SE-IMAN tak SE-AMINDi bawah teriknya matahari siang, Vania yang kelelahan kini harus terus melanjutkan langkahnya. Ia harus mengurungkan leleh yang sedari tadi memaksa untuk istirahat.
Tidak ada satupun taxi yang berlalu lalang. Dan hari ini, Vania harus pulang lebih awal karna ada kajian umum setiap hari senin dirumahnya.
Vania menyeka keringat dari dahinya yang sedikit lagi akan meluncur bebas didahinya. Ia menghembuskan napas pelan sambil mengedarkan pandangan sekitar.
Matanya berhasil melihat seorang pria mendekat. Sang empu mengendarai motornya dengan laju, yang hampir saja memaksa lewat didepan Vania.
"Astaghfirullah, " Vania memegang dadanya yang spontan berdetak lebih kencang.
Sang empu pengendara motor membuka helm full face nya. Tampak dengan jelas, Farel yang terlihat gerah dan rona wajahnya yang memerah, ia juga langsung mengatur deru napasnya yang terengah engah.
Farel mengulurkan senyuman kecil untuk Vania. Senyuman manis, tetapi tidak berani Vania lihat. Gadis itu tampak menundukkan kepala, sedikit demi sedikit Vania juga memundurkan langkah karna tidak mau terlalu dekat dengan Farel.
"Vania ya? " tanya Farel memelankan suaranya. Farel memang bukan tipe pria yang suka mengoleksi wanita, tapi pengetahuannya tentang jenis jenis lawan jenisnya ini cukup dibilang lumayan.
Vania adalah jenis wanita lembut, tidak bisa disentak apalagi diperlakukan dengan kasar. Farel tahu baik tentang itu.
Vania mengangguk, ia masih setia menundukkan kepalanya untuk memberi respon kepada sang empu. Farel bukanlah muhrim untuk Vania. Selain Farel bukan muhrimnya, Vania juga sedikit tidak menyukai Farel yang sifatnya diluar batas wajar itu.
"Pulang bareng gue yuk. " ajak Farel.
Mendengar tawaran Farel baru ini, berhasil membuat Vania membulatkan matanya sempurna. Meskipun gadis itu masih setia menunduk, Farel juga tahu kalau saat ini Vania tengah terkejut dibuat olehnya.
Vania berdehem, ia mengangkat wajahnya namun tidak sedikitpun keberanian hinggap di dirinya untuk menatap kedua mata Farel.
"Saya bisa pulang sendiri. "Tolak Vania, akhirnya bersuara.
Vania mengeluarkan ponselnya dari tas, perhatiannya kembali teralihkan dengan benda pipih itu dan jari jarinya mulai sibuk mengetikkan sesuatu untuk mengirim pesan kepada seseorang.
Farel yang tidak mau kalah kini dengan beraninya, ia langsung merebut ponsel Vania dari tangan sang empu.
Lagi lagi Farel berhasil membuat Vania terkejut. Sungguh, Farel tidak tahu sopan santun dengan mengambil barang milik orang lain.
"Kak, tolong kembaliin. "Pinta Vania.
Vania kembali menundukkan kepalanya. Ia tidak bisa bergerak lebih, apalagi merebut ponselnya dari orang lain meskipun ia berhak.
"Pulang bareng gue, atau hp lo gue sita. "
Vania menggelengkan kepala tidak habis pikir. Atas dasar apa Farel mempunyai hak untuk mengatur hidupnya?.
Kalau melawan dan merebut paksa ponselnya, maka dia bukan Vania Winata Ayudya. Vania masih bisa bersabar, sebenarnya banyak privasi tentang dirinya yang tersimpan diponselnya. Tapi Vania tidak mempermasalahkan itu, ponselnya sudah di PIN dengan aman dan hanya Vania yang tahu itu.
Jika Farel akan mengambilnya, silahkan ambil saja. Vania lebih memilih pergi menghentikan taxi yang tidak sengaja melintas didepannya dan meninggalkan Farel yang hanya mematung sambil menatap kepergian Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√
General FictionBANTU TEMBUSIN 1K:) TEMBUS 1K, AKU NEXT PART YANG UNBROKEN. "Kita se Iman, tapi tak se amin. "-VANIA WINATA AYUDYA. "Dalam hitungan hari, gue bisa jamin se iman kita juga akan segera se amin. " -FAREL YUDA MAHESWARA. Cerita Fiksi! Cerita mereka...