Roland menatap objek di depannya tanpa rela untuk berkedip barang sebentar saja. Akbar yang berada di sebelahnya justru merasa gemas-gemas-gedek dengan kelakuan kakaknya. Sedangkan Wirya yang duduk di pojok sebelah Roland justru merasa bangga. Anaknya kini sudah kembali lurus dan berjalan pada kodratnya.
"Kak, jangan gitu banget liatinnya. Udah mirip predator, tau, nggak?" Akbar berbisik di sisi Roland untuk entah yang ke berapa kali.
"Gemes, Bar. Dia mirip bayi gitu." Tanpa memedulikan protesan Akbar, Roland masih tetap fokus pada arah pandangnya.
Saat ini mereka bertiga tengah berada di rumah Fathan. Menjemput Tita sesuai dengan keinginan wanita itu.
Terang saja kabar permintaan Tita untuk pulang disambut riang oleh ketiga lelaki berbeda usia itu. Berbeda halnya dengan Fathan yang langsung bad mood ketika tahu kabar yang Tita beri malam tadi.
Berbeda pula dengan Tita sendiri yang kini justru merasa gamang dan serba salah. Ia ingin pulang bersama Roland, tapi entah mengapa ada rasa tidak tega untuk meninggalkan Fathan.
"Kedatangan kami ke sini untuk menjemput Tita. Mungkin ini kesannya seperti mengambil sesuatu yang berharga bagimu. Akan tetapi, kami seharusnya memang melakukan hal ini sekarang atau suatu saat nanti. Terima kasih atas bantuan serta kesudian kalian untuk merawat Tita. Dan maaf, kalau selama ini kami, terutama Roland, tidak bisa menjaga Tita dengan baik dan benar. Untuk ke depannya, kami akan berusaha semaksimal mungkin dalam menjaganya." Wirya bertutur panjang lebar. Akbar diam setengah menyimak, setengah lagi memerhatikan Roland yang masih sibuk dengan kegiatan menatap Tita.
Tita diam dan menunduk dalam, merasa gamang dan juga salting ditatap Roland seperti demikian. Fathan menatap Wirya dan Roland secara bergantian. Entah perasaan macam apa yang kini bercokol dalam hatinya. Yang jelas, semua rasa kini tengah ia usahakan untuk kendalikan.
Fathan marah pada semua orang. Terutama pada dirinya sendiri, yang tak mampu mengontrol diri. Membuat Tita pada akhirnya memilih pergi.
Fathan menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. "Niat Bapak saya sambut dengan baik. Terima kasih masih mau menerima Tita kembali." Dengan berat hati Fathan berbasa-basi serta mengucapkan hal yang tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Itu semua karena Roseline. Kalau bukan karena wanita itu yang semalam mewanti-wanti serta memberi arahan dalam menyambut mertua Tita, dia tidak akan sudi menyerahkan Tita begitu saja. Karena berkat wanita yang jauh berada di luar negeri itu kepulangan Tita ke rumah Roland dapat terealisasi. Roselinelah yang semalam menelepon Roland dan menjelaskan keinginan Tita untuk pulang.
"Saya titip adik kesayangan saya ini. Tolong jaga dia dengan sebenar-benarnya. Saya harap, kejadian yang lalu tidak akan pernah terjadi lagi." Fathan lanjut berbicara. Tatapannya mengarah pada tiga lelaki di depannya secara bergantian.
Sebenarnya, ada rasa jengkel saat pandangannya jatuh pada Roland. Fathan ingin sekali menyolok mata lelaki yang sejak tadi tak henti menatap Tita. Dan sialnya, Fathan dapat melihat tatapan rindu, memuja dan penuh cinta dari lelaki tersebut. Membuat dada Fathan terasa panas, sesak, tapi juga lega dalam satu waktu. Sepertinya Roland memang benar-benar mencintai adiknya. Setidaknya, Fathan bisa sedikit bernapas lega. Karena Tita akan bersama orang yang mencintainya.
"Kami pastikan itu." Kini, Akbar yang menyahut.
Setelah beberapa kata dan kalimat, akhirnya Tita berpamitan untuk ke kamar. Mengambil beberapa pakaian dan barang-barangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. G
Romansa18+ Tita butuh uang, dan Roland menawarkan sebuah pernikahan dengan uang sebagai imbalannya. Sejak awal Tita tahu kalau Roland seorang gay, tapi menurutnya tak apa. Toh yang dia butuhkan hanya uangnya saja. Pernikahan mereka hanya atas dasar simbios...