Satria tidak bisa menyembunyikan kepanikannya melihat Natasha yang ketakutan. Tiba-tiba terdengar bunyi batang pepaya mulai patah bersamaan pekik tertahan dari Natasha. Gadis itu menutup mulut, cemas jika ular sendok itu terkejut mendengar teriakannya. Natasha pun memejamkan mata saat merasakan tubuhnya mulai bergeser turun karena batang pepaya yang patah.
Satria tidak memiliki pilihan lagi selain bertarung nyawa dengan ular yang terkenal bisanya mematikan itu. Lelaki itu mulai menaruh konsentrasi tinggi pada otak sementara matanya tidak berkedip mengamati pergerakan ular kobra tersebut. Satria tengah mengukur jarak untuk memegang leher ular dalam satu kali lompatan.
Hap!
Satria yang melompat tepat memegangi kepala ular kemudian memukulinya dengan batu yang berada tidak jauh dari mereka. Dalam satu kali pukulan, ular itu pun mati.
Satria melempar bangkai ular sembarangan. Dia tidak sempat lagi memikirkan apa pun selain keselamatan Natasha. Berlari secepat yang dia bisa, Satria menggapai tangan Natasha. Bertepatan dengan patahnya keseluruhan ranting batang pepaya. Natasha yang terkejut memekik takut. Namun, telapak Satria yang memeganginya telah meredam teriakan ketakutan itu berganti dengan bunyi napas yang memburu.
Satria menarik kuat tangan Natasha ke atas hingga gadis itu benar-benar berpijak di atas jalan yang masih beralaskan tanah merah.
Hal pertama yang dilakukan Satria setelah menyelamatkan Natasha adalah memeluk istrinya itu erat. Napas Satria yang tersengal-sengal didengar jelas oleh Natasha. Tidak ada yang mengucapkan apa pun. Natasha dengan isak tangisnya yang sejak tadi tertahan akhirnya pecah juga. Ditumpahkannya rasa tangis dan takut di dada bidang sang suami.
Sementara Satria berusaha meredam rasa syoknya dengan memeluk Natasha erat dan mengusap punggung sang istri dengan perasaan takut, lega, bahagia. Cukup lama mereka saling mendekap. Hingga Natasha mulai tidak terdengar lagi isaknya.
"Udah, nggak apa-apa. Kamu aman sekarang," kata Satria sembari mengurai pelukan mereka.
Satria mengusap pipi Natasha yang basah. Di bawah cahaya rembulan Satria menatap Natasha dengan sendu. Sejurus kemudian dia merundukkan kepalanya memeriksa lutut Natasha yang berbalut celana jeans, untungnya tidak ada yang sobek.
Satria menegakkan tubuhnya kembali memeriksa telapak tangan Natasha. Di sana terdapat luka lecet serta beberapa luka tusukan. Wajah Satria berubah menjadi pias.
"Berdarah ...," gumamnya.
Dengan segera dia menarik tangan Natasha menuju motor yang tadi tergeletak begitu saja di jalan. Melepas genggaman, lalu menegakkan motornya kembali. Didudukkannya Natasha di jok motor dengan menekan pelan pundak istrinya itu.
Satria mengambil kotak first aid di dalam tas ranselnya dengan gerakan cepat. Mengeluarkan kasa steril, salep dan alkohol untuk membersihkan luka pada tangan Natasha. Wajah paniknya terburat membias ditimpa cahaya bulan, membuat Natasha mengulas senyumnya yang sangat manis.
Dalam hatinya, Natasha tahu jika suaminya telah kembali. Pria itu terlihat panik dan cemas. Setiap kali Natasha dalam keadaan yang berbahaya, wajah itu tercetak sama dan tidak dibuat-buat. Satria benar-benar panik. Kali ini Natasha yakin jika Satria memang mencintainya.
Gadis itu tidak berhenti memperhatikan wajah Satria yang cemas sekaligus serius mengobati luka Natasha. Diam-diam dia tidak menyesal telah mengalami hal buruk sesaat yang lalu. Dengan demikian, dia tahu reaksi sang suami saat dirinya berada dalam kondisi berbahaya. Masih sama, kuatir dan takut. Seperti sebelum-sebelumnya.
Perjalanan ini memang bukan perjalanan biasa yang ditempuh Natasha. Apalagi dengan menaiki motor. Namun, walau sulit Natasha berusaha tidak mengeluh apalagi menangis meski harus berjalan kaki. Semua itu dilakukannya untuk merekatkan hubungan mereka kembali. Ternyata usahanya itu tidak sia-sia. Dia kembali mendapatkan wajah panik Satria saat dia bertarung nyawa di tepi jurang tadi. Natasha berdesis sedikit saat alkohol menetes di telapak tangannya.
Satria menghentikan gerakannya membersihkan luka, tatapan lelaki itu beralih dari tangan ke wajah Natasha. Mata mereka jadi beradu pandang dengan jarak yang teramat dekat.
"Sakit?" tanya Satria.
"Sedikit," jawab Natasha.
"Tahan, ya ...."
"Hu-um."
Sartia pun melanjutkan kembali aktifitasnya mengobati luka Natasha dengan serius hingga selesai.
"Udah selesai. Sakit?" tanya Satria dengan tatapan sendunya.
Natasha menggeleng.
"Sepertinya kita nggak bisa melanjutkan perjalanan. Kita harus pulang malam ini---"
"Lho!? Kok pulang?" tanya Natasha sedikit terkejut.
"Kondisi kamu tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan kita. Menurut cerita yang kudengar, jalannya masih belum bagus. Sementara kamu terluka dan pastinya syok setelah kejadian tadi, sangat tidak mungkin perjalanan ini dilanjutkan," terang Satria.
"Ini cuma luka lecet. Lagian kan tangan yang lecet bukan kaki. Aku juga masih kuat jalan, kok."
Satria menggeleng. "Kita pulang! Keselamatan dan kenyamanan untukmu harus diutamakan."
Sejurus kemudian Satria merogoh ponsel yang ada di kantong celananya dan mencari nama Devin di daftar panggilan terakhir. Lelaki itu meminta bantuan Devin agar bisa mengirimkan mobil untuk mengangkut motor serta Natasha dan dirinya juga.
Mengingat kaki Natasha yang keseleo, akhirnya Satria menyuruh sang istri menaiki motor sementara dirinya mendorong motor hingga ke jalan yang bisa dilewati mobil. Devin yang memerintahkan hal itu, sebab tidak mungkin menjemput Natasha dan Satria di tempat tadi karena akses mobil yang tidak bisa dilewati. Untuk itu mereka berdua harus mundur sampai bertemu dengan jalan yang bisa dilalui mobil.
Setelah menempuh jarak yang tidak dekat, Natasha mengatakan agar dirinya berjalan kaki saja. Dalam kacamatanya Satria terlihat lelah karene mendorong beban yang tidak ringan. Namun, Satria menolak. Tentu saja dia tahu bahwa sesungguhnya kaki Natasha terkilir. Jika dibiarkan berjalan, maka akan memperparah kondisi kaki sang istri.
Setelah jalan yang bisa dilalui mobil mereka temui, Satria pun mengirim titik koordinat lokasi terakhir mereka pada sopir mobil yang dikirim Devin untuk menjemput mereka.
Setelah menunggu, di sinilah mereka berada. Di dalam sebuah mobil SUV dengan dua orang yang ada di depan. Sementara motor Satria diangkut oleh mobil derek.
Saat perjalanan pulang di dalam mobil Satria merangkul Natasha dengan tangan kiri sementara tangan kanannya mendekap erat tubuh Natasha seolah tidak ingin terpisahkan lagi. Natasha menyurukkan kepalanya semakin dalam di dekapan Satria. Memanjakan diri dalam pelukan sang suami.
Sesekali Satria mengecup ringan ubun-ubun Natasha. Peristiwa tadi membuat Satria merasa sangat takut kehilangan Natasha. Hingga rasanya ingin selalu mendekap dan menyayangi Natasha lewat kecupan.
"Tidurlah. Nanti kalo sudah sampe, Mas bangunkan."
Tiba-tiba saja Natasha melepas pelukannya, sejurus kemudian Natasha mendaratkan sebuah ciuman ke rahang Satria. Cukup lama.
"Terima kasih karena selalu ada untukku," kata Natasha.
Gadis itu kembali menyerukkan kepalanya dalam dekapan Satria. Sedangkan lelaki itu tertegun sesaat mendapat ciuman dari Natasha. Perlahan bibir pria itu mengembang membentuk bulan sabit.
Satu hal yang dia yakini saat ini. Bahwa cintanya telah terbagi. Hatinya kini bukan hanya milik Rika seorang. Ada nama Natasha bersemayam yang juga di sana.
Hai... Aku up nih...
Gimana²? Udah mulai sadar tuh arti Natasha di hatinya.
Terus gimana dong sama Rika dan Dyah? Ikuti terus kisahnya ya...
Daaaan jangan lupa votenya...
Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijual Istri
ChickLitNatasha seorang wanita dingin yang sudah pernah patah hati, hingga dia didesak oleh keluarganya untuk menikah sebab orang tuanya yang sudah sakit-sakitan ingin melihatnya menikah. Merasa terdesak, dan sudah tidak memiliki waktu banyak lagi, Natasha...