“Eren!”
“Lihat! Itu Eren!”
“Kyaaa!!!! Eren!!”
Suara teriakan heboh para anak cewek terdengar ketika seorang laki-laki berambut cokelat dan memiliki mata indah yang berwarna emerald memasuki wilayah SMA Shingeki, sebuah sekolah ternama di distrik Trost, Paradise.
“Berisik sekali,” gumam Eren dalam hati sembari menyumpel telinganya dengan headset.
Namanya adalah Eren Jaeger, seorang laki-laki remaja berusia 15 tahun yang baru saja menduduki bangku kelas 1 SMA. SMA Shingeki, sekolah impian Eren sejak dia kelas 2 SMP namun tentu saja sebelum masuk ke sekolah ini ia harus berdebat panjang dulu dengan ibunya, sedangkan sang ayah, setuju saja anak tunggalnya mau masuk ke sekolah manapun asalkan Eren, tetap menjaga pergaulannya.
“Itu karena kau populer Eren, cewek satu sekolah mengenalmu,” ujar seorang gadis yang berjalan tepat di samping cowok itu.
Mikasa Ackerman, seorang gadis remaja yang berusia 15 tahun, teman Eren sejak kecil. Ketika tahu Eren memilih untuk masuk ke SMA Shingeki, Mikasa juga ikut-ikutan ingin masuk tentu saja dengan alasan, Eren tidak akan bertahan lama kalau tidak ada dirinya.
“Iya, tapi gak kayak gini juga! Masa' tiap hari harus denger nama gue diteriak-teriaki, sakit kuping gue lama-lama,”
“Udah, abaikan aja, anggap kayak radio rusak,” usul Mikasa yang tersenyum kecil.
•••
“Selamat pagi,” sapa Eren dan Mikasa bersamaan ketika masuk ke kelas.
“Pagi juga,” balas seorang gadis sambil memakan kentang rebus.
Namanya Sasha Brause, gadis remaja yang memiliki warna mata dan rambut yang sama, yaitu cokelat. Rambutnya selalu diikat, menyisakan bagian samping dan sedikit poni, ia menjadi salah satu teman dekat Mikasa di kelas. Sasha memiliki kepribadian yang gaul, lucu, eksentrik, dan memiliki kecintaan yang tinggi terhadap makanan, terutama kentang rebus.
“Selamat pagi,” sapa Sasha sekali lagi saat ada seorang laki-laki botak yang masuk.
“Selamat pagi, juga. Kentang rebusnya masih ada gak? Gue mau dong satu, soalnya tadi gak sempat sarapan,”
“Ada nih, ambil aja,”
“Makasih Sasha! Makin sayang gue sama lo,”
Nama cowok itu adalah Connie Springer, cowok botak yang mendapat gelar sebagai pelawak kelas, kepribadiannya juga tidak berbeda dengan Sasha. Intinya Sasha dan Connie, dua orang yang mirip kutub utara dan kutub selatan, selalu berdua kapanpun di manapun.
“Gaes!” seru seorang laki-laki yang terlihat panik. Di depan kelas ada dua anak laki-laki yang saling bergandengan tangan. Yang satu memasang wajah panik dan yang satunya lagi memasang ekspresi pasrah.
“Apa?! Nih anak datang-datang bukannya assalamualaikum malah nunjukin ekspresi panik, lo kenapa?” tanya Connie yang baru selesai melahap habis kentang rebusnya.
“Udah bel belum?” tanya Jean, cowok yang memasang wajah panik.
“Belom, palingan 3,5 menit lagi,” jawab Sasha santai.
“Tuh 'kan! Gue bilang juga apa! Selo aja, gak bakalan terlambat,” protes Marco, cowok yang tangannya dipegang Jean.
“Kan gue gak tau,” lirih Jean malu.
“Kita udah sampe kelas nih, jadi lo sampe kapan mau pegang tangan gue, hah?!” tanya Marco yang merasa jengkel.
“Oh iya maaf,” Jean langsung melepas genggamannya hingga menimbulkan bekas merah di pergelangan tangan cowok itu. Marco mendengus, mencoba untuk sabar dan berjalan menuju kursinya.
“Tangan lo kenapa, Mar?” tanya Eren saat cowok itu meletakkan tasnya.
