39. RASANYA SAKIT

4K 289 28
                                    

Pagi ini, Adit datang kesekolah terlambat karena suatu hal. Membuat lelaki itu harus mendapat hukuman lari lapangan 15 putaran, seperti biasa. 

Dengan wajah dinginnya, Adit mulai membuka kancing baju seragamnya.

Manik Bu Milah melebar dengan refleks menutup matanya, namun membiarkan sedikit celah agar masih bisa melihatnya. "Eh, ngapain kamu buka baju?."

Adit menatap Bu Milah dengan malas. "Nanti bajunya basah keringet, emang ibu mau ngeringin?."

Adit menyimpan seragamnya diatas tas, menyisakan kaos dalam putih yang begitu jelas mencetak tubuhnya yang atletis.

Bu Milah menatap Adit yang sudah menjalankan hukumannya seorang diri. Ya seorang diri, itu yang membuat Bu Milah menatapnya seperti ada yang kurang dan tidak lengkap.

Kemana para sohibnya, tumben sekali tidak bersama membuat keributan. Tak apa, setidaknya Adit lebih waras dan tidak terlalu banyak menguras tenaga dan emosi dari pada ke empat sohibnya yang tingkat gilanya sudah melebihi batas hingga membuat Bu Milah selalu darah tinggi dan juga kelelahan dibuatnya.

Sepertinya memang Bu Milah tidak bisa dibiarkan untuk tenang barang sebentar saja. Panjang umur pada para sohibnya Adit, baru saja dibicarakan diam – diam. Dipojok lapangan mereka sedang melambaikan tangannya dengan senyum yang begitu menyebalkan. Dan lebih menyebalkan lagi ketika mereka mulai berlari kecil menghampirinya sembari bernyanyi.

PAGIKU CERAHKU

MATAHARI BERSINAR

KU GENDONG TAS HITAMKU DIPUNDAK

SLAMAT PAGI BU MILAH, KU NANTIKAN DIRIMU

DIPINGGIR LAPANGAN MENANTIKAN KAMI

BU MILAH TERSAYANG, BU MILAH TERCINTA

TANPAKU, IBU GADA KERJAAN

TAK BISA BUATMU TENANG, HANYA BUATMU MARAH

GURUKU TERIMA KASIHKU

Cukup sudah. Bu Milah sudah lelah dengan semua tingkah mereka yang selalu diluar nalar.

"Selamat pagi dunia tipu – tipu."teriak Bara ditengah lapangan sembari merentangkan tangannya, menghirup udara dengan senyumannya, tak memperdulikan Bu Milah yang menatapnya dengan datar.

"Selamat pagi BuMil, awali pagimu dengan senyuman."ujar Rey sambil menarik kedua sudut bibirnya, membentuk bulan sabit.

"Asem banget sih Bu kalo ketemu kita."kata Darrel saat melihat wajah masah Bu Milah.

Gerry mengangguk, "Keep smile dong Bu. Senyum itu kan ibadah, barang kali ibadah ibu kurang. Jadi Ibu harus senyum terus buat nambahin ibadahnya yang kurang."ujar Gerry membuat Bu Milah menatapnya dengan tajam. Gerry membalasnya dengan cengiran bodohnya. "Damai Bu hehe."

Bu Milah menatap mereka yang masih menyampirkan tas hitamnya. Itu artinya, mereka telat masuk dan harus mendapat hukuman seperti Adit bukan?

"Kenapa bisa telat?."tanya Bu Milah pada mereka.

"Karena kita telat datangnya Bu."jawab Bara.

"Aw.."ringis Bara saat telinganya diputar oleh Bu Milah.

Gerry, Rey dan juga Darrel hanya tertawa melihat Bara menderita. Tertawa diatas penderitaan memang sungguh bahagia.

Bara mengusap telinganya yang panas, lelaki itu kemudian berbisik pada Gerry. "Emang gue salah ngomong ya?."bisik Bara bertanya.

Gerry terkekeh, tidak ada yang salah dengan ucapan Bara. Hanya otak Bara yang terlalu smart. "Enggak, lo gak salah. Ucapan lo aja yang kurang tepat."balas Gerry berbisik.

AFFRAY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang