling dari kesetiaan nya pada Ari, sepolos itu seorang Susi sampai ia sendiri tak menyadari kalau sudah sejak lama terjebak dalam lingkarang tak kasat mata yang mengikat nya bersama Ari.
Arifin hanya memandang kepergian Susi tanpa berniat mencegah, lagi pula cubitan yang di berikan oleh Winda benar-benar membuat kulit nya terasa perih.

"Gue heran tangan lo jago banget cubit ya Win, nanti kalo kita kawin awas aja tuh tangan gak bisa main bener. Gue talak lo!" Ceplos Arifin asal tapi berhasil membuat wajah Winda memerah, Rani yang tak mampu menahan rasa geli nya untuk tertawa.

"Bangke lo ya Fin! Najis gue kawin sama lo."

"Alah najis-najis gini lo nyaman kan dekat sama gue. Munafik lo!"

"Udah, kok pada ribut sih?"

"Diem lo lemot! Noh di cari babang Rega."

Rani menutup rapat mulut nya mendengar ke kompakan dua manusia di depan nya ini, tapi tak bisa di pungkiri jika ia melihat rasa ke tertarikan dalam kedua mata sahabat nya itu.

"Basi candaan lo bedua! Dah lah, gue mo balik kerja. Hati-hati ya beb, Arifin suka doggy style nanti kalo gak kuat bediri, lo minta WOT aja yah."

Arifin melempar sedotan ke arah Rani, meleset. Winda? Jangan di tanya seperti apa merah nya wajah gadis itu. Jadi gini rasa nya di godain sama temen sendiri, kasian mbak Sus. Selalu ter-nistakan oleh mereka.

💮💮💮

Semua nya kembali normal, kehidupan mereka masih berjalan seperti biasa tapi ada sedikit perubahan dalam diri Susi karena insiden kemarin. Dia sedikit canggung ketika berhadapan dengan pegawai yang lain nya, sedangkan Kartini, wanita itu lebih memilih diam seolah tak terjadi apa-apa. Membuat rasa bersalah kembali muncul, meminta maaf sungguh bukan hal yang mudah tapi sedikit sulit jika bersangkutan dengan ego yang merasa di lukai.

Susi juga manusia, memiliki cara berpikir nya sendiri. Dua kali dia marah karena kedekatan Ari bersama Kartini, tidak menemukan titik terang agar ia bisa mempercayai bahwa memang tidak ada apa-apa di balik hubungan antar boss dan sekretaris.
Ketakutan itu terus bermunculan, menjadikan Susi seperti anak remaja yang baru mengenal cinta.
Dia belum pernah sekesal ini saat melihat orang yang dia cintai berdekatan dengan orang lain, karena memang Ari adalah yang pertama.

Ia berjalan melewati bilik wanita itu, namun kosong menimbulkan lagi satu pertanyaan, kemana dia?
Hendak menanyakan kemana pergi nya Kartini namun di urungkan karena getaran di ponsel. Melihat nama Ari yang terpampang, wanita itu segera menggeser ikon panggilan.

"Aku tunggu kamu di bawah, kita makan di luar ya." Tanpa basa-basi, ciri khas Ari sekali.

"Oke."

Meski pun hubungan mereka sudah kembali membaik, tapi bukan berarti tidak meninggalkan perubahan dalam interaksi kedua nya.
Ari tetap mencoba bersikap seperti biasa, hanya saja Susi sudah terlalu tinggi membangun dinding tak kasat mata itu hingga membuat mereka seperti sepasang kawan lama yang sedang bertengkar. Bukan pasangan suami istri yang seharus nya membangun kembali chemistry agar tidak terjadi lagi kesalah pahaman.

Susi bergegas menyusul Ari yang sudah menunggu nya di parkiran, pria itu menyandarkan tubuh ke mobil sambil melihat ke arah Susi.

Penampilan wanita itu tidak pernah berubah, selalu tampil natural tanpa polesan make up tebal. Rambut yang mulai panjang tertiup angin membuat nya semakin mempesona, jatuh cinta pada pasangan halal mu sendiri adalah suatu berkah dan rejeki. Wanita ini lah yang akan menemani Ari sampai hari tua nanti, guru pertama bagi anak-anak nya kelak dan pasangan hidup semati yang tak akan terpisahkan meski mau sekali pun.

Susi tersenyum malu menyadari tatapan suami nya yang di anggap terlalu fokus, rona merah yang menghias wajah perempuan itu menjadi saksi atas sikap Ari yang diam-diam menaruh kekaguman luar biasa pada nya.

"Cantik, selalu cantik!" Ucap Ari di iringi tawa yang membuat Susi semakin tersipu.

"Aku tahu kamu ingin mendengar kalimat itu, tertulis jelas di kening mu." Jawab nya lagi.

"Jangan ngadi-ngadi ya say. Emang dasar aku udah cantik, mau gimana lagi."

Kedua nya tertawa, Ari menggeser badan kemudian membuka pintu mobil memberikan Susi celah untuk masuk.
Lalu di susul diri nya sendiri yang duduk di belakany kemudi.

"Makan dimana enak nya?"

"Aku ngikut kamu aja."

"Ke kafe yang waktu itu, mau gak?"

Ari mengingat sebentar kafe mana yang di maksudkan oleh Susi, setelah nya kepala pria itu mengangguk.

Mereka tidak lagi saling bicara, bukan karena tidak ingin tapi selalu seperti ini setelah pernikahan. Seolah kehabisan kata-kata untuk memulai sebuah percakapan, padahal dulu mereka selalu berdebat untuk hal yang tidak penting. Waktu dapat mengubah semua nya.

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang