Tanpa menghidupkan lampu kamar, aku berjalan ke kamar mandi. Seharian terkena asap dan debu, membuat kulit terasa lengket.
Usai mandi dan berganti dengan baju kebangsaan--daster baby doll--bermotif Mickey Mouse, aku berderap turun ke lantai bawah. Beberapa batang cokelat tidak serta merta membuat perutku kenyang maksimal. Setelah ini, aku harus makan.
Apakah aku pernah bercerita, bahwa aku ini sangat mudah lapar?
Tidak kudapati Mas Roland dari atas sini.
Kurasa, Audrina juga sudah pulang. Karena sewaktu masih di balkon tadi, aku sempat melihat bias lampu dari halaman depan, dan kurasa itu berasal dari mobil miliknya."Tita ...?" Suara Mas Roland membuat niat membuka kulkas untuk mengambil sosis dan nugget terhenti. Aku bermaksud menggoreng kedua makanan itu karena lebih cepat prosesnya.
Secara refleks rahangku mengetat, merasakan aliran darah yang bergejolak. Menahan marah dan sakit hati. Walau sebenarnya aku tidak memiliki hak atas semua itu, tapi entahlah. Kadang-kadang, pemikiran dan perasaan ini sering tidak sejalan.
Kembali kulanjutkan kegiatan saat Mas Roland tidak lanjut berbicara. Mengeluarkan kemasan sosis dan nugget ke dalam piring dan mengupas pembungkusnya.
"Kamu sudah pulang? Sejak kapan?" Aku berjengkit, karena Mas Roland tahu-tahu sudah berada di belakangku.
Aku berdeham, mencoba bersuara senormal mungkin.
"Sejak tadi.""Saya tidak tahu. Padahal sejak pukul tujuh sudah menunggu di ruang tamu."
Aku terkekeh. Jelas saja dia tidak melihat. Karena aku sudah pulang dua jam sebelum dia duduk di sana.
"Benarkah? Kenapa nggak telfon aja, kalau memang benar khawatir sama aku?"
Aku terlalu sibuk dengan mantan kekasihku, Tita. Aku sampai lupa kalau kamu tidak di rumah.
Pasti jawaban itu yang berada di dalam benaknya.
"Karena ... saya tidak mau mengganggumu."
Damn!
Sebuah fakta telah diputar balikkan.
Begitu selesai memotong sosis dan hendak mengambil teflon pada gantungan di atas kompor, pandangan ini terpaku pada panci serba guna berwarna pink dengan tutup kaca transparan yang sering kugunakan untuk memasak sup.
Di dalam panci yang terletak di atas kompor itu, terdapat kerang yang dimasak dengan kuah berwarna merah. Ada beberapa sayuran juga daging, dan beberapa campuran lainnya yang tidak terlihat jelas.
Jadi, ini menu yang dimasak sepasang kekasih tadi? Tiba-tiba sang ego memerintah, agar aku tidak memakan masakan itu.
"Itu ... Audrie yang memasak." Mas Roland mendekat, berdiri di tempat dia mencium Audrina tadi.
"Aku tahu." Kulanjutkan kegiatan mengambil teflon dan mulai menyalakan kompor. Menuang minyak goreng, lalu memasukkan sosis sembari membolak-balikkannya.
"Kamu tahu? Tahu dari mana?"
"Aku melihat saat kalian memasaknya tadi, di sini." Aku mengentakkan sebelah kaki sembari menatap wajahnya. Menegaskan di mana tadi melihat mereka berdua.
"Ja-jadi. Kamu sudah pulang sejak tadi sore?"
"Iya."
"Kenapa saya tidak tahu?"
Aku tertawa sampai terpingkal-pingkal, melihat reaksi Mas Roland yang kebingungan. Atau mungkin dia itu sebenarnya sedang bersandiwara karena merasa sudah ketahuan olehku?

KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. G
Romance18+ Tita butuh uang, dan Roland menawarkan sebuah pernikahan dengan uang sebagai imbalannya. Sejak awal Tita tahu kalau Roland seorang gay, tapi menurutnya tak apa. Toh yang dia butuhkan hanya uangnya saja. Pernikahan mereka hanya atas dasar simbios...