23. Colt dan Mikasa

570 67 12
                                    

3 hari kemudian.

Mikasa sedang bersiap-siap untuk segera pergi ke butiknya. Gadis itu berdiri di depan cermin memperhatikan penampilan dirinya sendiri. Memakai dress selutut berwarna navy dan tidak lupa syal merah yang tidak akan pernah ia tinggalkan.

Ponselnya yang berada di meja masih terus berbunyi dari tadi. Mikasa mendengus, hari masih pagi dan ia sudah diganggu oleh Hitch yang berkali-kali mengiriminya pesan. Sudahlah, pasti gadis itu hanya iseng mengganggunya.

Drrttt drrttt drrttt!

Mikasa menoleh melihat lagi ke layar ponselnya yang menyala. Dan tertera nama Colt di sana.

“Halo, Colt?” sapa Mikasa begitu mengangkat panggilan telepon dari teman kecilnya itu.

“Oi Mikasa, keluarlah. Aku berada di depan rumahmu,”

“Ha? Ngapain kau di luar?”

“Menjemputmu”

“Untuk apa kau menjemput ku?”

“Gak apa-apa, cuman ingin aja,”

“oh”

“Cepatlah, aku akan mengantarmu. Kau tidak ingin terlambat 'kan?”

“Iya,”

Mikasa mematikan teleponnya dan sedikit membenahi penampilannya. Setelah gadis itu yakin dengan penampilannya Mikasa keluar dan tidak lupa mengunci rumahnya.

“Oi mikasa,”

Mikasa menoleh ke belakang melihat Colt yang sedang berdiri menyilangkan tangannya dan bersandar pada mobilnya. Bahkan penampilan Colt juga sangat rapi, ia memakai jas berwarna navy senada dengan dasi, rompi dan celananya, memakai kemeja berwarna putih dan jangan lupakan sepatu hitamnya yang mengkilap, menambah kesan sempurna untuk Colt. Mikasa kemudian melihat ke dress yang ia pakai, ia merasa seperti couple-an dengan Colt.

“Colt,” gumam Mikasa

“Ya?”

“Ah, bukan apa-apa. Kupikir, aku salah lihat orang,” jawab Mikasa yang cepat-cepat.

“Apa kau terpana dengan ketampananku, Mikasa?” tanya Colt yang tersenyum miring.

“Jangan ge-er, ayo antarkan aku,”

“Iya, iya,” Colt membukakan pintu mobilnya untuk Mikasa dan setelah wanita itu masuk, ia berjalan cepat ke sisi kiri mobilnya dan di detik berikutnya mereka melesat menuju butiknya Mikasa.

Selama diperjalanan, Mikasa hanya menatap keluar jendela dengan tangan menopang dagu, melihat kendaraan yang berlalu-lalang, sedangkan Colt juga fokus dengan jalanan di depannya namun sesekali ia memperhatikan Mikasa. Tenang sekali.

“Kau jam berapa selesai dari butik Mikasa? Aku akan menjemputmu,”

“Kau gak perlu melakukan itu. Aku gak mau merepotkanmu, Colt,”

“Kau tidak merepotkanku sama sekali Mikasa. Ingat, kau dulu juga selalu menjemputku menggunakan sepeda supaya kita bisa main 'kan? Lalu apa kabar dengan sepedanya sekarang?”

“Eh? Kau menanyakan sepeda yang usianya sebaya kita?

**********

Di butiknya Mikasa, sudah ada Hitch yang sedang menyapu, dan sedikit membenahi letak manekin yang menurutnya kurang pas jika dilihat dari sudut pandang para pengunjung. Hitch pun keluar, dan melihat keadaan dalam butik dari luar. Sempurna. Semuanya sudah bersih dan rapi.

“Eh, copot!”

Hitch tersentak saat mendengar suara klakson mobil yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Wanita bermata hijau asparagus itu berkacak pinggang, siap memarahi siapapun yang ada di dalam mobil BMW i8 warna silver itu, tidak peduli semewah dan semahal apapun mobil yang ada di depannya ini, ia tidak akan gentar sedikitpun.

Dandelion ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang