Author pov.
Akhirnya setelah satu minggu berada di Paris, lia kembali juga ke Korea untuk melanjutkan aktivitasnya sebagai mahasiswa.Baru saja menginjakkan kaki di kampus, lia sudah disibukkan oleh beberapa tugas.
Karena bukan lia namanya jika hidupnya tidak ada tugas."Sunbae!"
Di saat lia sedang berjalan menuju ke kelas sambil fokus dengan ipad di tangannya, tiba-tiba saja ada seseorang yang muncul di sebelahnya.
Lia langsung menghembuskan nafasnya seperti orang kelelahan ketika mengetahui siapa orang itu.
Ya kalian pasti udah tau lah siapa yang selalu muncul di hadapan lia dan manggil lia sunbae.
Siapa lagi kalau bukan winter sonata.
"Baru juga balik, kenapa orang pertama yang muncul di hadapan gue harus lo ?"
"Ehehe itu namanya takdir, emang sunbae abis dari mana ?"
"Kepo banget gila." Dengan acuh lia menjawab pertanyaan winter tanpa mengalihkan pandangannya dari ipad di tangannya.
"Udah tua, judes pula."
"Apa lo bilang ?"
Giliran dikatain aja langsung noleh ke winter.
Emang kayaknya yang suka menciptakan peperangan tuh si juleha. Udah lah ga usah jauh-jauh sama orang lain, sama pacarnya aja gelut mulu."Eh engga kok sunbae ehehehe, salah denger kali, orang aku ga mgomong apa-apa."
"Lo ngapain sih ngikutin gue terus ?"
"Dih, yang ngikutin juga siapa ? Kan hari ini kita sekelas."
"Sekelas ? Lagi ?"
Winter menjawab pertanyaan lia dengan anggukan kepala.
"Pak taehyung punya masalah apa sih kok hobby banget gabungin kelas ? Bosen gue liat wajah nih anak terus."
"Eyy jangan gitu lah, wajah secakep ini ga mungkin ngebosenin. Yang ada bikin jatuh cinta itu iya."
"Jatuh cinta ? Sama siapa ? Lo ? Sorry not sorry ya, di dalam mimpi lo aja hal kayak gitu terjadi."
Ketika mereka sudah memasuki kelas, lia kembali menghembuskan nafasnya dengan malas. Karena, hanya sisa dua bangku kosong, dan itu bersebelahan. Jadi mau tidak mau, sepanjang kelas hari ini lia harus menyiapkan jiwa, raga, hati, dan pikiran karena pasti Kim Minjeong tidak akan membiarkannya hidup dalam ketenangan.
"Sunbae, punya pensil lebih ga ? Aku lupa ga bawa nih."
"Ada."
Dengan sedikit kasar dan tidak ada lembut-lembutnya sama sekali, lia meletakkan pensil miliknya di hadapan winter.
"Penghapus ?"
Ya kan, baru juga beberapa detik mereka duduk, si winter udah bikin kepala lia cenut-cenutan.
"Ada! Nih! Apa lagi ?! Lo semenit aja ga ganggu hidup gue ga bisa ya ?"
"Hmm..
Kalau pacar ?"Pertanyaan winter kali ini berhasil membuat lia menatapnya dengan memicingkan mata dan terheran-heran.
Iya, heran, si winter ini beneran ga tau atau cuma pura-pura ga tau.