“Tangan gue dipegang sama si Jean, pas gue lagi santai-santai jalan menuju kemari eh tuh anak malah nyambar tangan gue sambil teriak, “Mar! Kita udah terlambat, bego! Lo santai banget sih!” padahal gue yakin gak bakalan terlambat, yaudah terus gue dibawak lari sama tuh anak. Mana larinya kayak kuda beneran pula,” keluh Marco yang langsung duduk.
“Hahahaha, dia 'kan emang gitu. Gak dapet Mikasa, lo pun diembat sama dia,” celetuk Eren yang tertawa.
“Lo bilang apa barusan?” tanya Jean yang mengalihkan pandangannya, menatap sinis ke Eren.
“Gak bilang apa-apa, mau tau aja urusan orang, dasar kuda kepo!”
“Ap–”
“Oi, mau sampai kapan kau menghalangi jalanku?”
Ucapan Jean terpotong saat Annie sedari tadi berdiri di belakangnya. Mata abu-abu gadis itu menatap sinis Jean seolah mengatakan, menyingkirlah dari hadapanku.
“Eh, Annie rupanya. Silahkan,” ujar Jean yang merasa gugup ketika ada gadis itu. Annie, si gadis pendiam yang suka menyendiri di kelas seperti mengeluarkan aura hitam dari tubuhnya ketika langkahnya terhalangi oleh Jean.
Tanpa banyak bicara gadis langsung lewat dengan menundukkan wajahnya.
“Seram … untung cantik,” batin Jean dalam hati.
•••
Teeettt … teeettt … teeettt
Bel istirahat berbunyi, membuat seluruh siswa yang sudah kelaparan langsung bergegas menuju kantin, termasuk Sasha yang menjadi siswa pertama yang keluar menuju tempat itu.
“Eren, kamu gak ke kantin?” tanya Mikasa yang menghampiri cowok itu.
Eren melepas headsetnya. “Enggaklah, gue males diteriaki lagi,”
“Emang kau gak lapar?”
“Emmn … lapar sih, lo mau ke kantin?” Eren bertanya balik.
Mikasa mengangguk.
“Mau gue temani?”
Tanpa menunggu jawaban, Eren langsung bangkit dan bersama Mikasa, mereka berdua berjalan menuju kantin.
Banyak pasang mata yang melihat mereka dan merasa iri dengan Mikasa, berjalan di samping Eren merupakan impian yang selalu didambakan setiap anak cewek di SMA Shingeki.
Mereka pun sampai, Eren langsung melihat ke melonpan¹ yang ternyata tinggal satu. Dengan cepat, cowok itu langsung mengambilnya.
“Erenn!!”
“Hai Eren!”
Astaga, apakah sulit mendapatkan ketenangan di sekolah ini? Tidak bisakah dirinya diperlakukan biasa saja? Kenapa menjalani kehidupan normal bisa sesusah ini?
Baru saja rasanya Eren bernafas lega ketika tak ada yang meneriaki namanya, namun kelegaan itu langsung lenyap saat ada sekelompok anak cewek yang berteriak-teriak memanggilnya. Eren menoleh dan membuat sekelompok anak cewek itu berteriak kegirangan.
“Ah! Dia melihat ke sini!”
“Kyaaa Erenn!”
“DIAMLAH!” bentak Eren yang langsung membuat para anak cewek itu diam seketika, namun sekarang seisi kantin malah menatap ke arahnya.
Sudah lama sekali ia ingin mengatakan itu, namun saat sudah berhasil diucapkan, ia malah semakin menjadi pusat perhatian.
“Eren,” panggil Mikasa pelan sambil memegang seragam bagian pinggang cowok itu.
“Oi, bocah! Apa kau yang berteriak tadi?” tanya seorang senior yang berjalan ke arahnya. “Suaramu terdengar hingga ke kelasku,”
Eren menelan ludahnya, senior yang paling disegani sudah datang. Tamat sudah riwayatnya.
–Dandelion–
Bersambung …
Nb:
1. Melonpan atau ditulis melon pan adalah roti manis berupa roti berlapis adonan biskuit di atasnya. Meskipun disebut roti melon, roti ini sama sekali tidak rasa melon, hanya saja bentuknya bundar serta bagian atas roti mirip kulit melon.Budayakan vomen dan ditunggu vomen kalian, jangan jadi silent reader ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion ✓
Random[Book One] [Complete] Ikuti alurnya, seperti Dandelion yang tidak pernah memprotes ke manapun angin membawanya pergi. Di depan semua orang ia mengakui bahwa dirinya menyukai Eren Jaeger sebagai keluarganya namun jauh di dalam relung hati terdalam ia...