41

7.6K 495 19
                                    

"Aku sudah selesai. Ma, aku pamit ya?" ucap Satria seiring dia beranjak dari sana.

Natasha menatap punggung Satria heran. Hatinya berkecamuk tidak karuan. Sangat terasa perubahan sikap Satria.

Satria berjalan menuju taman samping rumah, duduk di gazebo menerawang ke langit-langit. Hatinya saat ini ada di tempat yang jauh. Lelaki itu memikirkan istri dan anaknya yang ditinggalkan tanpa ada kabar berita. Memang sudah jadi kesepakatan mereka bahwa yang akan menghubungi adalah Rika, itu pun di malam hari. Agar Natasha tidak menaruh curiga.

Dari balkon kamar, Natasha dapat melihat Satria yang tengah melamun. Entah apa yang dipikirkan suaminya itu. Dia bertanya-tanya dalam hati. Mendadak hatinya mendung. Apakah semalam ada yang salah dengan dirinya? Tapi apa? Natasha pun akhirnya masuk ke kamar.

Satria mengambil ponselnya, sebelum melirik ke sana ke mari. Melihat siapa saja yang ada di dekatnya. Setelah dirasanya aman, dia segera menekan layar ponselnya untuk berbicara dengan wanita yang ada di ujung telepon.

"Hallo?" sapa Satria.

"Eh, tumben pagi-pagi nelpon? Natasha mana?" tanya Rika.

"Di kamarnya," jawab Satria.

"Nggak ada yang curiga kamu nelpon?" tanya Rika.

"Enggak. Eh, aku kangen kalian. Aku mau pulang. Mau ketemu Dyah juga. Dia udah sembuh bener?" tanya Satria.

"Udah, sih."

"Rika---" panggil Satria dengan suara lirih.

"Ya?"

"Aku ... jika ... aku dan---"

"Eh, Mas bentar ya! Ada yang ngetuk pintu. Kurir kali ... aku ada beli sesuatu soalnya. Aku tutup ya ...."

"Rik---"

Suara telepon pun berubah jadi nada sibuk, pertanda Rika menutup ponselnya.

"Aaargh!" Satria berteriak frustasi.

Rasa rindu menghantam jiwanya, menyiksa batin hingga terasa sampai ke relung hati yang paling dalam. Walau bagaimanapun Rika adalah wanita yang telah mengisi hari-hari bersama dengannya. Apalagi Satria sebenarnya bukanlah tipe yang tidak setia. Baginya janji menjaga wanita yang dinikahinya adalah janji yang tidak pantas untuk dipermainkan. Sebuah janji laki-laki yang harus diperjuangkan hingga akhir hayat. Tekadnya sudah bulat. Dia akan segera pulang untuk menemui Rika dan Dyah, agar kewarasannya kembali. Agar dia ingat bahwa ada Rika dan Dyah yang menjadi tanggung jawabnya. Bahwa Dyah dan Rika adalah rumahnya. Tempat dia kembali.

Sedangkan saat ini, perasaannya mulai gamang, bahkan bimbang. Bagaimana tidak? Saat ini Satria merasakan hatinya mulai terikat pada Natasha. Ada rasa seperti mencemaskan istrinya itu jika tengah ada bahaya yang mengancam atau Natasha tengah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan hatinya. Hal itu justru membuat Satria gelisah. Itu artinya hati lelaki itu telah menjadikan Natasha sebagai wanita yang sangat penting posisinya di hati Satria. Lalu bagaimana dengan Rika? Tidak mungkin Satria menduakannya. Jika saja dia bisa menukar pernikahan ini dengan materi, dia akan melakukannya. Meninggalkan Natasha dan kembali seutuhnya pada Rika. Akan tetapi, semuanya tidaklah semudah itu. Apalagi saat ini, Natasha telah menyerahkan mahkotanya kepada Satria. Lelaki itu semakin galau dengan perasaannya. Dia merasa bersalah pada Natasha, membuatnya terus menghindari Natasha. Ditambah lagi, Satria merasa bersalah juga pada Rika karena telah mengkhianati pernikahan mereka. Namun, di sisi lain Satria menjadi iba pada Natasha.

Malam terus saja berjalan menuju puncaknya. Suara jangkrik dari luar kamar Natasha sayup-sayup terdengar karena suasana yang sangat sunyi saat ini. Natasha tidur menghadap balkon kamar. Menatap kosong ke sana dengan hati sedih.

Seharian ini sejak pagi sehabis sarapan, Satria terkesan menghindarinya. Berkali-kali Natasha berusaha mendekatinya, tetapi justru Satria tiba-tiba beranjak dari tempatnya semula. Seperti tadi, Satria terkesan mengacuhkannya.

Setelah makan malam, Satria tidak langsung ke kamar. Melainkan berbincang dengan Devin. Sementara biasanya setelah makan malam, baik Satria maupun Natasha akan memasuki kamar dan bercengkrama di sana atau sesekali mereka berbincang di balkon kamar sembari menikmati suasana malam hari yang cerah bertaburkan bintang dan bermandikan cahaya bulan.

Namun, malam ini sungguh berbeda. Satria masuk ke kamar setelah agak larut malam, saat Natasha sudah terlelap. Akan tetapi, tidak lama setelah Satria naik ke ranjang, gadis itu malah terbangun. Dia berbalik perlahan lalu mendapati Satria yang tidur memunggunginya. Natasha memandang punggung kokoh itu penuh kesenduan. Dia merasa Satria agak berbeda hari ini.

Tangan Natasha terulur hendak menyentuh pundak Satria. Ada kerinduan di dalam hati gadis itu. Rindu dibelai dan diusap oleh sang suami. Ya, akhir-akhir ini Natasha jadi terbiasa dimanjakan oleh Satria.

Tangan Natasha menggantung di udara, hendak menyentuh punggung itu, tetapi keraguan menyerang hati membuat dia mengepalkan tangannya saja. Ditarik ke dada genggaman tangannya, Natasha menggeleng lemah dengan tatapan nanar pada punggung Satria.

                          ***

Pagi ini cuaca sangat cerah. Matahari perlahan mengahangatkan bumi. Natasha bangun telat kembali pagi ini. Dia tidak mendapati Satria ada di sebelah. Mendadak hati gadis itu jadi mendung. Sudah dua hari ini Satria bangun lebih dulu dari dirinya. Padahal Natasha sangat suka memandang wajah Satria saat terbangun tidur di pagi hari seperti akhir-akhir ini.

Menarik napasnya pelan dan mengembuskannya, Natasha pun beringsut dari tempat tidur mereka dan segera bergegas menuju kamar mandi membersihkan diri untuk lebih cepat bergabung dengan anggota keluarga yang lain.

Sayup-sayup suara percakapan antar anggota keluarga terdengar oleh Natasha. Pembicaraan itu terjadi antara Merry dan Satria.

"Natasha sudah tau?" tanya Merry.

Natasha tengah berada di pertengahan anak tangga kala dia mendengar pertanyaan Merry yang ditujukan pada Satria.

Suaminya menggeleng. Alis Natasha bertautan satu sama lain. Dia jadi bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Satria dan Merry.

Semakin Natasha menuruni anak tangga, suara percakapan Merry dan Satria semakin jelas. Dadanya menjadi berdebar-debar menunggu percakapan selanjutnya dari kedua orang yang dia cintai itu.

"Harusnya Natasha tahu. Sebab dia 'kan nantinya tetep akan ikut kamu pulang. Walau bagaimanapun tempat dia bukan di sini nemenin mama. Tapi selalu ada di sisi kamu, Sat."

"Tapi menurut aku, Natasha lebih nyaman di sini sama-sama Mama dan Mas Devin, Ma." Satria berusaha membujuk Merry.

Tepat saat Merry akan menjawab, Natasha telah ada di ruang makan. Gadis itu berdiri tidak jauh dari meja dan kursi yang tersusun tempat keluarganya duduk menanti dia untuk bergabung menyantap sarapan pagi.

Merasakan kehadiran Natasha, Merry menoleh. "Nah, ni anaknya udah bangun. Kamu tanyain dulu deh mending anaknya mau nggak ditinggal?"

Natasha mendadak terdiam di tempatnya berdiri. Dia terperangah.

"Apa tadi yang dibilang Mama? Ditinggal? Aku ditinggalkan? Memangnya Mas Satria mau ke mana? Kenapa tidak bilang dulu dan minta pendapatku jika ingin pergi? Atau dia ingin pergi setelah mengambil hal paling penting dari diriku?" tanya Natasha dalam hati dengan raut bingung.

Hai... Aku up nih...

Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...

Dijual IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang