"Mama mau diambilkan apa?" tanya Satria saat mereka di meja makan.
"Biarkan itu jadi tugas Nat, Satria. Kamu itu harusnya dilayani oleh istrimu. Ini istri bangun siang katamu biarkan saja karena dia kelelahan semalem---"
"Uhuk ... uhuk ...," Natasha yang tengah melumat anggur tersedak dan langsung disuguhkan segelas air mineral oleh Satria.
"Makasih---" kata Natasha pada Satria. "---Mama, apaan sih?" tanya Natasha.
"Lho? Apaan? Lha wong Satria kok yang ngasih tahu. Tadi mama 'kan nanya kenapa kamu belum bangun. Terus dia bilangnya kamu masih tidur karena kelelahan. Ngomong kelelahannya sambil kayak malu-malu gitu." Merry terkekeh kemudian.
Natasha melirik Satria sebentar. Wajahnya sendiri pastilah memerah. Namun entah mengapa dia sama sekali tidak marah dengan ucapan Satria pada mamanya itu. Merry sudah mulai menggodanya seperti itu saja sudah lebih dari cukup bagi Natasha. Sebab sudah agak lama mereka tidak melihat Merry bercanda ria sebagaimana hari ini.
"Mama mau apa? Satria ambilin." Satria memutuskan percakapan ibu dan anak itu.
"Mama pengen sandwich gandum aja," jawab Merry.
Dengan telaten Satria menyiapkan sandwich untuk mertuanya. Ditaruhnya sayuran yang agak banyak di dalamnya.
"Sayurannya dikit aja, Sat." Merry memperingati Satria.
"Justru sayurannya harus banyak Ma. 'Kan antioksidannya bagus buat ngehambat sel kanker." Satria berkata sementara tangannya masih menyiapkan sandwich untuk sang mertua.
"Iya, tapi mama nggak suka sayur," jawab Merry.
"Mama udah janji sama Satria 'kan?" tanya Satria.
Merry tersenyum. "Iya, sih. Ya udah, banyakin aja kalo gitu. Tapi jangan ketebelan, ntar susah mama mangapnya." Merry terkekeh kemudian.
"Satria yang suapin," kata Satria.
Sandwich buatan Satria akhirnya selesai. Lelaki itu sesuai janjinya menyuapi sang mertua. Merry pun menerima suapan demi suapan dengan senyuman yang terus menyungging. Natasha terpana melihatnya. Interaksi keduanya tampak sangat natural. Penuh ketulusan. Mamanya dengan tatapan teduh serta sayang pada Satria. Sementara Satria dengan telaten menyuapi sang bunda sambil sesekali mengusap remahan roti yang menempel di sudut bibir mertuanya. Natasha tersenyum tipis melihat keakraban keduanya.
"Devin sama Serly gak ikut sarapan, Ma?" tanya Natasha.
"Udah makan tadi sebelum Devin ngantor," jawab Natasha.
"Oh, iya. Ini udah mau jam sembilan. Mama laen kali jangan telat makannya, Ma."
Merry tersenyum. "Kamu nggak makan?"
"Nunggu Satria, Ma."
"Lho? Jadi kamu manggil Satria masih dengan nama? Bukannya udah mama bilang, panggil dia dengan Mas, Nat."
"Eh iya, Mas. Aku makan sama Mas Satria entar."
"Ma, sandwichnya satu lagi ya?" tanya Satria.
"Enggak. Udah. Mama udah kenyang," tolak Merry.
"Satu lagi ya, Ma? Lagian kali ini Satria bikin lapisannya tipis. Janji!" Satria langsung mengambil kembali roti gandum dan mengisinya dengan sayuran.
Merry pun akhirnya tersenyum dan membiarkan Satria melakukannya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Natasha.
Seketika jemari yang tadi sibuk menyusun sayuran terhenti gerakannya sesaat mendengar pertanyaan Natasha. Sejurus kemudian Satria pun melanjutkan kembali aktivitasnya sambil menjawab, "Nasi goreng sih."
"Oh, ya udah. Aku ambilin."
"Nanti aja aku belom mau makan."
"Nat yang suapin. Mas nyuapin Mama. Nat yang suapin Mas."
Lagi-lagi kegiatan Satria terhenti mendengar perkataan Natasha. Tidak percaya dengan pendengarannya.
"Nggak usah. Mas yang akan ambil sendiri."
"Nggak apa-apa kok, Sat. Biar tambah romantis. Mama dulu sering nyuapin papa. Papa kalian sering telat makan, jadi kadang mama yang harus nyuapin dia."
"Oh ...." Satria hanya bisa ber-o ria.
Natasha mengambilkan nasi goreng untuk Satria. Sementara Satria menyuapkan sandwich pada mertuanya, setelah itu Natasha menyuapkan nasi goreng pada Satria ketika Merry mengunyah sarapannya. Satria menatap Natasha dengan lembut, membuat perasaan gadis itu menghangat. Jika hati Natasha melunak karena sikap hangat sang suami pada ibunya, lain hal dengan Satria. Lelaki itu merasa tersanjung dengan sikap Natasha yang merendahkan egonya demi dia. Betulkah demi dirinya? Pria berkasta sudra? Atau mungkin karena rasa terima kasihnya seperti yang dia sebutkan malam tadi? Ah ya, benar. Satria sangat yakin karena itu.
"Tangan Nat pegel, nih. Cepetan buka mulutnya."
"Oh ..., eh ..., iya."
Sandwich Merry telah habis.
"Mas udahan makannya. Mau nganter Mama ke kamarnya. Ya?" Satria menatap dalam ke arah Natasha.
"Ntar aja anterin mama ke kamarnya, Sat. Kamu makan aja dulu," sergah Merry.
"Oh, oke Ma. Sini, Mas bisa suapin sendiri," Satria menarik piring yang ada di hadapan Natasha.
"Biarin Nat yang nyuapin Sat. Mama pengen mengingat bagaimana dulunya mama nyuapin papa," kata Merry.
Dengan sorot canggung Satria menerima suapan dari Natasha hingga suapan terakhir. Semua itu diiringi tatapan hangat serta senyum tipis dari Merry.
***
Merry telah diantarkan oleh Satria ke kamarnya. Karena tidak tahu lagi harus kemana, Satria pun memasuki kamar Natasha. Hal itu mau tidak mau akhirnya membuat dirinya dan Natasha harus berada dalam satu kamar. Satria membuka pintu kamar Natasha dan menemukan istrinya tengah mengetik sesuatu di telepon genggam itu. Seketika Natasha menoleh saat Satria melangkah masuk lalu menuju sofa.
Natasha tersenyum tipis. "Mas sudah nelepon Heri?"
Satria terkesiap mendapati pertanyaan dari Natasha. Bukan karena esensi pertanyaan tersebut, tapi karena panggilan mas dari Natasha. Mungkinkah Natasha sudah benar-benar melunak pada dirinya? Mungkinkah hati Natasha sudah menerima kehadiran dirinya? Rasanya sulit untuk diterima jika hal itu terjadi.
"Mas?" panggil Natasha.
"Hah? Oh, eh iya? Aku udah ijin kok," jawab Satria.
"Oh, baguslah. Soalnya kita masih belum tahu akan berada di sini berapa lama. Dan ..., terima kasih sudah membuat mama happy. Aku tidak menyangka kalo Mas mau menyusulku ke sini. Sekali lagi terima kasih, dan soal sandiwara itu, jangan lakukan jika itu bukan dari hatimu."
"Jangan salah paham. Aku melakukan itu untuk menyenangkan mamamu. Kalo hatinya senang, mudah-mudahan kondisinya membaik. Aku ... tidak memiliki maksud apapun lebih dari itu," jelas Satria.
"Oh iya, tentu saja. Aku tahu, kok." Natasha menjawab dengan nada sok cueknya.
Mendengar jawaban Natasha entah mengapa sebagian kecil hati Satria seperti tidak menerima. Bukan itu jawaban yang diinginkannya. Ada apa sebenarnya dengan dia? Sejak kapan dia harus peduli dengan semua itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijual Istri
ChickLitNatasha seorang wanita dingin yang sudah pernah patah hati, hingga dia didesak oleh keluarganya untuk menikah sebab orang tuanya yang sudah sakit-sakitan ingin melihatnya menikah. Merasa terdesak, dan sudah tidak memiliki waktu banyak lagi, Natasha...