21

7.5K 544 7
                                    

Setelah percakapan tadi, kecanggungan meliputi pasangan suami istri yang menikah bukan karena cinta tersebut.

Melihat wajah cemberut Natasha, hati Satria semakin tidak menentu. Antara ingin bertanya dan mengajaknya berbicara. Hatinya bertanya-tanya pula tentang apa sebabnya wajah cantik itu tiba-tiba berubah jadi mendung. Ingin rasa hati menggodanya. Namun, dia tidak ingin hal itu malah membuat hati sang istri semakin tidak karuan.

Merasa tidak nyaman berada dalam kamar Natasha, Satria pun memilih keluar dari sana. Saat melewati kamar Merry, pintu kamar itu tidak tertutup sepenuhnya. Satria melihat di dalam kamar, Merry tengah merajut sebuah sweater berwarna coklat tua. Lelaki itu tertarik melihat lincah jari-jemari mertuanya itu.

Merry menoleh ke arah pintu, di balik daunnya menyembul kepala Satria. "Hei, kok berdiri di sana? Masuk."

Satria mengembangkan senyumnya pada Merry. Wanita yang kini masuk ke dalam jajaran wanita yang dia cintai setelah Rika. Wanita yang sejak awal menerima sepenuhnya kehadiran Satria, tapi sangat bertolak belakang dengan sikap istrinya.

Satria menapaki pelan lantai kamar Merry mendekati ranjang mewahnya hingga berjarak beberapa langkah saja. Jemari Merry yang tadi asyik menjalin rajutan berhenti seketika. Keduanya saling menatap hingga suara bariton milik Satria memutus kontak mata antara keduanya. "Mama lagi buat apa?"

"Ini sweater buat kamu." Merry menjawab tanpa mengalihkan konsentrasinya dari rajutan yang ada di tangannya.

Satria terpana mendengarnya. Betulkah untuk dia? Sweater yang dibuat dengan kehangatan hati dan cinta seorang ibu? Pria berkasta sudra yang disayangi oleh seorang wanita berkasta brahmana? Satria tidak mampu lagi membendung rasa haru yang membeliti hatinya.

Dihampirinya sang mertua lalu lelaki itupun duduk di sisi Merry, tepat di sebelah betisnya. "Mama nggak capek bikin sweater untuk Satria?"

Merry menggeleng lemah. "Mama malah seneng jadi ada kegiatan. Nggak kerasa sendiriannya. Kalo nggak ada kegiatan gini mama keinget papa terus."

Satria mengamati lekat wajah sang mertua. Sesisip rasa sayang menelusup datang. "Mama nggak sendirian. Ada Nat, Devin, Serly."

Merry menaruh rajutannya di atas paha lalu memandang sendu pada Satria. "Namamu nggak disebutin?"

"Satria 'kan menantu yang berasal dari kalangan bawah?"

Merry menghela nafasnya pelan.
"Ini yang membuat mama selalu ingin membuatmu merasakan kenyamanan, karena rasa ketidakpercayaan dirimu hadir di tengah-tengah keluarga Baskoro---" Merry menaruh rajutan dan kacamatanya di atas nakas. "---Kemarilah, Nak. Dekat Mama sini." Merry menepuk kasur tepat di sisi pahanya.

Satria pun menggeser duduknya. Merry menghulurkan tangan ringkihnya menggenggam telapak kokoh Satria. "Bagi mama tidak ada istilah menantu. Semua bagi mama sama. Mama bersyukur Nat dapet suami kayak kamu. Bersahaja, bertanggung jawab, ngalahan, sabar. Kamu tahu sendiri Nat itu seperti apa. Dari kecil nggak pernah susah, egonya yang tinggi, cuek. Cuma Rendra yang mampu menaklukkan Nat. Mama seneng ada yang bisa ngimbangi kerasnya Nat. Mama nggak ragu lagi ngerestui mereka. Hingga tiba-tiba suatu hari tidak lama setelah papa pergi, Nat memutuskan pembatalan pernikahan dengan Rendra. Tapi sekarang mama udah nggak kuatir lagi sama Nat, udah ada Satria yang akan jaga Nat."

"Jangan bicara seolah Satria lelaki yang dapat membahagiakan Nat, Ma. Nggak belom tentu. Satria masih harus mengenal Nat. Satria juga harus meluluhkan hati Nat. Menghilangkan sepenuhnya Rendra dari ingatan Nat. Dan yang paling penting Satria butuh Mama untuk meluluhkan Nat. Mama bisa bantu Satria?"

Merry menarik napas dalam.

"Mama udah tenang nyerahin Nat ke Satria. Mama yakin dengan Satria."

"Ma, jika sewaktu-waktu Rendra kembali untuk merebut Nat, maka Satria nggak bisa sendiri. Satria butuh Mama. Jadi Satria butuh Mama untuk membantu."

"Mama percaya Satria bisa jagain Nat. Mama udah tenang nitip Nat sama kamu. Kasian Nat, dia anak yang angkuh, pura-pura tidak terjadi apa-apa. Tapi sebenarnya hatinya terluka sangat dalam. Tidak mudah baginya untuk jatuh cinta, sejak dulu. Rendra berhasil membuatnya jatuh cinta itu sebuah kejutan untuk kami. Kami sungguh bersyukur. Tiba-tiba dia terluka karena Rendra mengkhianatinya. Mama cepet-cepet minta Nat nikah bukan tanpa alasan. Mama udah sakit begini, kalo Nat gak ada yang jaga, Mama belum bisa pergi dengan tenang." Merry menerawang ke langit-langit kamar.

Satria menukar posisi telapak tangannya, sekarang lelaki itu yang menggenggam telapak tangan Merry.

"Mama harus kuat. Jangan menyerah gini. Satria masih butuh mama. Bagaimana Satria bisa membahagiakan Nat kalo tidak ada Mama yang mengarahkan?"

Merry menggeleng pelan dengan mata yang sudah digenangi bulir bening.

"Sejak papa pergi, mama kehilangan separuh jiwa mama. Pertama kali mendengar dokter bilang papa udah nggak ada, rasanya dunia mama runtuh. Mama ingin ikut papa rasanya. Mama merasa kesepian. Walaupun Devin, Serly dan Nat tidak berhenti memperhatikan mama, tapi ketiadaan papa tidak mampu mama atasi. Mama rapuh, sedih, kehilangan semangat."

"Mama nggak kasian sama Nat? Dia akan ditinggal dengan lelaki yang baru saja dikenalnya. Lelaki yang asal-usulnya nggak jelas?"

Seketika Merry menoleh dengan tatapan heran, tapi sedetik kemudian dia tersenyum sendu. "Mama percaya dengan suara hati mama, suara hati seorang ibu. Mama yakin kamu adalah lelaki baik yang dikirimkan Tuhan untuk Natasha sebagai pengganti papa dan mama."

"Mengapa mama harus lemah dan menyerah begini? Mama harus kuat. Mama harus nyaksiin Nat bahagia dengan lelaki miskin ini. Lelaki yang nggak bisa memberikan kebahagiaan materi pada Nat. Lelaki---"

"Cukup! Jangan bicara begitu, Nak. Mama tidak pernah menganggap kamu seperti itu. Memang pernikahan kalian yang tidak diselenggarakan besar-besaran itu sepenuhnya keinginan Nat. Mama nggak mau menyebutkan alasannya. Suatu hari kamu sendiri yang harus bertanya padanya."

"Aku tau sebabnya, Ma. Nat tidak siap jika aku adalah suami yang menggantikan Rendra dengan segala kelebihannya."

"Nat hanya belum siap, Nak. Hanya itu."

"Satria minder dengan mantan Nat, Ma. Bagaimana jika suatu hari dia datang dan ingin mengambil Nat dari Satria? Siapa yang akan membela Satria, Ma?"

Merry menarik nafasnya berat."Mama memang agak kuatir dengan Nat. Anaknya mudah patah hati. Disakiti Rendra membuat kekecewaannya mendalam. Entah soal hatinya masih ada cinta pada Rendra atau tidak, Mama nggak bisa menebak. Mama cuma meyakini cinta itu masih ada, hanya saja tertutup rasa kecewa yang besar. Mama takut suatu hari Rendra datang lalu berhasil mengambil hati Nat kembali. Mama tidak ijinkan Nat kembali pada Rendra, apapun yang terjadi." Merry menatap lekat wajah Satria.

Satria memandang sendu wajah mertuanya. Ingin rasa hatinya dia bercerita permasalahan Rendra yang datang ke apartemen Natasha dan mencoba melalukan tindakan asusila.

Apakah perlu Satria mengatakannya?

Dijual IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang