IX

133 22 1
                                    

SE-IMAN tak SE-AMIN

"Arrrghhh sial! " Farel memukul batang pohon tumbang di sebelahnya.

Saat ini ia tengah berada di belakang rumah Vania. Keluarganya belum pulang, dan Farel pun masih disana.

Jangan tanyakan seberapa sakit hatinya sang empu. Sebelumnya Vania sempat bersikap manis kepada Farel, oleh karena itu Farel juga menyimpan harapan agar bisa lebih dekat dengannya.

Benar benar sakit. Melihat orang yang kita cintai di khitbah oleh orang lain bahkan kakak kandungnya sendiri. Lantas apa yang bisa Farel lakukan? Mengekang? Tidak.

Diam dan menerima semuanya. Tapi itu tidak mudah. Butuh waktu lama bagi seorang Farel melupakan cinta pertamanya. Ah entahlah tanyakan saja langsung kepada sang empu.

Farel menghela napas berat. Sesekali ia mendengus kesal karna takdir tidak pernah berpihak baik kepadanya.

Sejak kecil selalu saja Firman. Firman yang selalu mendapatkan hal baik, dan Farel sebaliknya. Orang tuanya yang selalu membela Firman, takdir baik yang selalu memihak Firman, lalu bagaimana dengan Farel? Apakah dia tidak pantas mendapatkan sedikitpun kebaikan dari tuhan?.

"Ini nggak adil. Kenapa gue yang harus menerima semua ini? Kenapa gue yang harus mengalah dengan semua ini kenapa?! "

Lagi lagi Farel memukul batang pohon tadi.

"Gue selalu beda dimata papa, mama. Gue selalu buruk dimata orang lain. Dan gue selalu kalah dalam mendapatkan keadilan. Apa perlu gue merebut hak gue sendiri? Selama ini gue selalu ngalah. Dan gue selalu dapet yang jauh dari kata baik. Tapi nggak buat hari ini, gue nggak bisa diem aja liat perempuan yang gue cintai harus menikah dengan kakak gue sendiri. "

Farel mengepalkan tangannya erat. Tatapannya sangat tajam menyapu sekitar.

Samar samar, Farel bisa mendengar tapakan kaki yang mendekat. Bukan hanya itu, bahunya juga disentuh pelan oleh tangan seseorang.

Farel membalikkan tubuhnya. Matanya membulat sempurna ketika ia berhasil mendapati Firman yang sudah tersenyum lebar ke arahnya.

"Wanita yang baik untuk pria yang baik. " ucap Firman sambil melepaskan tangannya dari bahu Farel.

Ya, sebenarnya dari tadi Firman sudah mendengar keluhan keluhan Farel. Marah? Kecewa? Tidak. Hal hal itu jauh dari benak Firman, malahan sang empu menjadi merasa salah karna tidak pernah tahu isi hati adiknya.

"Maafin kakak Rel, " Firman memeluk tubuh Farel erat. Begitupun sebaliknya, Farel sudah tidak bisa menahan tangisannya hingga tangisan itu pecah.

"Kak kok lo ada disini? Lo salah denger kak. " Farel menjauhkan tubuhnya pelan.

Ia menghapus kasar air matanya, lalu menatap kedua mata Firman antusias.

"Maksud lo apa ngatain gue? "

Firman mengerutkan dahi, "ngatain apa? "

"Wanita yang baik untuk pria yang baik. Maksud lo gue nggak baik? "

Firman terkekeh mendengar pertanyaan Farel. Ia mengambil posisi duduk di pohon tumbang yang beberapa saat tadi menjadi bahan pelampiasan Farel.

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang