36. Panah Asmara

97 7 0
                                        

“Fia mana?” tanyanya langsung pada Mark yang kebetulan mau keluar. Cowok itu mengangkat bahunya tak tahu dan langsung keluar begitu saja.

Naufal menghela napasnya. Tak ada pilihan lagi, ia melangkahkan kakinya masuk, melihat sekeliling mencari seseorang. Pandangannya berhenti pada Ruby yang lagi tidur dengan tangan yang menopang kepalanya di atas meja.

Ia menghampirinya, menyentuh kepala Ruby pelan dan mendekatkan wajahnya ke telinga cewek itu. “Ruby,” katanya pelan yang mampu membuat Ruby menegakkan tubuhnya dengan cepat sampai menabrak kepala Naufal.

“Eh, Naufal gak apa-apa, kan? Aduh ngagetin aja sih, untung Ruby sehat-sehat aja.” Ruby mengerucutkan bibirnya kesal.

Naufal meringis. “Fia mana?” tanyanya langsung.

Mata Ruby melebar. “Fia nggak ada hubungin Naufal?”

“Enggak.”

Ruby mendekat, berbisik pelan tepat pada telinga Naufal. “Fia lagi sakit, loh, Naufal gak tahu?”

Naufal menegakkan tubuhnya, menatap Ruby tak percaya. “Masa, sih, By? Kemarin aja dia sehat, tuh.”

Ruby menarik Naufal mendekat, cowok itu hanya pasrah saja. “Masa Naufal gak tahu, sih?” tanya Ruby yang dibalas anggukan oleh Naufal.

Ruby melipat tangannya, merajuk. “Ya, udah, Fal cari tahu sendiri aja.”

Naufal menghembuskan napas panjang, ia bahkan tak bisa bertanya pada Ruby, sahabat akrabnya sejak kecil. Ia memilih bangkit. “Ya, udah, By, gue balik dulu,” katanya sebelum berjalan keluar.

Sepanjang koridor Naufal melangkahkan kakinya berat. Ia bingung mau ke mana. Akhirnya kakinya membawanya ke kantin.

Suasana kantin sangat ramai. Bahkan sepertinya memang tak pernah sepi kecuali saat jam pelajaran berlangsung.

Pemuda jangkung itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memindai apakah ada temannya. Ia berjalan menuju meja yang dipenuhi anak laki-laki dan langsung menarik kursi untuknya duduk.

Ia meletakkan kepalanya di atas meja tak semangat. Matanya mulai terpejam sampai sesuatu yang dingin terasa menyentuh pipinya.

Naufal menegakkan tubuh. Dilihatnya sebotol air mineral dingin di atas meja.

“Kenapa lo?” tanya Galang langsung.

“Ya, elah, Fal, lemes aja.” Fardhan menyeletuk tengil.

“Gak dapet jatah lo semalem?” Kevin menyengir lebar saat ditatap San tajam.

“Fia gak masuk,” ucapnya pelan.

“Yah, potek dia.” Orion meledek.

“Ya udah, di sini aja sekalian cuci mata banyak dedek gemes.” Vino terkikik pelan. Dia langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Orion.

“Wah, lo beneran Vino? Vino anaknya Nata? Wahhh, Nata harus tahu gimana kelakuan anaknya pas di kantin,” kata Orion heboh.

“Padahal Nata sayang banget sama lo. Tapi ternyata gini kelakuan lo pas di luar? Ckckck.” San menggelengkan kepalanya menatap Vino tak percaya.

Vino memiliki wajah yang imut. Cenderung polos dan mudah dipengaruhi oleh temannya yang lain. Nata jadi tak tega ketika cowok itu menghadapi kerasnya kehidupan anak IPS 4. Jadi Nata melindunginya, membuat cewek itu jadi mendapat julukan sebagai emaknya Vino.

Yoshi memukul punggung Naufal keras. “Masih belum jadi pacar udah loyo aja lo. Gimana ntar pas jadi pacar? Temen gue calon-calon bucin, nih, kayaknya.”

Naufal mengaduh kesakitan dan menatap Yoshi tajam. “Mau gue tembak, tapi dianya gak suka jadi pusat perhatian,” katanya mengadu dengan bibir yang dimanyunkan.

Alaska refleks menggeplak kepala Naufal. “Jijik gue.” Alaska memang suka diam saat bersama dengan temannya. Tapi, sekalinya bicara hanya perkataan pedas yang keluar. Dia mampu menyaingi Lucky. Temannya yang lain sering menjuluki mereka duo boncabe.

“Ahh ... mau dong ditembak sama kak Naufal,” kata Kenzie dengan nada dibuat-buat.

“Uhh ... tembak aku Kak,” kata Vino ikutan.

“Aww, tembak hati aku Kak.” Cakra juga ikutan.

“Aduh, jangan meleset Kak,” kata Eric.

“Ssstt, jangan keras-keras,” celetuk Yohan sambil meletakkan telunjuknya di bibir.

Alaska bergidik geli. “Eww, jijik gue dengernya.”

Galang bangkit. “Udah, ah, gue mau cabut, geli semeja bareng kalian.”

“Ya elah, Lang, tiap hari juga duduknya sama mahoan masa belum kebal?” Orion mencibir.

Naufal menggebrak meja dengan keras. “Fokus ke gue dulu goblok!”

“Samperin rumahnya,” kata Nathan tenang.

Fardhan mengangguk. “Hm, bawain banana cupcake menu andalan Banana Cafe.”

Kevin menggeleng, melempar saudara kembarnya dengan kulit kacang yang habis dia makan. “Bawain buah, lah, goblok.”

“Lah, lo kata dia sakit?” tanya Fardhan bingung.

Chat aja wa nya,” sahut Nathan sambil mengambil kacang milik Kevin.

“Telepon aja biar cepet,” celetuk Kenzie.

“Gue kagak ada nomernya,” ucap Naufal pelan. Cowok itu terlihat berantakan.

Cakra menepuk dahinya. “Terus selama ini lo deket gara-gara apa anjing?”

“Tahu, ah, ngomong sama monkey, ya, kayak gini.” Niken menggeleng-geleng menatap Naufal prihatin.

Naufal memanyunkan bibirnya. “Ck, ah, gue minta solusi.”

Galang berdiri, membuatnya jadi pusat perhatian temannya. “Ntar balik kita latihan futsal sama basket buat lomba ke luar kota.”

Naufal mengacak rambutnya frustrasi. Masalahnya belum mendapat penyelesaian, kini dia malah harus ikutan futsal buat lomba.

BalloonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang