Setengah jam kemudian.
Colt baru saja tiba dan ia membantu memasukkan koper dan tas Mikasa ke bagasi, lalu membukakan pintu mobilnya, mempersilahkan Mikasa masuk. Mikasa memperhatikan Colt yang masih lengkap dengan setelan kantorannya, hanya saja, ia sudah melepas ikatan dasi hitamnya dan satu kancing teratas kemejanya dibuka, menghilangkan rasa gerah.
“Colt, kau baru pulang kerja?” Mikasa bertanya, terlebih saat ia melihat rambut Colt yang berantakan.
“Enggak, udah dari setengah jam yang lalu. Begitu pekerjaanku selesai aku langsung mandi dan menjemputmu, kau tau? Di ruanganku, aku juga punya kamar sendiri, sebenarnya untuk jaga-jaga kalau misalnya aku lembur. Lalu sebuah ide cemerlang muncul di kepalaku, lalu aku minta dibuatkan kamar lengkap dengan fasilitas untuk mandi,” jelas Colt panjang lebar sambil terus fokus menyetir.
Mikasa hanya manggut-manggut, lalu ia membuka galeri foto di ponselnya, melihat satu-persatu foto kenangannya dengan Eren yang jumlahnya lebih dari seratus itu. Ada banyak foto yang menurut Mikasa bagus dan unik, mulai dari Eren tidur sambil ngences, belajar bersama di perpustakaan distrik Trost, Eren memegang sapu lalu bergaya seperti main gitar, bukan gitar biasa, melainkan seperti memegang gitar listrik. Foto Eren yang seperti terbang di udara sambil memegang bola basket, sebenarnya foto itu didapat saat ada pertandingan basket dengan siswa SMA dari Distrik Karanes. Eren yang melompat hendak memasukkan bola ke keranjang, dapat difoto dengan timing yang pas. Sehingga terlihat seperti Eren terbang di udara. Lalu ada Eren yang menangis karena tidak bisa turun dari lemari yang dipanjatnya, sehingga harus menunggu Grisha pulang barulah Eren bisa turun. Dan satu-satunya foto yang paling berkesan menurut Mikasa, yaitu foto Eren saat dimandikan oleh ibunya. Tentu saja, karena itu adalah hasil jepretan diam-diam.
Mikasa masih sangat ingat bagaimana kejadian ini terjadi, terjadi saat mereka masih berusia 12 tahun. Dimulai dari Eren yang dapat hadiah berupa sepeda baru dan di sore harinya ia memutuskan untuk balapan sepeda dengan anak-anak lain di Shiganshina. Eren yang memimpin balapan mereka, melaju terlalu kencang hingga tidak mengerem hingga akhirnya ia keterusan dan masuk ke parit. Eren pergi dalam keadaan wangi baru mandi, pulang-pulang bau parit dan dalam keadaan menangis juga karena ia sedikit terluka.
Lalu ia disuruh mandi oleh Carla, namun saat selesai mandi, bau parit masih lengket di tubuh Eren hingga akhirnya sang ibu turun tangan memandikannya. Eren didudukkan di bathtub yang penuh dengan busa, begitupun dengan kepalanya. Mikasa yang tidak mau kehilangan kesempatan, langsung saja memotret Eren.
Kejadiannya sudah sangat lama namun fotonya masih ada Mikasa simpan, dan sesekali menjadi bahan hiburannya.
Tanpa sadar, senyum Mikasa mengembang. Colt melihat ke samping kirinya memperhatikan Mikasa yang tengah tersenyum sambil terus fokus dengan ponselnya. “Kau kenapa?” tanya Colt yang sekarang konsentrasinya terbagi dua, melihat ke jalanan dan sesekali melihat Mikasa.
“Aku tersenyum karena melihat foto ini,” tunjuk Mikasa yang menunjukkan foto Eren saat masih kecil.
“Eh, lucu sekali. Siapa anak itu?”
“Anak ini sebaya kita. Namanya Eren, Eren Jaeger,”
“Oh Eren, laki-laki yang selalu kaucintai itu … tunggu! Marganya Jaeger? Jaeger?” tanya Colt spontan yang langsung menepikan mobilnya ke bahu jalan. Dia terlalu syok saat mendengar marga Jaeger.
“Iya, emang kenapa?”
“Aku kenal seseorang dengan marga yang sama dengannya. Namanya Zeke Jaeger, apa mereka bersaudara? Bukan kandung sih, lebih tepatnya saudara tiri,”
“Iya, dan aku sudah pernah bertemu dengannya,”
“Benarkah? Pasti hal pertama yang kau bayangkan darinya pasti dia sudah tua 'kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion ✓
Random[Book One] [Complete] Ikuti alurnya, seperti Dandelion yang tidak pernah memprotes ke manapun angin membawanya pergi. Di depan semua orang ia mengakui bahwa dirinya menyukai Eren Jaeger sebagai keluarganya namun jauh di dalam relung hati terdalam ia...