32. Where is Eren? (1)

587 63 6
                                    

Siang ini, sesuai yang dikatakan Colt tadi pagi, teman-temannya sudah datang dan sekarang menemaninya di ruangan itu. Armin memotong apel lalu memberikannya ke Mikasa, sedangkan Annie mengupas jeruk lalu mereka memakannya bersama-sama. Satu untuk semua.

Di ranjang, ada Sasha yang asyik berceloteh ria, lalu karena sudah kehabisan tempat duduk, para laki-laki kecuali Armin duduk di lantai membentuk lingkaran, lalu bermain kartu. Sedangkan Colt pulang untuk membersihkan diri dan akan segera kembali.

“Bagaimana keadaanmu sekarang Mikasa?” tanya Jean yang fokus dengan permainannya.

“Sudah sedikit lebih baik daripada semalam,” jawab gadis sambil tersenyum. Wajahnya sudah tidak terlalu pucat lagi, hanya saja tubuhnya terlihat lebih kurus dan masih sedikit memprihatinkan. “Eren … apa kalian sudah bertemu Eren?” lagi-lagi itu yang ditanyakan. Ia heran, karena sampai detik ini ia masih belum bertemu dengan Eren.

“Eren, dia baik-baik saja kok,” jawab Connie cepat.

“Kenapa dia tidak pernah mengunjungiku? Apa dia tidak tahu kalau aku ada di sini?”

“Itu …,”

“Eren sekarang berada di Paradise, Mikasa. Sedang … membagikan kartu undangan pernikahan kalian. Ya, mungkin dia tidak tahu kondisimu karena kami tidak ingin membebani Eren,” Armin berbohong. Dan inilah pertama kalinya ia berbohong ke sahabatnya, Armin merasa sangat berdosa karena sudah membohongi Mikasa. Seharusnya sekarang gadis itu sudah mengetahui bagaimana keadaan Eren, tapi keluarganya bersikeras melarang. “Maaf Mikasa,” batin Armin.

“Kartunya sudah selesai dan sedang dibagikan? Aku tidak tahu kalau akan selesai dalam waktu singkat,” Mikasa percaya karena Armin tidak mungkin berbohong padanya. “Pasti Eren kelelahan karena mengurus semuanya sendirian 'kan?”

Mikasa menunduk, dia merasa bersalah. Kalau saja saat itu dia lebih berhati-hati, tentu saja ia tidak duduk-duduk santai di rumah sakit sedangkan Eren sibuk mengurus pernikahan mereka.

“Lo kayak gak tau Eren aja,” tukas Jean. “Eh katanya Erwin–san dan Hange–san mau ke sini ya?”

“Kayaknya,” jawab Annie.

“Mereka di Marley?” tanya Mikasa.

“Iya, karena mereka membuka cabang mereka di sini, kau tau? Restoran tempat Eren melamar lo itu kan punya mereka,” jelas Jean yang kemudian menaruh semua sisa-sisa kartunya sekaligus. “Skakmat! Gue menang!”

“Benarkah? Kalo restorannya punya mereka berarti …,”

“Iya benar Mikasa, berarti punya Levi juga,” tiba-tiba datang seorang wanita berambut cokelat diikat kuncir kuda dengan sedikit poni di depannya, di belakangnya ada seorang pria tinggi berambut pirang bermata biru sambil menggendong seorang anak.

“Hange-san?” mereka semua terkejut.

“Yo Mikasa, bagaimana kabarmu?” atmosfer di ruangan itu seketika berubah ketika seorang Hange Zoe yang kini sudah menjadi Hange Smith masuk ke ruangan mereka.

“Ah kabarku baik, Hange–san, apa dia …?”

“Yap benar, dia anak kami. Namanya Hugo Smith, usianya baru 2 tahun,”

“Aaaaa, imuuttt sekali! Erwin–san, Sasha boleh gendong gak?” mata cokelat Sasha berbinar ketika melihat seorang anak laki-laki berambut pirang bermata biru juga, secara fisik anak itu khas duplikatnya Erwin namun entahlah kalau dengan sifatnya, meriah seperti Hange atau tenang juga seperti Erwin. Dilihatnya lekat-lekat Hugo, dan kalau semakin dilihat wajahnya semakin terlihat imut saja.

“Tentu, tapi jangan sampai dia menangis ya. Karena dia takut kalau bertemu orang baru,” Erwin pun memberikan anaknya ke Sasha, dan anaknya itu langsung dihadiahi pelukan, beberapa ciuman di pipinya, dan cubitan gemas untuk seorang Hugo Smith, dan anehnya anak itu tidak menangis sama sekali. Justru ia tertawa ketika bersama mereka.

Dandelion ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang