3. Gak Rela

203 37 22
                                    

Buat Naufal,

Cowok yang ngebuat gue tersenyum pas baca surat dari dia.

Wow! Lo gak tahu seberapa senengnya gue dapet balasan surat dari lo! Gue kira, lo gak bakal bales. Mungkin, baca aja enggak mengingat banyaknya orang yang juga ngasih sesuatu di loker lo. Terlebih pasti penggemar lo yang lain hadiahnya lebih wow dari gue yang cuma kertas lecek kayak gini.

Gue gak tahu bakal ngasih tahu identitas gue ke lo atau enggak. Kalau lo tahu, mungkin semuanya akan berubah. Dan gue gak akan pernah siap sama perubahan itu.

Sebenernya, hari ini lo papasan sama gue. Lo ketawa riang bareng temen lo. Terus lo ngedipin satu mata pas ada adek kelas yang lewat. Seperti julukan lo, wink boy. Saat itu, gue ngerasa terpanah tepat waktu ngeliat lo ketawa dan ngedipin mata meski itu bukan buat gue. Kayak ada letusan-letusan balon seketika.

Teruslah ketawa, ya, Fal. Karena gue suka ngeliat lo ketawa lepas kayak tadi. Dan itu jadi ngebuat gue yakin banget kalau gue bener-bener suka sama lo.

Dari AN,

Yang seneng ngeliat Naufal ketawa tadi dan jadi pengin liat Naufal ketawa terus.

*

Kali ini Naufal memang tidak pergi ke lokernya tadi pagi. Tak perlu mengambil buku miliknya karena dia bisa pinjam ke Nata atau Maria di kelas.

Kemudian setelah kembali dari kantin, Naufal baru ingat kalau dia lagi nulis surat buat penggemarnya kemarin.

Haha. Naufal pengin ketawa rasanya. Nulis surat buat penggemar? Dia sudah merasa seperti jadi artis saja. Tapi tak urung hal itu membuatnya tersenyum lebar sampai kembali ke kelas.

“Fal!”

“Hm?” Naufal bergumam malas ketika salah satu temannya memanggilnya. Dia tengah asyik menopang dagu dengan memandangi kertas putih yang sudah kusut di tangannya.

Teman yang memanggilnya itu menyeret kursi, membuat suara berderit yang terdengar ngilu.

“Ngilu, anjir.” Naufal menatap sebal pada Yohan yang malah ketawa. Yohan, cowok yang ikut taekwondo dan juga futsal itu memang sangat receh. Ada temennya yang gak sengaja menabrak tiang saja, dia malah tertawa dengan keras.

“Apa?” tanya Naufal saat Yohan tak kunjung membuka mulutnya. Cowok atletis itu hanya duduk diam dengan kening berkerut seakan tengah memikirkan sesuatu hal yang sulit.

Naufal sudah tak heran lagi kalau Yohan bertingkah seperti ini. Selain receh, dia juga terlalu random. Tiba-tiba begini, lalu berubah begitu. Sudah seperti bunglon saja. Dan berteman dengannya selama satu semester lebih membuat Naufal terbiasa menghadapi cowok aneh itu, meski terkadang dibuat kaget dengan tingkah ajaibnya.

“Futsal, yuk? Gue disuruh ngajak lo sama Cakra tadi,” katanya sambil meletakkan kepalanya di atas meja. Bibirnya mencuat, membuat Naufal bergidik geli dan mendorong mukanya dengan tangan sampai Yohan mengumpat kesal.

Naufal melotot. “Lo, sih, ngapain sok imut gitu, ha? Dikira maho kali. Gini-gini gue normal keleus!”

“Gue juga masih setia sama Yena, kok, santai aja,” sahut Yohan kembali menempelkan pipinya di atas meja. Terasa dingin dan Yohan menyukai sensasinya.

“Setia, sih, setia. Tapi kalo kena friendzone, ya, gak gini juga,” cibir Naufal.

Bukan rahasia umum lagi di kelas 11 IPS 4 kalau Yohan menyukai sahabat masa kecilnya, Yena. Tapi sayang, Yena menunjukkan rasa tertarik pada kakak kelas culun yang membuat Yohan akhir-akhir ini jadi uring-uringan terus.

Naufal dan temannya yang lain sering meledek cowok itu yang bersembunyi dibalik kata sahabat. Kalau Naufal jelas ogah berada di posisi Yohan. Dia pasti akan langsung mendapatkan adik kelas manis yang imut sesuai tipenya.

Tak tahan mendengar ceramah Naufal, Yohan mengangkat kepalanya dari atas meja. Menatap Naufal tajam dengan mata menyipit. “Futsalnya ntar pas balik sekolah. Gue mau nyebat dulu sama yang lain,” kata Yohan sebelum keluar dengan satu tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celana.

Naufal mendelik. Kemudian geleng-geleng kepala sendiri.
Anak 11 IPS 4 terkenal karena katanya merupakan kelas pangeran. Isinya cowok-cowok tampan yang gak cuma modal tampang doang. Mereka menyumbang segudang prestasi di bidang non akademik.

Tapi, tak bisa dipungkiri kalau di sini isinya anak-anak nakal semua. Mulai dari nyebat di sekolah, bolos, bahkan sampai tawuran sama sekolah sebelah.

Naufal ikut-ikutan juga, sih, kalau memang dibutuhkan. Kalau enggak, ya, dia cuma memantau doang di dekat sana seperti orang kurang kerjaan.

Naufal celingukan. Melihat kelasnya sudah sepi hanya tinggal dirinya, Naufal mulai menulis sesuatu di atas kertas yang sudah dia siapkan sejak tadi.

Bibirnya melengkung. Sepertinya Naufal akan semakin sering pergi ke perpustakaan ke depannya. Tempat yang paling dia hindari selain ruang kepala sekolah dan ruang BK.

Buat AN,

Kenyataan waktu gue papasan sama lo adalah gue juga papasan sama banyak orang, sampai saking banyaknya gue lupa papasan sama siapa aja. Dan itu ngeselin karena gue jadi gak tahu lo itu siapa. Yang gue inget cuma gue papasan sama Ruby doang, cewek yang gue kenal.

By the way on the busway, kalau gue ketawa terus nanti yang ada gue disangka gila. Gue gak mau dong cogannya IPS 4 ini dicap orang gila sama yang lain. Ntar makin berkurang stok cogan di Smart High akan mengakibatkan bahaya tak berkesudahan.

Gimana kalau setelah surat ini, kita saling cerita tentang diri kita. Hitung-hitung biar kita berdua makin kenal. Dan yang pasti, gue jadi bisa nebak siapa, sih, yang suka sama gue yang ngebuat gue penasaran banget.

Tapi, kayaknya lo udah tahu segala hal tentang gue, ya?

Haha. Gak adil banget buat gue.

Dari Naufal.

*

Halooo!

Apa kabar? Semoga baik-baik aja ya (*´ω`*)

Jangan lupa vote dan tulis komentarmu yaa

Jangan lupa follow akun ini dan Ig @/quiriezt (◕ᴗ◕✿) kalo mau FB DM aja oke

BalloonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang