02

9.3K 593 64
                                    

Ketiga orang itu tertawa cekikikan mendengar keluh kesah Susi yang bermuram durja karena ulah sahabatnya lah dia menjadi sangat asing berada didekat Ari.

"Maafin kita ya mbak, gak bermaksud kok bikin mbak jadi menunda unboxing. Tadi nya buat seru-seruan aja eh malah jadi gini." Rani mendekati Susi yang menelungkupkan wajahnya dimeja, rambut gadis itu menguarkan wangi segar shampoo membuatnya jadi berpikir kenapa pak boss tidak tergoda sama sekali padahal dia sebagai perempuan pun masih bisa merasakan desiran itu ketika berdekatan dengan Susi. Bukan dia memiliki ketertarikan melainkan ya, kalian tahu lah ya kalau laki-laki itu mudah sekali tersentuh dengan wangi-wangi yang menguar dari tubuh pasangan halal mereka.

Susi mengeluh sekali lagi, bukannya dia ingin menciptakan jarak diantara mereka tapi mau bagaimana lagi. Ternyata benar, menikah itu tidak seperti bayangannya selama ini yang bisa membangun chemistry dengan mudah. Bersentuhan dan berbagi ranjang, setiap malam ia tidur penuh kegelisahan takut-takut jika nanti tak sengaja menendang bokong Ari. Secara Susi itu pecicilan mau dalam keadaan tidur ataupun bangun seperti sekarang.

"Gue jadi ngerasa bersalah dah sama mbak Sus, tapi ngomong-ngomong tissue magic kado dari kita belom dipakek dong! Kadaluarsa gak ya?"

Pletak!

Winda menatap penuh peringatan wajah Arifin, membuat pemuda itu mengusap keningnya dan berniat membalas namun mengurungkan niat karena seseorang tiba-tiba muncul dari pintu.

"Kalian kenapa masih ngumpul disini? Bukannya jam makan udah habis?" Suara bariton itu membuat Susi semakin ingin menenggelamkan diri, wajahnya sekarang pasti kusut dan Ari tidak akan diam saja untuk tak bertanya.

Rani yang lebih dulu paham teguran tersebut mengundurkan diri pamit kembali keruangan disusul Winda dan Arifin, meninggalkan kedua orang suami istri tersebut didapur kantor ini.

Ari melirik sekelilingnya, mencari jika ada sesuatu yang sejak tadi mengganggu pikirannya.

Pria itu mendekat dan mengelus rambut istrinya pelan, menunggu reaksi Susi.

"Kenapa gak makan?" Tanya nya penuh perhatian, membuat Susi semakin dipenuhi rasa bersalah. Ia masih belum ingin mengangkat wajah, malu jika Ari melihat air mata yang entah sejak kapan mulai membasahi pipinya. Dia menjadi lebih sensitif setelah merasa berdosa karena belum membiarkan Ari belah duren, errhh ?

Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya masih tak ingin menampakkan wajah. Membuat Ari ikut duduk disebelahnya, dia tidak mengerti kenapa Susi berubah menjadi wanita kalem yang mungkin akan disukai pria diluar sana. Kenyataannya dia sangat merindukan celotehan Susi yang kadang kala menyebalkan namun membahagiakan diwaktu yang sama.

"Mau pulang?"

Tak mendapat respon sama sekali, Ari mencium kepala Susi yang terhalang oleh tebalnya rambut wanita itu penuh sayang. Menghentikan segala pemikiran Susi yang sedang berkecamuk, segaris senyum samar menghiasi wajah Susi dari balik meja dimana ia masih menyembunyikan wajahnya.
Perlakuan Ari terhadapnya sangat lah manis, apapun itu ia suka Ari menciumnya meski hanya sebatas pipi dan kening.

Pernah sekali pria itu hampir mencium bibirnya dan kalian tahu apa yang Susi lakukan? Dia dengan tenaga ekstra malah menendang masa depan Ari tanpa sengaja, dan hal itu benar-benar memalukan. Malam pertama yang di elu-elukan orang ternyata tak semanis bayangan Susi. Ya Allah malu nya!

Ari meraih tangan Susi dan menciumnya lagi, masih belum mengerti kenapa Susi tak ingin menatapnya. Apa yang telah dia lakukan hingga membuat gadis itu bertingkah seperti ini, apa dia gak nyaman ya? Ari menepis pemikiran itu, tidak pernah ia melihat Susi merasa canggung saat bersama nya meskipun jarak tak kasat mata itu menghalangi dirinya untuk menyelami Susi.

"Saya udah minta Rega untuk gantikan saya interview siang ini, ayo kita jalan-jalan."

Spontan Susi mengangkat kepala nya membuat Ari mengernyitkan alisnya melihat bekas sisa air mata yang begitu kentara diwajah gadis itu.

"Kamu nangis?"

Ingin rasanya Susi menampar pipi sendiri mendengar pertanyaan pria didepannya ini. Masa gitu aja harus nanya sih, usap kek apa gitu! Kesalnya dalam hati

"Enggak pak, saya gak nangis. Ini iler saya merambat sampe ke pipi, pakek nanya lagi." Jawaban spontan Susi membuat Ari tertawa, dan mengusap pipi istrinya. Sudahkah dia mengatakan jika Susi sangatlah cantik jika sedang cemberut?

Lama ia memandangi wajah Susi hingga getaran diponsel menyadarkannya menampilkan nama Rega.

"Ayo kita jalan-jalan, sudah lama kan kita gak keluar berdua setelah nikah." Ajak Ari sekali lagi, Susi membenarkan perkataan pria itu karena sejak menikah mereka hanya sibuk dengan membereskan rumah baru bahkan honeymoon pun mereka belum membicarakannya.

Susi berdiri dan berjalan sendirian tanpa bicara sepatah kata pun, hingga ia sadar bahwa Ari masih duduk sambil menatap penuh tanya kearahnya.

"Bapak ngapain masih disana, katanya mau jalan?" Ucap Susi tanpa beban tanpa menghiraukan raut geli diwajah Ari menahan tawa.

"Kenapa ketawa?!"

Ari menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya tidak tahu harus mengatakan apa.

Membuat Susi semakin jengkel sendiri karena Ari masih menahan tawa, bahu pria itu ikut bergetar karena tertawa.

Perempuan itu berkacak pinggang tak suka melihat Ari semakin menjadi-jadi tertawa sampai dia menoleh tak sengaja ke arah cermin yang terletak disebelah nya, membuat perempuan itu seketika terbelalak.

"Aaahh!!! Dasar boss kampret!"

Teriak Susi menyadari bahwa penampilannya teramat memalukan, kenapa dia bisa lupa kalau tadi dia melepas celana panjangnya menyisakan dalaman berwarna putih yang tembus, ditambah lagi rambut serta eyeliner yang sudah luntur. Ini akibat beli yang murah meriah, memalukan!

Ari terbahak-bahak melihat Susi dengan wajah memerahnya, sungguh dia merindukan saat-saat seperti ini bersama istrinya itu. Waktu bisa merubah seseorang namun ia berharap bahwa pernikahan mereka tidak akan pernah mengubah Susi-nya menjadi orang asing yang tidak ia kenali.

Dengan sisa keberanian yang ada, Susi memakai celana bahan dasarnya itu tanpa memperdulikan suara tawa Ari yang membuatnya semakin ingin menangis meraung karena malu.

Oke, mereka memang sudah menikah tapi dirumah ia bahkan membawa baju kedalam kamar mandi demi menghindari hal seperti ini.
Lagi pula tadi ia tidak sadar kalau belum mengenakan kembali celana nya, ya ampun tadi juga ada Arifin.

"Ekhem. Saya anggap hari ini sebagai hari keberuntungan karena. ."

"Karena apa?!"

"Karena saya bisa ngeliat langsung pita merah yang menggemaskan."

Susi menatap horor wajah Ari menyadari bahwa pita itu terletak tepat di ah . .

"AHHH DASAR SUAMI KAMPRET MESUM!!!"

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang