9. NGAPEL

10.1K 587 5
                                    

Semilir angin mengayunkan beberapa rambut sang gadis pemilik berambut sebahu. Setelah lelaki menyebalkan yang selalu membuat hatinya berdesir itu mengantarkannya pulang, gadis pemilik rambut sebahu itu tidak hentinya untuk tersenyum.

Langit malam selalu indah dengan taburan bintang juga sang bulan sebagai penerang. Angin malam yang menyapa kulitnya ia hiraukan. Sudah kebiasaannya jika malam ia akan keluar balkon lalu menatap langit.

Menurutnya, menatap hamparan bintang juga sang bulan itu menenangkan. Ditambah dengan semilir angin malam sebagai pelengkapnya.

Sebenarnya angin malam tidak baik untuk kesehatan. Tetapi, gadis itu hiraukan.

Syarlin masuk kedalam kamarnya tak lupa menutup jendela balkonnya. Ia menghampiri ponselnya yang berdering.

Nama sang Papa tertera dilayar ponselnya. Gadis itu menghela napas, memilih membiarkannya.

Tenggorokannya terasa kering, ia pergi kedapur untuk mengambil minum.

Ia menuangkan air itu kedalam gelas. Dering ponselnya kembali berbunyi, atas nama yang sama. Syarlin hiraukan kembali.

Gadis itu mulai menegukkan air yang ada didalam gelas tadi, ponselnya kembali berdering. Gadis itu jengah, memilih mengangkat telponnya tanpa melihat nama yang tertera dilayarnya. Gadis itu sudah tahu. Itu pasti papanya.

Gadis itu menempelkan ponselnya ke telinga. "Kenapa pa--."suaranya terhenti saat sang penelpon memotong ucapannya.

"---Alin."

Gadis itu tersedak minumnya ketika tahu siapa penelponnya.

"Bara. L-lo ngap-pain telpon gue?."

"Ponsel - ponsel gue, pulsa - pulsa gue juga. Terserah gue dong."

Syarlin berdecak. Sifat menyebalkan laki - laki itu telah keluar. Ia tak akan memperpanjang masalah Bara yang menelponnya. Terlalu malas untuk berdebat, lelaki itu selalu menjawab dan tak mau kalah.

"Ada apa?"

"Enggak."jawabnya lalu terkekeh.

Syarlin mendengus kesal, lebih baik ia mematikan telponnya. Malas meladeni Bara yang tidak jelas.

Gadis itu menaruh gelasnya kembali lalu pergi kekamar. Ponselnya kembali berdering, gadis itu mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera dilayar nya lagi. Ia sudah tahu, pelakunya pasti Bara Sadewa. Lelaki itu selalu merusuhkan hidupnya.

"Kenapa lagi Bar--."

"Alin."

Syarlin melotot, ia menjauhkan ponselnya dari telinganya. Melihat nama yang tertera dilayarnya.

Gadis itu menepuk dahinya merasa malu. Lalu kembali mendekatkan ponselnya ketelinganya karena si penelpon terus memanggilnya.

"Papa. Ada apa?."

"Bar, siapa lin?."

"Bukan siapa - siapa. Ada apa Papa telpon, tumben?."Syarlin terkekeh miris.

"Papa dapet telpon dari wali kelas kamu. Katanya kamu bolos hari ini. Kemana kamu? Ngapain aja?."

"Bukan urusan Papa."

"Alin, Papa tanya serius. Kenapa kamu tadi bolos?."

"Alin juga serius, itu bukan urusan Papa."

"Jelas jadi urusan Papa, karena kamu anak Papa."

Syarlin terkekeh sinis, "Anak? Hahaha. Anak Papa Alin atau pekerjaan?."

AFFRAY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang