21. Solid

119 12 0
                                    

Buat AN,

Lo udah ngambil surat gue tapi gak bales.

Lo tahu? Gue gak bisa main detektif kayak gini.

Lo mau gue nyari tahu diri lo sendiri, kan? Apa perlu gue nyamperin ke setiap kelas buat nyari tulisan siapa yang cocok?

Gue rasa itu susah banget karena kalo dihitung ada 30 kelas di sekolah ini. Dan siapa tahu Mbak Sari si penjaga koperasi yang ngirimin surat ke gue selama ini.

Gue harap lo mau bales surat gue lagi.

Dari Naufal.

*

Sudah berhari-hari Naufal selalu saja marah tiap ada kesalahan sedikit yang terlihat. Seperti sekarang. Cowok itu mengomel sebelum masuk ke dalam kelas hanya karena Nata sedang menyapu di dalam kelas sementara sampahnya dibiarkan di depan.

“Ck. Kalau gak niat nyapu gak usah nyapu, deh!” seru Naufal kesal. Cowok itu menggerutu sebal sambil melangkah ke dalam.

Nata yang ada di dekat pintu jadi sedikit menyingkir. Mencibir pelan cowok gembul itu dengan tangannya yang terkepal dia arahkan ke udara, bergerak seakan-akan mau memukul Naufal. Lalu Nata melanjutkan kegiatan menyapunya yang belum selesai.

“Woi! Yang udah tugasnya Miss Jessica siapa? Bagi contekan sini cepet!” Cakra yang baru datang langsung menyerobot masuk. Dia bahkan hampir terjatuh karena tersandung sapu.

Nata yang menyapu di pintu melotot sebal. Sampah plastik dan kertas yang sudah dia kumpulkan di depan kini terbawa masuk semua karena Cakra yang berjalan cepat dan tak sengaja menendang mereka. Dengan kesal cewek berambut panjang itu melempar sapunya ke bawah kemudian mengentakkan kakinya kesal.

“Cakra! Lo piket hari ini. Nyapu, gak?!”

Cakra yang baru sampai di meja Nathan yang berada di belakang jadi meringis mendengar teriakan melengking itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Nata? Maria masih belum datang sementara Ruby duduk diam di kursinya dengan earphone menyumbat telinganya.

Padahal Cakra sudah berusaha datang pagi-pagi sekali untuk menyalin jawaban temannya, tetapi dia lupa bahwa hari ini adalah piketnya. Sembari meletakkan tas cokelat tuanya ke meja, Cakra menggerutu sebal mengambil sapu di lemari belakang.

“Astaga! Astaga!” Maria yang baru datang langsung memasuki kelas dengan panik. Rambut pendek lurusnya yang melewati bahu itu sedikit berantakan. Cewek dengan jas biru tua yang membalut tubuh mungilnya itu mendekati meja Ruby dengan segera.

“Ruby! Lo udah selesai tugasnya Miss Jessica, belum? Gue mau nyontek, nih. Cepetan,” ujarnya cepat, tetapi begitu menemukan sebuah buku tergeletak manis di atas meja teman perempuannya itu, Maria segera meraihnya dan membawanya ke meja sebelah. Dengan terburu-buru cewek itu mulai menyalin jawaban milik Ruby.

“Woy, Mar! Bagi sini.” Eric yang sebelumnya hanya duduk diam memantau di kursi pojok belakang itu langsung melompat sambil membawa buku tulis dan pulpen. Dia segera menyusul Maria untuk menyalin tugas sejarah yang merupakan kelas pertama hari ini.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Fardhan dan Yohan yang melihat itu segera bergabung dengan Eric dan Maria. Sebab keduanya tidak mendapat tempat di meja Nathan yang kini sudah penuh sesak.

“Guys, gue bawa tugas Miss. Jessica, nih. Yang belum cepetan.” Suara Orion dari ambang pintu membuat anak 11 IPS 4 yang berada di kelas langsung menolehkan kepala padanya. Dengan mata berbinar seakan mendapatkan penyelamat, Kenzie dan Niken langsung berlari ke arahnya.

“Yon, tangkap!” seru Kenzie seraya melemparkan satu buah jeruk pada Orion yang ditangkap cowok itu dengan baik. Kemudian dia mengerlingkan matanya sebelum menyalin jawaban milik Orion.

“Hei, tungguin gue.” Cakra yang masih menyapu di depan langsung berteriak histeris. Pasalnya dia belum mengerjakan tugas itu satu soal pun.

Melihat Cakra yang sudah seperti akan menangis, Yoshi, anak keturunan Jepang yang sudah lama tinggal di Indonesia itu menepuk bahunya menyemangati. Dia meraih sapu yang dipegang Cakra dan berucap dengan kalem, “Nyalin tugas gue aja. Gue taruh bukunya di loker.”

Mendengar itu Cakra refleks memeluk Yoshi, teman satu piketnya hari ini. Kemudian memutar tubuhnya sambil melompat-lompat kecil kegirangan.

“Sialan! Ada pasangan homo di depan!” seruan Galang yang berasal dari luar kelas membuat Ruby yang sebelumnya mendengarkan lagu jadi melebarkan matanya. Cewek dengan potongan rambut sebahu itu bergegas berlari ke depan untuk melihat.

Begitu melihat Cakra dan Yoshi yang berpelukan sebentar sebelum mengurai pelukan mereka, Ruby tidak bisa menyembunyikan matanya yang berbinar. Cewek itu tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang mupeng setelah melihat adegan singkat di depannya.

“Gue gak homo, ya!” Cakra yang sudah masuk ke kelas membantah tidak terima. Cowok itu kini sedang sibuk menyalin jawaban milik Yoshi secepat kilat. Bagai semut yang bisa mencium keberadaan gula, kini Lucky dan Oky mengerubunginya untuk ikut menyalin.

Di meja Nathan sudah ada Fauzan, Naufal dan Taro yang bergerak cepat untuk menyalin jawaban berlembar-lembar milik Nathan. Sementara Alaska yang duduk di sebelah Nathan fokus dengan gadget di tangan, cowok itu tengah memainkan mobile legends dengan serius sambil sesekali mengumpat pelan.

Beberapa penghuni 11 IPS 4 tidak menyukai pelajaran sejarah. Sebab ketika guru memberi tugas, jawaban yang harus ditulis tidak tanggung-tanggung. Satu soal saja bisa menghabiskan satu halaman penuh. Apalagi jika soal yang diberikan Miss Jessica itu beranak pinak. Jemari mereka sampai tremor ketika menulis jawaban.

Pagi itu suasana kelas 11 IPS 4 sangat tidak kondusif. Beberapa kursi tidak tertata rapi dan beberapa meja disatukan agar lebih banyak yang bergabung untuk menyalin jawaban.

Meski dikenal sebagai siswa nakal yang tidak tahu aturan, nyatanya mereka peduli sama satu lain untuk masalah tugas. Walaupun nilai yang didapat nanti adalah rata-rata, setidaknya satu kelas tidak mendapat nilai merah. Sungguh solid sekali.

BalloonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang