24. Kejujuran Colt

551 66 11
                                    

3 minggu kemudian.

Colt berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil terus memegang ponselnya yang menyala dan terlihat ada akun media sosialnya Mikasa. Sepertinya dia ingin mengirim pesan ke gadis itu tapi ia tidak memiliki keberanian yang cukup untuk melakukannya.

“Apa aku harus menghubunginya?” batin Colt yang kebingungan. Ia ingin bertemu dengan Mikasa untuk membicarakan tentang pernikahan mereka yang tinggal beberapa minggu lagi. Colt mengacak-acak rambutnya lalu merobohkan tubuhnya ke kasur, dilihatnya langit-langit kamarnya yang tidak begitu menarik itu.

Ia kemudian meraih ponselnya lagi dan sekarang Mikasa sedang online, waktu yang pas jika ingin menghubungi gadis itu. “Aku tidak bisa!” gerutunya yang guling-guling di tempat tidurnya sendiri. Ini mengerikan bahkan film-film horor yang biasa ia tonton bisa kalah horornya.

Colt mengambil ponselnya namun sialnya dia malah tidak sengaja menekan tombol telepon, alhasil dia jadi menghubungi Mikasa. Ia cepat-cepat menekan tombol merah yang ada di tengah bawah ponselnya, lalu mencampakkan benda pipih itu darinya. Colt menghela nafas panjang, rasanya ingin mati saja.

Ting!

Sebuah pesan masuk, Colt melihat ke layar ponselnya lagi. Ternyata Mikasa mengirimkannya pesan.

Mikasa:
|Ada apa Colt?
|Kenapa menelpon? Tadi mau aku angkat tapi sudah kau matikan

Colt:
Itu karena terpencet tadi, maaf ya|
Mikasa|
Aku ingin bertemu denganmu, bisa?|

Mikasa:
|Tentu
|Kau ingin bertemu di mana?
|Aku akan segera datang

Colt:
Di cafe di ujung jalan rumahmu|
Kita bertemu di sana|
Jangan lupa pakai jaket, di luar masih dingin|

Mikasa:
|Oke

Mikasa langsung bergegas. Ia mengambil jaketnya dan mengeratkan syalnya. Hujan baru saja reda sehingga udara jadi sedikit dingin.

Mikasa keluar dan mengunci pintu rumahnya, lalu ia segera menuju cafe, tempat janjian mereka.

**********

Sudah 15 menit Mikasa menunggu Colt, namun laki-laki itu masih belum menunjukkan batang hidungnya. Mikasa mengecek ponselnya, pesan terakhir dari Colt adalah dia mengatakan sudah mau berangkat, dan seharusnya laki-laki itu sudah sampai sejak beberapa menit yang lalu.

Mikasa meminum cokelat panas pesanannya sambil melihat ke jendela cafe itu, setetes dua tetes hujan masih turun, menyisakan langit yang berwarna kelabu, menandakan mungkin akan turun hujan yang lebih deras lagi. Gadis itu menghembuskan nafas, dia rindu Paradise dan rindu Eren. Biasanya kalau hujan sudah reda begini, Eren sering mengajaknya keluar, ke restoran ramen yang ada di dekat stasiun Shiganshina, atau tidak, Eren sering memasak makanan yang berkuah untuk menghangatkan tubuh mereka, saat orangtua mereka sedang tidak di rumah.

Mikasa tersenyum tipis, bayang-bayang kenangannya bersama Eren kembali memenuhi ingatannya.

“Apa kau sudah menunggu lama, Mikasa?”

Mikasa mendongakkan kepalanya, Colt sudah datang. Laki-laki itu memakai sweater berwarna hitam senada dengan celana training dan maskernya, kepalanya ditutupi dengan topi dari sweater yang ia pakai. “Apa kau sakit Colt?” tanya Mikasa saat laki-laki itu sudah duduk.

“Ah enggak, maaf ya, aku lama karena macet pas mau kemari,”

“Iya gak apa-apa, lalu apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Mikasa saat Colt membuka masker dan topinya, memperlihatkan sangat jelas wajah pucat laki-laki itu. “Eh? Kau beneran sakit? Wajahmu pucat sekali,”

Dandelion ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang