Topeng Juan

943 108 27
                                    

Mataku mengerjap berulang kali, mencoba menyesuaikan pandangan serta menetralkan rasa pusing yang masih begitu terasa. Entah berapa lama aku pingsan. Hingga begitu bangun, tahu-tahu sudah berada di ruangan asing.

Tentu masih kuingat, saat ini aku sedang disekap oleh dua orang yang berhubungan dengan Mas Roland. Entah apa motif mereka.

Belum terlalu pulih dari pingsan, suara aneh mengalihkan perhatianku. Serupa lenguhan dan orang yang ... mendesah?

"Juan. Stop it. Aku sudah lelah ...."

Ap-apa? Itu suara Leo. Dia tadi bilang apa?

"Tunggu ... sebentar lagi-aah ...!"

Apakah aku masih dalam dunia mimpi saat ini?

"Hentikan, kau menyakitiku."

"Arghh!!"

Lalu hening. Aku yang masih mencerna dengan suara tadi bahkan belum kepikiran untuk beranjak dari ranjang tempatku tertidur.

Kuraba saku celana guna mencari ponsel, tapi tidak ada. Menoleh ke nakas sisi tempat tidur juga kosong. Justru kutemukan cardigan yang tadi kupakai sudah teronggok di lantai sisi nakas. Aku hanya tank topan. Sial! Apa yang terjadi?

Setelah berhasil menetralkan rasa pusing, aku turun dari ranjang, meraih cardigan yang entah sejak kapan terlepas dari tubuhku dan mengenakannya dengan terburu-buru.
Di luar pintu masih sunyi. Tidak ada suara sedikit pun. Hingga aku memberanikan diri untuk mendekat ke pintu untuk kabur.

Baru saja tanganku mencapai gagang pintu, terdengar suara putaran kunci dari luar. Aku sembunyi di belakang pintu secara refleks, upaya melindungi diri.

Seseorang masuk dan belum menyadari keberadaanku yang hanya berjarak tiga langkah di belakangnya. Dia tengah bertelanjang dada dan hanya mengenakan bokser sepaha. Aku tahu itu Leo.

"Juan. Kemarilah. Jalang itu menghilang."

Belum sampai Juan menyahut, kututup pintu dengan kasar lalu memukul tengkuknya sekuat yang kubisa menggunakan tangan kosong. Walau ternyata itu sia-sia. Leo menoleh dan menunjukkan wajah murka. Aku meringis, merasakan sakit di tangan dan juga gugup dalam waktu bersamaan.

"Kurang ajar!" Leo menggeram. Aku mundur ke arah pintu yang kuduga kamar mandi. Walau tidak semenakutkan Mas Roland, tapi menghadapi wajah murka Leo tetap saja membuat nyaliku menciut juga.

"Beraninya, kamu!" Sambil mengusap tengkuknya, Leo mendekat. Mendapatkan sinyal bahaya, aku langsung masuk ke pintu--yang memang benar itu kamar mandi--lalu menguncinya. Juan menggedor dengan kuat. Dia benar-benar marah.

"What's up, Leo? Kamu berisik sekali." Terdengar suara Juan yang membuat gedoran pintu berhenti.

"Wanita jalang itu memukulku!"

"Tita? Dia memukulmu?"

"Ya! Dan ini sakit sekali."

"Sudahlah. Mungkin dia pikir kamu akan menyakitinya. Lagi pula, sudah kubilang, kan. Jangan ganggu dia sampai aku sendiri yang melihatnya lebih dulu. Kamu baru kutinggal sebentar, tapi malah ke sini."

"Aku hanya ingin memastikan keadaannya."

Di balik pintu, aku lupa dengan rasa takut dan gugup. Kini justru terheran-heran dengan percakapan yang kudengar. Juan dan Leo berbicara layaknya pasangan kekasih. Yang satu marah dan satu lagi menenangkan. Tidak mungkin, kan, kalau mereka itu pasangan ....

"Cukup. Sekarang, mari kita lanjutkan kegiatan kita. Pelumas yang kubawa kali ini tidak beraroma."

"Lalu bagaimana dengan si jalang itu?"

Marrying Mr. GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang