5. Persiapan Festival

889 87 4
                                    

Gadis berambut hitam yang selalu memakai syal merah di lehernya itu tampak sibuk dengan ponselnya. Mata yang berwarna hitam itu fokus ke layar dengan ibu jari yang berperan menggeser layar. Tenang. Tapi tidak dengan pandangan matanya itu yang sekali-sekali mencuri pandang, melihat ke laki-laki berambut cokelat yang juga sibuk di tempatnya. Membaca beberapa lembar naskah drama untuk penampilan festival dari kelas mereka.

Tadi malam, grup kelas mereka sibuk membahas tentang penampilan festival di kelas mereka, setelah diskusi, saling memberikan argumen, dan perdebatan panjang hingga akhirnya Marco yang memutuskan semuanya. Laki-laki yang merupakan sahabat dekat Jean itu memutuskan untuk membuat drama dan menunjuk Eren sebagai pemeran utama prianya dan Historia sebagai pemeran utama perempuannya.

Itulah sebabnya pandangan matanya kali ini tidak terlewatkan dari Historia yang terlihat duduk berhadap-hadapan dengan Eren. Keduanya memang tampak sibuk dengan peran masing-masing, tapi itu tidak membuktikan kalau keduanya fokus, bukan?

Sahabatnya yang lain juga sibuk dengan aktivitasnya. Armin yang mendapat peran sebagai narator juga sibuk di tempatnya dengan mulut komat-kamit melafalkan kalimat yang ada di naskah, tapi ia tidak sendirian. Ada Annie bersamanya.

Mikasa kemudian mengalihkan pandangannya, melihat ke laki-laki bertampang wajah kuda yang kemudian dikenal dengan nama Jean itu tampak berdiskusi dengan beberapa temannya juga, membahas makanan yang akan dijual di stan makanan kelas mereka.

Sedangkan sisanya membahas set panggung, pengaturan cahaya dan properti. Semua orang sibuk dengan tugas masing-masing, tapi tidak dengan Mikasa yang duduk manis di kursinya.

Kenapa semua orang sibuk? Apakah hanya dirinya yang santai di kelas itu?

Sebenarnya Mikasa mendapatkan peran sebagai pengatur backsound, hanya saja semua backsound yang diperlukan untuk drama nanti sudah selesai ia kerjakan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mencari backsound yang diinginkan.

"Hei, Mikasa!"

Mikasa menoleh ke Jean yang berseru memanggil namanya. "Apa?"

"Kasih saran dong, enaknya kita bikin makanan apa untuk festival nanti?"

Biasanya, ia selalu berfikir dua kali kalau mau membantu Jean, tapi kali ini daripada ia terlihat santai, lebih baik ia memberikan saran ke temannya itu. Supaya terlihat sibuk, sibuk berfikir. "Yang sederhana aja tapi gak kalah rasa sama makanan mewah. Yang bahannya mudah dicari dan murah,"

Jean memasang ekspresi berfikir dengan ide dari Mikasa barusan. Itu merupakan ide yang sama dengan yang mereka pikirkan, tapi masalahnya apa yang bisa dibuat dengan tipe yang seperti itu?

"Masak saja omelette, pakai resep turun-temurun keluarga Kirsctein. Pasti ada 'kan?" lanjut Mikasa, ia tahu Jean pasti kebingungan.

Jean mengepalkan tangannya lalu menepuknya. Ide cemerlang baru saja terlintas di kepalanya. "Terima kasih Mikasa,"

Laki-laki berambut mocca itu kembali berdiskusi. Sudah, tidak ada lagi yang bisa Mikasa lakukan kecuali bersantai memandangi Eren dan Historia yang benar-benar sudah akrab. Gadis itu kemudian berdiri dan berjalan keluar kelas, tujuannya atap sekolah.

***

Suasana tenang di atap sekolah benar-benar yang paling pas ketika jenuh di kelas. Seorang laki-laki berambut hitam lurus, duduk dengan meluruskan salah satu kakinya sedangkan kaki yang lain, menjadi tumpuan tangan kirinya. Tangan kanan memegang sebuah buku dan mata sipit berwarna biru gelap dengan ujung yang tajam menatap fokus lembaran buku yang ia baca.

Pandangannya teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Dandelion ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang