50

10K 569 19
                                    

Satria mengerutkan dahi saat melihat notifikasi percakapan yang menunjukkan bahwa Rika mengirimkan pesan padanya. Satria menoleh ke belakang pada arah anak tangga, mengecek keberadaan Natasha. Setelah dilihat Natasha belum keluar dari kamar mereka karena berdandan, Satria segera saja membalas pesan dari Rika. Walau bagaimanapun wanita itu adalah istrinya. Rasa tanggung jawabnya tidak bisa dia abaikan begitu saja.

[Ada apa?]
Balas Satria pada Rika.

[Lama amat sih jawabnya.]

[Aku lagi sama Natasha.]

[Mas, aku jatoh di kamar mandi. Kayaknya kakiku keseleo. Bisa ke sini nggak? Anterin aku ke rumah sakit.]

Rika menunggu jawaban dari Satria, status aplikasi hijau Satria masih tertera online. Namun, suaminya itu tidak kunjung menunjukkan tengah mengetik balasan.

Sementara itu di waktu yang sama, tetapi di tempat yang berbeda, Satria telah mendengar langkah kaki Natasha tengah menuruni anak tangga. Saat ini Satria merasa Natasha adalah prioritasnya, lelaki itu pun segera mengetikkan pesan singkat untuk Rika.

[Sekarang aku nggak bisa. Ada urusan penting. Kamu minta bantuan ibunya Ima aja.]
Itulah pesan terakhir dari Satria untuk Rika sebelum lelaki itu menonaktifkan ponselnya.

"Mas, yuk! Aku udah selesai ...," ajak Natasha yang sudah berdiri tepat di belakang Satria.

Sedangkan Rika di tempat yang berbeda sangat kesal pada Satria.  Pasalnya saat perempuan itu membalas pesan Satria dengan memelas minta diantarkan oleh suaminya itu, Rika terpaksa gigit jari. Sebab laporan pengiriman percakapan mereka hanya centang satu. Kali ini Rika teramat kesal pada suaminya. Dia bertanya dalam hati, urusan apa yang lebih penting dari insiden yang menimpa dirinya. Urusan apa yang telah mengalihkan perhatian Satria darinya. Sebab sejak dulu, Satria seringkali mencemaskan dirinya. Baik insiden kecil mau pun besar. Padahal saat Rika terkilir begini, Satria akan menganggapnya insiden besar. Rika dengan wajah masam pun menelepon Cila, untuk meminta bantuan padanya.

                          ***

"Kehamilan Ibu sudah satu bulan, Pak." Dokter wanita berhijab itu mengabarkan berita  bahagia pada pasangan muda yang ada di hadapannya pagi ini.

Sepasang suami istri itu saling memandang untuk kemudian melempar senyum bahagia yang teramat manis. Sementara itu sebelah tangan mereka berjalinan di pangkuan calon ibu si jabang bayi menghantarkan kehangatan pada hati keduanya.

"Tapi, perlu saya ingatkan bahwa  kehamilan di trimester pertama ini sangat rentan. Untuk itu dijaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," pesan dokter tersebut.

Satria mengelus punggung tangan Natasha dengan ibu jarinya. Natasha pun menoleh pada sang suami mengulaskan senyum untuk lelaki yang telah merebut hatinya.

Setelah meresepkan beberapa vitamin, dokter juga mengingatkan Natasha untuk mengonsumsi makanan bergizi dan bernutrisi.

Sejurus kemudian, Satria merangkul Natasha untuk menuntun ibu hamil itu keluar ruangan dokter kandungan di rumah sakit tersebut. Keduanya berjalan dengan saling melempar senyuman, bercengkerama, tertawa bahagia.  Tangan Satria memeluk pinggang Natasha, sementara tangan Natasha mengusap perut yang sudah mulai tumbuh calon bayi mereka di dalamnya. Keduanya melewati banyak ruang poli dengan pasien yang menunggu di tempat duduk yang disediakan.

Tanpa Natasha dan Satria ketahui di antara pasien yang tengah menunggu panggilan dari asisten dokter ada sepasang mata yang memandang keduanya dengan tatapan yang penuh amarah bercampur bara cemburu yang membakar hatinya.

                            ***

Hari sudah memasuki malam hari, Rika belum bisa tidur sama sekali. Pikirannya berkelana. Matanya menyiratkan amarah. Dia sangat yakin dengan penglihatannya pagi tadi sewaktu di rumah sakit. Satria dan Natasha keluar dari poli kandungan. Dengan menampakkan kemesraan, Rika dapat menangkap bahwa Natasha telah hamil anak Satria.

Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Banyak hal yang harus dia bicarakan dengan Satria. Dia harus mendengar sendiri dari Satria siapa ayah yang ada di dalam kandungan Natasha. Rika rasanya masih tidak percaya akan hal tersebut. Sebab dia yakin Satria hanya memcintainya.
Itu sebabnya dia berani menyodorkan Satria untuk menjadi suami Natasha. Rika sangat percaya diri bahwa Satria tidak akan berpaling. Perempuan itu tidak berpikir panjang sama sekali. Tidak memprediksi kemungkinan Satria dan Natasha akan saling jatuh cinta.

Dulunya Rika menganggap tidak mungkin mereka akan saling mencintai. Sebab latar belakang derajat keluarga yang berbeda jauh. Bagi Rika tidak mungkin Natasha akan menaruh hati pada pria sederhana macam Satria. Sementara bagi Rika, Satria tidak akan mungkin jatuh cinta pada Natasha. Sebab yang Rika ketahui adalah Satria sangat mencintai dirinya.

Akan tetapi melihat betapa bahagianya mereka berdua tadi, Rika jadi meradang. Satria lebih memprioritaskan Natasha ketimbang dirinya. Selama ini Rika memang tidak pernah takut kehilangan Satria. Karena Satria sangat mencintainya. Sementara bagi Rika Satria bukanlah pria idamannya. Rika menerima Satria karena terpaksa. Walaupun mereka melakukan hubungan suami istri, Rika tidak pernah melibatkan hati di dalamnya. Namun, tidak dinyana dia baru menyadari bahwa cemburunya telah menunjukkan bahwa dia mencintai Satria.

Pintu ruang tamu terbuka. Suaranya dapat Rika dengar dari ruang makan tempat dia merenung tadi. Itu adalah Satria. Dia sangat yakin. Perempuan itu melirik jam yang tergantung, waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB. Pasti suaminya itu menunggu Natasha tertidur dulu, barulah datang menemuinya.

Sejurus kemudian Satria datang ke ruang makan dan mendapati Rika tengah menatapnya tajam.

"Urusan penting apa yang menyebabkan kamu menolak mengantarku kerumah sakit? Kamu tahu kalo Dyah sakit, selama aku bisa membawanya sendirian akan aku lakukan sendirian. Tapi, pagi tadi kakiku yang terkilir, sulit berjalan. Jadi aku membutuhkan kamu! Nyatanya kamu malah menemani Natasha! Katakan Mas! Katakan! Siapa ayah dari bayi yang dikandung Natasha?" pekik Rika.

Satria terhenyak sejenak mendengar luapan amarah dari Rika. Dia tidak menyangka bahwa Rika tahu Natasha hamil justru di hari yang sama dengan mereka mengetahui berita gembira itu.

Satria tidak menyangka seperti ini reaksi Rika. Sebab yang Satria tahu Rika tidak pernah benar-benar mencintainya. Bagi Rika, Satria adalah alat untuk mencapai tujuannya. Tidak pernah melihatnya dengan hati.

Walaupun reaksi Rika tidak dia prediksi, Satria sudah mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan Rika. Sejak pulang dari desa Negri di Atas Awan, Satria sudah mempersiapkan diri untuk hari ini.

"Ayah bayinya Natasha adalah aku!" tegas Satria.

Rika memejamkan matanya. Pedih merambati hati perlahan, menyiksa diri dengan sangat lambat. Walau dia sudah menduga hal ini, tetapi rasanya sangat sakit mendengar pengakuan mantap dari Satria. Tanpa keraguan. Bahkan binar kebanggaan tampak jelas di mata lelaki itu. Bangga karena sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.

Rika yang gengsi karena merasa cinta Satria yang telah terbagi mati-matian menahan air mata yang siap meluruh.

Akan tetapi sekali lagi dia ingin meyakinkan dugaannya. Satu lagi pertanyaan penting diajukan pada Satria.

"Apa kamu mencintai Natasha? Apakah kamu melakukan hubungan intim dengannya melibatkan hati?"

Hai... Aku up nih
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih.

Dijual IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang