SE-IMAN tak SE-AMINSedikit demi sedikit, hari berganti hari, alhamdulillah Farel mulai bisa menerima keadaannya yang sekarang.
Bangun bisa pagi, sholat mulai rutin. Sholat nggak harus dipaksa ya guys. Karna, teruntuk muslim sholat adalah kewajiban yang harus kita laksanakan.
Selain itu, Farel sudah mulai bisa mencuci pakaian sendiri. Dan bisa berinteraksi lebih baik dengan yang lain.
Beri tepuk tangan ayo untuk Farel.
"Assalamualaikum bang. " salam Azmi seperti biasa.
Farel yang tengah menghafal hafalan-hafalannya, dia harus berhenti untuk menyahuti salam Azmi.
"Waalaikumsalam, "
"Bang Farel udah mulai berubah ya." puji Azmi kepada Farel.
Farel yang mendapatkan pujian itu kini tersenyum lebar, "gue nggak ngerasa berubah. Karna jadi diri sendiri itu penting. "
Azmi menghela napas pelan, "bang kita pulang kerumah kapan? "
Kebiasaan Farel merengek meminta pulang kini hilang. Dan ternyata kebiasaan itu berpindah tempat menjadi Azmi yang sering merengek bertanya pulang.
"Nggak tau sih. Kita nunggu intruksi aja dari pak kiyai. "
Lagi lagi Azmi menghela napas pelan. "Emang kenapa nanya kaya gitu? " kali ini Farel yang bertanya.
"Nggak papa, kangen ibu sama bapak. "
"Sabar Mi. " hanya itu yang Farel ucapkan. Entah apa yang harus dia katakan, Farel sama dengan Azmi. Dia merindukan orang tuanya, dan merindukan orang-orang terdekatnya.
Farel tersenyum kecil. Tangannya terulur mengacak gemas rambut Azmi.
***
Vania menghembuskan napasnya pelan. Entah mengapa perasaanya sangat tidak enak saat ini.Nama Abdullah terus menghantuinya. Sejak tadi pagi, Vania selalu mengkhawatirkan sang empu.
"Vania, kenapa kok diem aja? " tanya Salma yang tengah menulis.
Vania memperlihatkan wajahnya yang penik kepada Salma. Hal itu berhasil membuat Salma menghentikan kegiatannya.
"Sakit ya? " tanya Salma kembali seraya menyentuh dahi Vania untuk memeriksa suhu badan sang empu.
Vania menggelengkan kepala, ia menatap Salma dengan sendu lalu berkata "perasaan aku nggak enak Salma. "
Suasana kelas sangat hening. Karna waktu yang seharusnya Salma dan Vania gunakan untuk istirahat, keduanya malah tetap menetap di kelas sambil membaca baca buku.
Toh ini kan puasa, ngapain keluar istirahat? Mau makan? Gila.
"Nggak enak kenapa? " tanya Salma yang ke tiga kalinya.
"Nggak tau. Dari tadi kepikiran abi terus. "
Salma menghela napas pelan. Ia menatap Vania sejenak, lalu menggenggam erat telapak tangan sang empu.
"Jangan mikir yang aneh-aneh. Abi baik-baik aja kok pasti. " ucap Salma mencoba untuk menenangkan Vania.
***
Selesainya kuliah, Vania langsung bergegas pulang. Ia akan memastikan kalau tidak terjadi apa apa kepada abi nya.Dari tadi Sajidah juga sangat sulit dihubungi. Hal itu menjadi menambah kekhawatiran Vania dengan keadaan Abdullah.
Vania selalu berharap, hal baik akan selalu menyertai keluarganya.
Sesampainya dirumah, Vania berhasil dikejutkan dengan para santri yang memenuhi rumahnya. Semuanya menatap Vania sendu seakan, mereka turut berduka dengan sesuatu yang sudah terjadi.
"A-abi. "
Vania menerobos masuk, tepat diambang pintu kamar orang tuanya, Vania berhasil mendapati Sajidah yang tengah menangis sesenggukan dan Abdullah yang tengah terbaring lemas sambil mengulurkan senyuman.
"Umi, abi kenapa? " tanya Vania kepada Sajidah.
Disana juga ada Muslimah dan Vanesha yang tengah menenangkan Sajidah. Selain itu, ada Ridwan dan Satria yang duduk di samping Abdullah.
"Abi kamu, Nia. " entah kenapa lidahnya terasa kelu. Tangisannya pecah sebelum ucapannya terselesaikan.
Sajidah memeluk Vania erat. Setelah itu, Abdullah menyentuh pelan tangan putrinya lalu mencium puncuk kepalanya.
"Abi kenapa? " Vania juga memecahkan tangisannya.
Sebenarnya tadi Abdullah hanya pingsan karna mungkin kelelahan. Hal itu memicu penyakitnya, penyakit darah tingginya naik dan bisa dikatakan bahaya untuk sang penderita.
Vania menenggelamkan wajahnya di dada bidang abi nya. Harapannya satu, yaitu keselamatan dan kebaikan selalu menyertai keluarganya.
***
Sore ini Salma berinisiatif untuk mengajak Vania pergi. Ngabuburit mungkin. Salma tahu kalau saat ini Vania tengah bersedih karna turunnya kesehatan Abdullah.
Tapi Salma juga tidak akan membiarkan Vania larut dalam kesedihan yang mungkin saja akan mempengaruhi kesehatannya.
Sedari tadi permintaan Salma itu terus ditolak oleh Vania. Namun, bukan Salma namanya kalau berhenti di tengah jalan.
"Ayo Van. Tadi juga udah di izinin kok sama abi, " rayu Salma sambil menarik pelan tangan Vania.
Vania yang merasa ketenangannya terganggu itu kini hanya menatap Salma tidak tertarik sama sekali.
"Sal, aku nggak mau ninggalin abi." ucap Vania yang mencoba menolak permintaan Salma.
Ditengah pembicaraan Salma dan Vania, saat itu juga Sajidah datang. Ia mengulurkan senyuman kecil kepada Vania dan Salma.
"Nggak papa nak, jangan dipaksain. Kalo kamu jadi tertekan terus, nggak baik loh buat kesehatan kamu. " tambah Sajidah, yang sudah mendengar pembicaraan Salma dan Vania beberapa menit lalu.
Salma pun menyetujui ucapan Sajidah, tujuannya mengajak Vania pergi hanya agar Vania bisa menghirup udara sebentar, bukan menjauhkan Vania dari abi nya.
Akhirnya Vania mengangguk setuju, toh juga tidak ada akhirnya jika menolak permintaan Salma yang tidak akan ada ujungnya.
"Iya deh ayo. " serah Vania, yang mendapatkan senyum penuh kemenangan dari Salma.
"Yaudah umi, Salma sama Vania keluar sebentar ya. Assalamualaikum, " izin Salma kepada Sajidah, sambil memeluk lengan kiri Vania.
"Iya, Waalaikumsalam hati-hati ya. "
Sajidah tersenyum kecil, ini yang selalu ia inginkan. Melihat senyuman manis yang terukir jelas dari wajah cantik putrinya.
Next Part
.
.
.
.Ig. uv.heart01
Writer: 23 Maret 2021
Update: 27 Maret 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√
General FictionBANTU TEMBUSIN 1K:) TEMBUS 1K, AKU NEXT PART YANG UNBROKEN. "Kita se Iman, tapi tak se amin. "-VANIA WINATA AYUDYA. "Dalam hitungan hari, gue bisa jamin se iman kita juga akan segera se amin. " -FAREL YUDA MAHESWARA. Cerita Fiksi! Cerita mereka...