lima

1.1K 94 3
                                    

Semilir angin di tepi pantai menerbangkan beberapa helai rambutku yang tergerai. Deru ombak berayun begitu merdu mengalun di telinga.

Setelah pemandangan menjijikan yang kulihat tadi, aku memutuskan untuk pergi dari sana lewat pintu samping. Lalu menyendiri di tepi pantai. Selonjoran, bersandar pada pohon kelapa dengan mata memejam. Tanpa peduli lagi dengan gaun putih yang sudah tertempel pasir dan tanah.

Harusnya aku sudah tahu ini sejak awal, jika Pak Roland memang memiliki kelainan. Dia tidak menyukai perempuan. Pernikahan kami pun hanya sebuah kepura-puraan. Tapi entahlah, ada perasaan tidak rela dan juga sedih.

Tidak mungkin aku mencintainya, bukan? Aku bahkan merasa kurang nyaman saat di dekatnya. Hanya saja, bukankah amat sangat disayangkan. Pak Roland lelaki tanpa cela dari segi fisik dan harta. Sayang sekali, kelainan yang dia derita meruntuhkan segala kelebihan yang dia punya.

"Di sini dingin. Kamu bisa masuk angin." Suara seseorang mengejutkanku. Bersamaan dengan sebuah jas yang diletakkan di bahu depanku yang terbuka.

"Akbar?" Ya, dia adalah Akbar. Lelaki yang satu Minggu lalu kutemukan tengah dikeroyok banyak orang, kini sudah menjadi adik iparku.

"Mau minum?" Akbar mengulurkan sekaleng soda.

"Thanks." Kuterima soda itu, lalu membuka dan meminumnya. Perlahan, rasa dingin dan segar membasahi tenggorokan.

"Tahu dari mana aku di sini?" tanyaku kemudian. Akbar kini turut selonjoran di sisiku, dengan sekaleng soda yang juga ia minum.

"Kamu melihatnya?" Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya.

"Siapa? Leo?" tanyaku lagi.

"Aku melihatnya tadi. Nggak sengaja. Sewaktu mau ke kamar, kulihat dia keluar dari kamar kalian." Kamar pengantin kami dan Akbar memang terletak satu lorong, tersekat beberapa ruangan.

"Ya. Aku melihatnya. Melihat mereka."

"Mereka?" Akbar menatapku, dari nada suaranya, dia seperti kaget dan khawatir.

"Ya, mereka. Aku melihat secara langsung adegan itu. Makanya, aku pergi meninggalkan kamar. Tanpa sepengetahuan orang tentunya. Bisa-bisa, mereka curiga." Ketika keluar dari Villa, aku sempat melihat ke ruang depan, tempat keluarga besar Pak Roland. Nyaris sepi, tinggal beberapa kerabat yang sedang bersiap untuk pulang.

"Tita ...."

"Hmm?"

"Apa kamu menyerah, setelah melihat langsung perbuatan kakakku?"

"Menyerah? Aku bahkan belum mulai berperang, Akbar. Akan kucoba sebisaku untuk meluruskan apa yang belok." Aku terkekeh pelan. Menyadari jika pernikahan ini bukan semata karena perjanjian dengan Pak Roland. Melainkan juga ada permintaan Akbar untukku meluruskan kakaknya. Entahlah, kenapa juga aku mesti menyanggupi permintaannya waktu itu.

Saat di mana, aku bertanya kebenaran tentang Pak Roland. Saat itu Akbar menceritakan hal sebenar-benarnya. Tentang dia yang tidak lagi menyukai perempuan semenjak mama mereka mengkhianati papa. Bersamaan dengan kekasih Pak Roland yang ketahuan selingkuh di depan matanya.

Anehnya, aku merasa semangat dan optimis dapat menyembuhkan dia.

"Masuklah ke kamar. Ini sudah malam. Leo juga sudah pulang." Akbar menepuk bahuku.

Marrying Mr. GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang