4. Kemenangan yang Tertunda

1K 90 15
                                    

Pagi datang dengan cahaya jingga bersinar terang di ufuk timur. Desir angin yang berhembus mampu menggerakkan kain gorden pada jendela yang terbuka di kelas XI SC 1, terlihat seseorang yang duduk sambil menopang dagunya dengan tangan dan melihat keluar jendela, pandangannya terfokus ke sekolompok siswa yang sedang belajar penjas di lapangan SMA Shingeki.

Orang itu kemudian mengalihkan pandangannya, menatap papan tulis yang sudah berisikan banyak tulisan yang tinggal ia salin ke buku.

"Bosannya, ke mana pak Pyxis? Gak biasanya bapak itu terlambat 'kan?" keluh Jean yang merasa bosan karena sudah satu jam menunggu sang guru olahraga, namun tak kunjung datang.

"Positive thinking aja, mungkin bapak itu nyasar pas mau kemari," kata Connie yang mencoba menyeimbangkan bola di atas kepalanya.

"Nyasar? Emangnya SMA Shingeki letaknya di daerah pedalaman hutan apa? Positive thinking aja, mungkin bapak itu lagi ngasih makan peliharaannya dulu," timpal Sasha, dalang dari awal cerita gaje mereka.

"Emang pak Pyxis punya peliharaan? Rambutnya aja gak pernah dipelihara," tanya Armin yang menanggapi kekonyolan dua orang itu.

"Pak Pyxis kan botak total, gimana caranya dia mau pelihara rambutnya?" Eren menambahi. Tidak biasanya ia ikut menimbrung dengan Connie dan Sasha, tapi sekarang beda cerita karena ia sudah gabut.

"Pak Pyxis itu punya rambut loh, kalian gak tau 'kan?" Reiner menyambung. "Rambutnya ada cuman gak terlihat, dan cuman bisa dilihat pake indra kesembilan,"

"Cukup, sudah cukup!" Jean mulai ber-drama. "Hentikan, gue gak bisa mendengar pembicaraan yang terlalu gaje ini,"

"Alah, bilang aja lo mau ketawa tapi gengsi,"

"Iya, hahaha"

"Hahahaha,"

Pembicaraan yang sama sekali tidak nyambung namun cukup bisa mengundang tawa mereka.

"Si Marco juga. Tadi katanya mau ke kantor guru, sampe sekarang gak balik-balik tuh anak, apa nyasar juga ya?" Jean berulah lagi, gara-gara dia juga perbincangan mereka jadi tidak nyambung.

"Panjang umur tuh anak,"

"Gaes, hari ini pak Pyxis gak masuk, jadi kita bebas pake lapangan sampe jam pelajaran penjas selesai," jelas Marco yang baru datang.

"Jadi mau main apa nih?" Eren buka suara. "Main sepakbola aja, gimana? Soalnya ada bola nganggur nih,"

"Gue gak ikut-ikutan, males," tolak Jean seraya ia berdiri lalu membersihkan bagian belakang bajunya.

"Apa lo takut ... Jean-boy?"

"Takut? Takut kalah dari lo gitu?"

"Iya,"

"Oke, gue ikut main. Kita bertaruh, siapa yang kalah harus mentraktir makan yang menang selama 2 bulan penuh, gimana?"

"Oke, jangan cabut taruhan lo itu kalo lo kalah,"

Eren dan Jean berdiri berhadap-hadapan dan aura yang ada di sekitar mereka sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Eren yang terlihat mengeluarkan aura singa sedangkan Jean dengan aura serigalanya. Kedua orang itu terlihat sangat serius.

"Oi kalian, ini hanya permainan, jangan pake taruhan gitulah," Marco menengahi. Takut jika mereka berdua mulai berantam.

"Gak apa-apa Marco, kalo ada yang dipertaruhkan justru permainan semakin menyenangkan," tukas Eren yang kemudian mereka berpisah.

.
.
.

Priiittt!!!!

Peluit tanda pertandingan dimulai sudah ditiup oleh Mikasa. Saat di awal permainan saja, mereka terlihat sangat serius

Dandelion ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang