"Hidup hambar tanpa sikap bar-bar"-Geng Brital.
***
Suara jam weker mengalahkan indahnya mimpi. Matahari sudah mulai akan bersinar terang, bahkan ayam yang berkokok pun sudah mencari makanannya. Tapi masih ada seseorang yang enggan meninggalkan sang kekasihnya, bahkan lelaki itu tidak rela untuk pergi, ia sudah terlalu nyaman dengan hangatnya gulungan selimut yang menutupi badannya.Suara ketukan, guncangan dilengan dan bahunya, serta suara pekikan Bi Iyem sang pembantu gaul dirumahnya dianggap angin lewat begitu saja. Terkecuali pekikan dari sang Bunda tercinta, bahkan suaranya mengalahkan dahsyatnya petir yang bergesekan dengan awan hitam. Seperti sekarang,
"BARA SADEWA BRAMANTHA... BANGUN ATAU BUNDA KUBURIN."
Bara terlonjak kaget mendengar pekikan sang Bunda, oh lebih tepatnya perkataannya yang membuat dirinya terpaksa bangun.
Bara memandang sebal Bundanya, "Bunda kalo ngomong seenaknya aja, masa iya mau nguburin anak ter unch nya ini."ucap Bara mengambil handuk sambil mengerucutkan bibirnya.
Anin sang Bunda hanya memutar bola matanya malas. Kemudian keluar menyiapkan makanan untuk sarapan pagi.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya dan sudah rapi dengan seragam yang melekat pada tubuhnya yang atletis, lelaki itu mengambil jaket kulit kesayangannya dan memakainya. Kemudian bercermin, "Gila. Lo ganteng banget Bar, parah."monolognya saat melihat pantulan dirinya dikaca.
Kemudian Bara keluar kamar dan menuruni tangga sambil menyugar rambut coklatnya. Namun naas ditangga terakhir, Bara tersungkur kedepan.
"GARAAAAA,"teriaknya kesal saat tahu penyebab tersungkurnya adalah adiknya sendiri. "Awas lo ya, gue sate daging lo."sambung Bara setengah menahan kesal.
Bara mendelik tak suka. Masih pagi dan adiknya sudah mencari ribut? Anggara Falenio Bramantha, Bocah berumur 7 tahun yang kini menduduki bangku kelas 1 Sekolah Dasar tengah menertawainya bukan menolongnya. Namanya sangat pas dengan karakter orangnya yang suka mencari gara-gara. Untung Adik, coba kalau bukan sudah Bara ajak gelut dilapangan komplek rumahnya.
"Ya lagian abang mau injek sepatu kesayangan Gara."ucap Gara dengan sisa kekehannya.
Bara menatap tajam adiknya, "Sepatu kan ya emang buat di injek, pinter!."
"Cuma Gara yang boleh injek sepatu ini. Orang kaya abang gaberhak injek sepatu mahal."kata Gara dengan nada angkuhnya, ia mengusap - ngusap sepatunya dengan penuh sayang dan kembali memakainya.
Anin yang melihat keributan kedua anaknya hanya menggeleng kepalanya pelan, rumahnya menjadi hidup dengan keributan yang diciptakan kedua anaknya. Pelengkap hidup yang indah.
"Sudah ributnya, sini sarapan."panggil Anin kepada kedua anaknya, jika tidak ada yang menengahi, sampai upin-ipin lulus Sarjana pun mereka tidak akan berhenti bertengkar.
"Bundaaa, bangunin."rengek Bara dengan manja.
Jika anggota Brital melihat Bara yang seram ketika turun kejalanan, yang disegani anak Cendrawasih karena kebringasannya, merengek manja pada Anin. Sudah dipastikan ia dibully habis-habisan.
Gara yang melihat itu berdecih sinis, "Ketua geng kok manja."
Bara mendelik tak suka, "Suka - suka gue lah, sirik aja lo bocah!."balas Bara kesal.
"Sudah ributnya, cepat sarapan. Bunda panggil Ayah dulu."ucap Anin menengahi perdebatan kedua anaknya.
Nyatanya selepas Anin pergi pun Bara dan Gara masih saja ribut sebelum ada yang mengalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFFRAY (END)
Jugendliteratur[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [REVISI DIVERSI CETAK] Ini cerita Bara Sadewa Bramantha, Ketua geng BRITAL yang disegani seantero sekolah padahal Bara hanya manusia biasa sama seperti mereka. Dengan segala kerusuhan, kekonyolan, dan segala hal yang berbau...