Naufal melihat sekelilingnya. Mencari seseorang yang selalu mengiriminya surat. Cowok itu melengos keras karena orang yang dicarinya tak kunjung menampakkan diri. Atau memang mungkin dia saja yang tidak tahu?
Naufal mengedarkan pandangannya lagi berharap orang itu akan muncul. Pemuda jangkung itu mengumpat karena banyak sekali yang memakai kaus biru tua, membuatnya tak tahu cewek mana yang selalu mengiriminya surat.
Tepukan keras di bahunya membuatnya kaget, pemuda itu segera menoleh.
“Kuy, gabung sama yang lain.”
Naufal membuka mulutnya, bersiap mengeluarkan bantahan, tetapi Yohan mendahuluinya.
“Ada Ruby, katanya Galang mau traktir karena menang.”
Mendengar kata traktiran mau tak mau Naufal mengikuti langkah Yohan ke tribune yang diduduki teman-temannya dengan tak semangat. Meski dalam hati senang karena akan dapat gratisan, tapi Naufal merasa lesu.
Ruby bangkit, cewek berambut pendek itu melompat ke arah Naufal, membuat Naufal segera memeganginya agar tak jatuh dari gendongan.
“Ruby nanti jatuh,” kata Galang pelan tapi penuh ancaman.
“Biarin, gue gak keberatan, kok.” Naufal terkekeh. Melihat wajah Galang yang memerah adalah kesenangan bagi dirinya. Galang tak akan bertindak seperti itu jika bukan karena Ruby adalah ratunya.
Galang segera berdiri dan mendekati Naufal. Cowok itu berusaha melepaskan Ruby dari gendongan Naufal. “Ruby, ayo turun,” katanya pelan.
Ruby menggeleng semakin mengeratkan pelukannya dengan mengalungkan tangannya pada leher Naufal. Membuat cowok berpipi gembul itu tersenyum miring merasa menang.
Galang menggeram kesal. “Ya udah kita gak jadi beli boneka beruang,” ucapnya final.
Ruby langsung turun dari gendongan Naufal. Mendekat ke Galang dengan raut muka yang hampir menangis. “Galang jangan gitu dong.”
Dalam hati Naufal mencibir. Mau romantis-romantisan kenapa harus di depannya yang jomblo ini? Lagian bagaimana bisa Ruby yang selalu terlihat tomboy dan membantah Galang malah hampir menangis begini. Naufal tak habis pikir.
“Ya, udah ayo.” Galang meraih jemari Ruby dan menuntunnya keluar. Memberikan kode pada temannya lewat mata untuk segera mengikutinya.
“Naufal! Congrats, ya.”
Ucapan Nata, teman sekelasnya, menghentikan Naufal dan yang lain. Cakra mendelik kesal. “Gue kaptennya, loh,” sahutnya tak terima.
Nata memeletkan lidahnya ke Cakra lalu kembali fokus pada Naufal. “Ada cewek yang mau ngucapin selamat ke lo, nih,” katanya kemudian menarik cewek yang bersembunyi di balik tubuhnya.
Cewek itu maju dan terus menunduk takut-takut.
“Fia!” sapa Ruby ceria. Cewek tadi mengangkat wajahnya dan tersenyum manis pada Ruby.
Galang segera menarik Ruby pergi karena itu bukan urusannya. Jadi ia meninggalkan Naufal dengan cewek yang kemungkinan besar adalah penggemarnya. Tak jarang memang anak kelasnya memiliki penggemar. Karena kelas pangeran merupakan sarangnya cogan yang punya nilai plus di olahraga.
Naufal mengangkat alisnya bingung, ia menatap Nata meminta penjelasan.
Nata mengembuskan napasnya kesal. Ia maju selangkah meraih satu tangan Naufal dan Fia kemudian menautkannya. Ia tersenyum lebar. “Naufal ini Fia. Fia ini Naufal.”
Naufal semakin bingung dibuatnya. Cewek gendut di depannya ini meminta Nata untuk dikenalkan padanya?
Naufal terus memandangi cewek di depannya. Dia memakai kaus biru tua. Jadi, apakah cewek ini yang selalu mengiriminya surat? Tapi banyak cewek lain yang juga memakai baju biru tua.
Lagian cewek ini jauh sekali dari bayangannya tentang AN yang berbicara panjang lebar di surat. Namanya juga Fia, gak ada unsur AN sama sekali. Jadi yang dilakukan Naufal hanyalah terus menatap cewek gendut di depannya dari atas ke bawah dengan tatapan menilai.
Fardhan menepuk bahu Naufal, membuat Naufal segera tersadar dan buru-buru melepaskan tautan tangannya dengan cewek gendut di depannya.
“Ngapain lo ke sini?” tanya Eric yang terdengar sinis di telinga Naufal. Cowok berpipi gembul itu menoleh cepat pada Eric, menatapnya bingung.
“Gue gak nyangka lo suka nonton futsal, kirain mah diem di kelas doang.” Fauzan ikut menyahut.
“Lo mau kenalan sama Naufal? Gak cocok kali,” kata Lucky pedas. Cowok itu memang jagonya mengeluarkan kata-kata pedas.
Fia semakin menunduk. “Gu-gue cuma ma-mau ngucapin se-selamat ke Na-Naufal doang, kok,” katanya mencicit pelan. Tangannya meremas kaus biru tuanya yang panjangnya sampai menutupi setengah paha.
“Yang menang gak cuma Naufal doang kali.” Niken menyahut.
Oky menggeser Naufal menjauh. Berdiri tegak di depan Fia dengan tubuh gempalnya. Dia menunduk menatap Fia mengintimidasi. “Lo gak level sama Naufal,” katanya langsung.
Fia membulatkan mata terkejut dan refleks mendongak. Matanya beralih pada Naufal yang kini menatap salah satu temannya. Dia berusaha mengatur napasnya agar cairan bening tidak jatuh dari mata cokelatnya.
Padahal ia sudah memberanikan datang untuk menyapa dan memberi selamat. Ia juga sudah menyatukan kepingan-kepingan hatinya yang hancur karena kejadian kemarin demi lomba futsal yang sangat ia nantikan. Tapi hasilnya justru di luar perkiraannya.
Naufal hanya diam memperhatikan temannya yang mengucapkan kalimat-kalimat pedas pada cewek di depannya. Nata? Dia sudah pergi setelah mengenalkan cewek itu ke Naufal karena merasa tugasnya sudah selesai.
Naufal melihat cewek itu sudah ingin menangis. Kalau begini cewek itu jadi terlihat seperti Ruby. Teman-temannya terus saja mengejeknya hingga membuat cewek itu hampir menangis.
Naufal hanya bisa diam melihatnya. Ia pasrah saja ketika tangannya ditarik Nathan untuk segera pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balloons
Teen FictionKatanya cinta itu buta. Tapi, kenapa fisik selalu jadi penentu utama? * Berawal dari terpaksa nonton futsal, Fia terpesona pada sosok cowok yang dijuluki wink boy dari Kelas Pangeran. Berkat saran dari Sellindra yang sudah terpercaya menjadi Mak Com...