Keesokan harinya.
Pagi ini, matahari bersinar tidak terlalu cerah, cahayanya redup terhalangi langit kelabu. Rata. Di mana-mana hanya ada langit putih. Udara pagi ini juga jauh lebih dingin dari biasanya, menambah kesan kalau hari ini pasti akan turun hujan lagi. Pasti!
Mikasa sedang memasukkan banyak-banyak pakaiannya ke sebuah koper, untuk pergi ke Marley sore nanti. Ia tidak tahu akan berapa lama berada di negara itu, yang jelas pasti lebih dari seminggu. Hari ini juga Colt belum ada memberi kabar apapun padanya walaupun dia sudah bilang ingin berkunjung dulu ke kediaman Kiyomi Azumabito sebelum mereka ke bandara, dan laki-laki itu sudah setuju namun ia tidak memberitahu kapan mereka pastinya mereka akan berangkat.
Setelah selesai dengan urusan bajunya, Mikasa beralih ke tas yang lebih kecil yang dikhususkan untuk oleh-oleh khas Hizuru yang ingin dia berikan ke keluarga Colt nanti, terutama dengan Falco, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anak laki-laki itu.
Memang tidak banyak yang ia berikan, selain gerabah dari tanah liat, tas kulit bermotif unik, dan pernak-pernik lainnya. Untuk si Falco, Mikasa akan memberikannya cokelat, keripik dengan rasa khas Hizuru, sepatu dan beberapa buku. Mungkin terasa aneh, memberikan oleh-oleh berupa buku tapi bagaimanapun juga buku itu penting! Bahkan ia masih ingat, saat pertama kali Zeke datang ke rumahnya dan memberikannya hadiah berupa buku juga, dan sampai sekarang buku dari Zeke mendapatkan tempat tertinggi di kamarnya. Tepatnya di atas lemari dalam sebuah kotak yang bertulisan kenangan Paradise. Yosh! Semoga mereka akan menyukai oleh-oleh dari Mikasa.
Tiba-tiba ponsel Mikasa menyala, menampilkan 3 pesan baru dari Colt. Mikasa meraih benda pipih itu lalu duduk sambil membaca pesan dari temannya itu.
Colt:
|Aku akan menjemputmu jam 4 sore dan kita mampir dulu ke kediaman Azumabito
|Jam 5 sore kita berangkat ke bandara, jadi santai saja.
|Tidak usah dibalas, dan aku akan menghubungimu lagi nantiMikasa membacanya dalam hati dan setelah selesai ia mencampakkan ponselnya itu ke ranjangnya, tinggal menunggu panggilan dari Colt yang tinggal hitungan jam.
“Sudah selesai,” batin Mikasa yang kemudian menarik resleting kopernya dan meletakkannya di dekat pintu kamar, dan tas yang ukurannya lebih kecil itu si atas kopernya.
Mata obsidian itu melihat ke setiap sudut kamarnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Tidak ingin terlalu lama bersedih. Lagipula untuk apa bersedih? Toh nanti juga ia akan kembali lagi ke sini.
Mikasa ingin keluar, namun saat pintu kamarnya ingin ditutup sorotan matanya tidak sengaja melihat ke atas lemarinya. Ke sebuah kotak yang bertulisan kenangan Paradise. Ia tidak begitu ingat dengan apa saja isinya selain buku dari Zeke, lantas ia menaiki ranjangnya dan sedikit berjinjit guna meraih kotak itu. Saat berhasil diraih, ia langsung mengambilnya dan melompat lalu duduk di lantai.
Bagian luar kotaknya berdebu dan masih tersegel rapi. Mikasa mengguncang-guncangkan kotak yang berukuran sedang itu, menandakan isinya mungkin tidak terlalu banyak.
Gadis itu kemudian berdiri dan mengambil sebuah pisau cutter yang ada di meja belajarnya dan langsung unboxing. “Apa isinya ya? Aku tidak ingat, walaupun aku sendiri yang mengisinya,” batin Mikasa.
Bagian atas kotak itu sudah terbuka, memperlihatkan ada 5 buku dalam satu kotak yang lebih kecil, satu kalung hati, dan banyak foto semasa SMA dulu dan … sebuah amplop berwarna putih yang masih tersegel. Mikasa mengambil amplop itu lalu mengguncangnya, ia ingat, itu mirip seperti surat cinta yang dulu selalu Eren dapatkan di loker sepatunya. Lalu apa ini surat cinta juga? Mikasa berfikir, tidak mungkin dia akan mendapatkan hal semacam itu. Lagipula, di zaman sekarang begini, pasti yang namanya masih surat-menyurat disebut konyol dan tidak tahu yang namanya tekhnologi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion ✓
Random[Book One] [Complete] Ikuti alurnya, seperti Dandelion yang tidak pernah memprotes ke manapun angin membawanya pergi. Di depan semua orang ia mengakui bahwa dirinya menyukai Eren Jaeger sebagai keluarganya namun jauh di dalam relung hati terdalam ia...