Tita tidak tahu kalau perubahan Roland sedrastis ini. Jika dulu Roland senang mencibir apa pun yang Tita lakukan, maka kali ini tidak. Roland diam atau malah mencuri-curi pandang. Seperti sekarang. Ketika Tita menjemur pakaian di balkon lantai atas bagian belakang, Roland yang berada di lantai bawah berlagak mengamati i-pad di tangannya. Lalu ketika Tita melihat ke arahnya, Roland mendadak gugup dan salah tingkah.
"Lucu banget." Tita menggelengkan kepala. Merasa heran sekaligus gemas. Selama dirinya mengenal Roland, lelaki itu merupakan tipe orang angkuh yang gengsi menunjukkan perasaannya sendiri. Namun kali ini sangat jauh berbeda.
Akbar memang sudah memberi tahu sejak awal, kalau sifat Roland yang sesungguhnya merupakan orang yang hangat dan penyayang. Rasa kecewa dan salah pergaulan yang membuatnya berubah drastis. Lalu kini, tanpa disangka, Tita benar-benar bisa melihat sisi penyayangnya yang sudah sekian lama tak terlihat.
Setelah selesai mencuci, Tita bermaksud untuk memasak sarapan. Rutinitas sebagai ibu rumah tangga tidak pernah ia lakoni semenjak tinggal di rumah Fathan. Tita merindukan memasak dan kegiatan lainnya.
Ketika sampai di dapur, Tita dikejutkan dengan Roland yang sudah berdiri di depan pintu kulkas yang terbuka. Mungkin lelaki itu buru-buru masuk ketika Tita menuruni tangga.
Belum sempat Tita menyusun kalimat apa yang hendak ia ucapkan, Roland sudah menatap ke arahnya."Masak apa enaknya?" Roland berlagak seperti bapak rumah tangga.
"Hah?" Tita yang merasa takjub dengan kenyataan itu pun tergagap.
"Mau sarapan apa?"
"Aku? Engh ... apa aja."
"Oke." Roland mengambil tiga butir telur dan juga beberapa batang daun bawang.
Tita diam mengamati tanpa ingin bertanya apa yang hendak dimasak lelaki itu. Meski sebenarnya dia ingin bergabung di dapur, tapi keinginan itu ditahan. Tita merasa sungkan.
"Selesai ...." Tanpa terasa, Tita sudah mengamati Roland begitu lama dari kursi meja makan. Roland menghidangkan dua piring nasi goreng dan telur dadar.
"Wangi." Tita menghirup aroma nasi goreng bertabur kacang polong di hadapannya.
Kegiatan itu tak luput dari pandangan Roland yang merasa senang."Cobain. Semoga tidak asin, ya." Roland bertutur lembut. Hal itu membuat Tita seakan-akan sedang berbicara bukan dengan Roland.
Tita menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya. "Enak." Lalu menambahkan potongan telur ke dalam piringnya.
Roland tersenyum puas. Senyum yang membuat Tita terpaku sejenak. Belum pernah sekali pun ia menyaksikan senyum sehangat itu selama mengenal Roland.
"Apa? Kenapa?" Roland merasa heran dengan tatapan Tita yang begitu lama pada wajahnya.
Tita menggeleng. Merasa malu karena dengan terang-terangan menatap Roland. Tanpa kata lagi, ia melanjutkan makannya.
Keduanya sama-sama terdiam. Menyantap sarapan mereka dalam keadaan saling curi tatap tanpa sepatah kata. Hingga selesai sarapan Tita memaksa ambil bagian untuk mencuci piring kotor mereka berdua.
***
"Mas nggak kerja?" Tita melihat Roland yang baru keluar dari kamar. Sedangkan dirinya melakukan hal yang sebaliknya. Ternyata, lelaki itu memindahkan kamarnya di lantai atas. Meski letaknya berseberangan dengan kamar Tita, tapi tetap saja, di lantai atas!
Tita sempat menahan napas saat tadi pagi keduanya baru keluar kamar secara bersamaan. Tita tidak tahu saja, itu merupakan ide brilian Roland agar bisa sering-sering melihat Tita.
Kalau nanti wanita itu bertanya, Roland tinggal menjawab, kamar miliknya dulu penuh dengan kenangan pahit. Itu benar adanya. Sekalian saja Roland jadikan alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. G
Romance18+ Tita butuh uang, dan Roland menawarkan sebuah pernikahan dengan uang sebagai imbalannya. Sejak awal Tita tahu kalau Roland seorang gay, tapi menurutnya tak apa. Toh yang dia butuhkan hanya uangnya saja. Pernikahan mereka hanya atas dasar simbios...