Naufal duduk di kantin, bersama temannya tentunya. Hanya teman cowoknya karena yang cewek sudah pasti keluyuran sendiri-sendiri.
Tiba-tiba ada seorang cewek gendut berjalan melewati kursi yang diduduki gerombolan Naufal dengan takut-takut.
Cewek itu berhenti dan tetap menunduk ketika langkahnya dihadang oleh salah satu yang pastinya dari geng Naufal itu. Naufal hanya berdecak ketika melihat Kenzie dan Oky beraksi seperti biasa.
“Heh, lo!”
Cewek itu tetap menunduk tak menjawab.
Kenzie menyentak lengan cewek itu, membuat cewek di depannya itu mengangkat kepala sambil menahan ringisan yang akan keluar dari mulutnya.
“Ngapain lo ke kantin?” Oky bertanya, bangkit dari duduknya dan mendekati cewek itu dengan tangan terlipat di depan dada. Membuatnya terlihat keren apalagi kemeja putihnya yang keluar dari celana tanpa ikat pinggang itu.
Cewek itu kembali menunduk. “Gu-gue murid sini ja-jadi bebas dong ka-kalau mau ke kantin.”
Lucky melipat tangannya di depan dada, ia menatap cewek itu tak suka. “Harusnya lo cukup tahu diri buat gak ke kantin karena ada para pangeran di sini. Inget, pangeran itu gak level sama babu.”
“Lo itu gak level,” Niken menyahut. Cowok itu memang suka mengompori.
Naufal tetap diam di kursinya. Ia malas melihat kerjaan temannya yang setiap hari selalu dilakukan mereka. Jadi yang dilakukan Naufal adalah kembali memakan baksonya yang mulai dingin.
Cewek itu mengangkat wajah, menatap Naufal sekilas dan kembali menatap cowok di depannya. “Gue sekolah di sini juga bayar, gak cuma kalian doang yang berhak makan di kantin!” Kali ini cewek itu mengatakannya dengan tegas, tanpa gugup seperti biasa.
Oky tersentak karena cewek itu berani berbicara tegas. “Heh! Lo udah berani, ya?”
Cewek itu kembali merunduk. Kini merutuk dalam hati kenapa bisa seberani tadi. Sebentar lagi ia pasti akan mendapatkan hukuman dari mereka.
Naufal menatap cewek itu. Ia bingung mengapa tadi cewek itu menatapnya, meski Naufal mencoba abai. Ia segera berdiri dan menghampiri cewek itu ketika Eric mengambil gelas es jeruk di atas meja yang entah milik siapa dan menumpahkannya ke cewek itu.
Rasanya dingin. Naufal melihat cewek di pelukannya yang masih memejamkan matanya. Tangannya mencengkeram rok merah kotak-kotak dengan erat.
Eric terkejut karena ia salah sasaran. Ia menelan ludahnya gugup karena mendapatkan tatapan tajam dari Naufal.
“Lo balik aja ke kelas, ajak temen lo kalo mau ke kantin,” ucap Naufal pelan.
Cewek tadi membuka matanya. Ia segera melepaskan diri dari pelukan Naufal. Matanya membulat, ia menutup mulutnya dengan tangan.
Naufal berdeham, cewek itu segera tersadar dari lamunannya. Dia mendekat ke arah Naufal dengan panik. “Sorry. Gara-gara gue lo jadi basah kayak gini, eung, gue ada jaket di loker.”
“Gak perlu, lo balik aja ke kelas sana,” ucap Naufal dingin.
Cewek itu membungkuk ke Naufal, mengucapkan maaf dan terima kasih berkali-kali pada Naufal kemudian melenggang pergi keluar kantin.
Naufal membalik tubuhnya, ia menatap Eric tajam. Eric langsung gugup dibuatnya, ia dalam masalah.
Tanpa kata, Naufal melangkah pergi dari kantin. Tujuannya adalah untuk mengganti seragam kremnya yang basah dan terasa lengket. Sepertinya dia perlu mandi.*
Buat Naufal,
Cowok yang keliatan beda.
Thanks, ya.
Sorry juga.
Dari AN,
Yang sangat berterima kasih dan ngerasa hal itu masih belum cukup.
*
Naufal mengernyit. Dia membolak-balikan kertas putih di tangan kanannya heran. Lalu tatapannya beralih pada amplop merah muda di tangan kiri yang sebelumnya digunakan untuk membungkus kertas putih ini.
Akhirnya yang selama ini ditunggunya datang.
Naufal mendapat surat balasan setelah berhari-hari tak mendapatkan satu pun kabar dari penggemarnya. Tapi, dia masih tak mengerti apa maksud surat yang diterimanya.
Cowok yang sudah berganti seragam menjadi jersei biru tua itu melangkahkan kaki menuju lapangan basket indoor di gedung sebelah utara.
Sesampainya di sana, Naufal langsung duduk begitu saja di jejeran kursi tribune terdekat. Jemari gemuknya segera menari di atas kertas yang sebelumnya dia sobek dari sebuah buku di dalam lokernya tadi. Setelah selesai, Naufal melipatnya dan menyimpannya dalam saku celana.
Naufal bangkit. Berjalan pelan menuju sudut ruangan, tempat di mana bola basket tersimpan. Dia mengambilnya satu lalu kembali menuju tengah ruangan. Tangan kanannya memantul-mantulkan bola oranye itu. Sebelum senyuman mengembang di bibir tipisnya saat melihat bola oranye tersebut masuk ke dalam ring yang kemudian memantul-mantul pelan hingga berhenti dan menggelinding.
Naufal berlari kecil mengambilnya. Dia tersenyum lebar sambil kembali memantul-mantulkan bola oranye di tangan. Dia mengepalkan tangan dan meninju udara dengan senang ketika bola itu kembali masuk ke dalam ring.
Siang itu dihabiskan Naufal dengan membolos dan memilih bermain basket di lapangan indoor. Dia memainkan bola oranye itu dengan bersemangat sampai lupa waktu.
*
Selamat tahun baru 2023! Semoga tahun ini lebih baik dari sebelumnya.
Jangan lupa follow+vote+komen Puriezt
Yang mau mootualan Ig bisa follow @/rieztniverse atau @/quiriezt yaw.
*
Guyseee jangan lupa mampir ke lapak Yoga di sebelah yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Balloons
Teen FictionKatanya cinta itu buta. Tapi, kenapa fisik selalu jadi penentu utama? * Berawal dari terpaksa nonton futsal, Fia terpesona pada sosok cowok yang dijuluki wink boy dari Kelas Pangeran. Berkat saran dari Sellindra yang sudah terpercaya menjadi Mak Com...