“Berkali-kali dia menjaga jarak … mendorongku sejauh mungkin darinya … mengingatkanku kalau hubungan ini penuh kebohongan. Ya, memang penuh kebohongan … tapi perasaanku ke dia itu sungguhan.”
•••
Levi dan Mikasa sudah sampai di stasiun, dan kini tinggal menunggu kereta dengan jurusan Karanes. Levi bilang, tempat yang akan mereka datangi adalah tempat yang bagus, suasananya menenangkan. Namun suasana tenangnya seperti apa? Apakah sensasinya sama saat bisa berada di perpustakaan sekolah?
Kereta sudah datang, para penumpang yang dari dalam gerbong keluar berdesak-desakan dan saat semua penumpang sudah keluar, barulah mereka masuk. Hari Minggu ini, penumpang kereta jauh lebih sedikit tapi tetap saja tidak ada kursi kosong yang tersisa. Levi memilih untuk berdiri di dekat pintu supaya bisa melihat pemandangan luar dan Mikasa menurut saja.
Sekitar 15 menit, pintu sudah tertutup dan kereta langsung berangkat, meninggalkan stasiun Shiganshina.
“Jadi, bagaimana tempatnya?” tanya Mikasa yang masih penasaran.
“Hanya taman dengan danau besar,” jawab Levi singkat. “Kau mau ke sana atau kita cari tempat lain?”
“Enggak, ke sana aja,” jawab Mikasa cepat-cepat, takut kalau Levi akan berubah pikiran.
“Hei Mikasa, jalan-jalan kita hari ini bolehkah kusebut sebagai kencan?” tanya Levi yang menatap lekat gadis itu.
Mikasa mengalihkan pandangannya ke luar, ada sungai dan hutan yang mereka lewati. “Entahlah, aku juga tidak mengerti seperti apa kencan?”
Levi manggut-manggut saja kemudian ikut menyaksikan pandangan di luar. Mikasa mengalihkan pandangan, menatap Levi yang sepertinya tidak sadar kalau ia diperhatikan. Mikasa menyandarkan kepalanya ke pintu, ada yang sedikit berbeda dari Levi. Tapi apa?
“Apa yang kau lihat, hah?!” tanya Levi yang menyilangkan tangannya.
“Ada yang berbeda darimu. Kau sedikit pucat dan bawah matamu hitam, apa waktu tidurmu berantakan?”
“Hah? Memang begini tampilan fisikku, dan kalau soal tidur … aku hanya bisa tidur 3 jam perhari dan dalam posisi duduk,”
“Begitu ya? Levi,” panggil Mikasa.
“Apa?”
“Kau sangat manis,” kata-kata itu terlontar begitu saja bukan dengan arti memuji melainkan karena ia teringat ucapan Carla semalam. Levi hanya tersenyum tipis dan sekilas ada rona merah di pipinya. Mikasa yang melihat itu merasa dibohongi oleh penglihatannya sendiri.
Levi yang terkenal jutek dan dingin itu bisa tersenyum? Dan Levi yang selalu memasang wajah datar itu nge-blush? Oh, ini benar-benar pemandangan langka. Mikasa mengeluarkan ponselnya dari tas yang ia bawa dan segera mengambil foto Levi, mungkin suatu hari nanti foto itu bisa ia tunjukkan ke empunya.
•••
Mereka sudah sampai di stasiun Karanes, Mikasa melebarkan kedua tangannya dan memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara menyegarkan di kota itu, benar-benar segar. Levi memasukkan kedua tangannya ke masing-masing saku celana panjangnya, ia menatap keadaan sekitarnya lalu beralih ke Mikasa, menatap dalam gadis itu dengan wajah datarnya. Ada sedikit kebahagiaan yang muncul di hatinya saat melihat Mikasa yang sepertinya menyukai kota ini.
“Ayo pergi, dan jangan jalan di belakangku,” ujar Levi dengan nada dinginnya.
Biasanya, Mikasa akan langsung mengomel saat Levi bicara dengan nada seperti itu, tapi untuk hari ini, cukup abaikan dan nikmati. Lagipula, suasana hatinya sedang sangat bagus jadi ia tidak ingin merusak mood dengan mengomel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion ✓
Random[Book One] [Complete] Ikuti alurnya, seperti Dandelion yang tidak pernah memprotes ke manapun angin membawanya pergi. Di depan semua orang ia mengakui bahwa dirinya menyukai Eren Jaeger sebagai keluarganya namun jauh di dalam relung hati terdalam ia...