XXXII

101 19 0
                                    


SE-IMAN tak SE-AMIN

Hari-H

Farel membenarkan dasinya. Jas hitamnya sangat menambah aura ketampanan sang empu.

Setelah kurang lebih satu jam setengah bersiap-siap, akhirnya Farel sudah selesai juga.

Sudah sangat lama Farel tidak merokok. Dan hari ini, Farel akan menghabiskan satu batang rokoknya sambil menunggu panggilan dari kedua orang tuanya.

Farel mengambil satu batang rokok yang ada diatas meja kamarnya. Ia langsung membakarnya dengan api hasil dari korek apinya, lalu dengan cepat Farel langsung menghirup asap-asap yang keluar dari benda tesebut.

"Subhanallah nikmat. "

Farel tahu kalau rokok bisa menjadi sumber pengganggu kesehatan seseorang jika mengonsumsinya. Farel juga tahu kalau rokok terbilang bahaya ketika sering dikonsumsi.

Banyak kabar beredar, kalau rokok sangat bahaya. Sangat bahaya. Bahkan didalam kemasannya saja ada tulisan 'hati-hati rokok dapat membunuhmu'.

Bukannya membuat takut, hal itu begitu terlihat sangat sangat lucu dimata Farel. Bukannya meremehkan, 'rokok dapat membunuhmu' hanya itu saja yang terlihat aneh bagi Farel.

Yang menghidupkan dan mematikan manusia adalah Allah, bukan rokok. Konyol? Ya. Dan itu hanya dimata Farel.

Glubrak...
"Assalamualaikum. "

Farel terlonjak kaget. Bukan karena salamnya yang membuat sang empu kaget. Namun, suara dorongan pintu yang dibuka secara kasar oleh seseorang.

Siapa lagi kalau bukan Satria. Farel menghela napas berat, "waalaikumsakam. Ya Allah pa, biasa aja kali nggak usah pintu juga papa tendang dong. " protes Farel yang tidak terima karna sudah berhasil dibuat terkejut.

Bukannya merasa bersalah, Satria malah membulatkan matanya sempurna ketika melihat Farel yang tengah bersantai, dengan satu batang rokok disela sela jarinya.

Bagaimana tidak kesal. Sudah semakin siang, bukannya keluar malah harus dipanggil dulu. Sedangkan Farel juga dari tadi dipanggil tidak menyahut-menyahut.

"Kamu ini paling bisa bikin papa emosi! " bentak Satria yang sudah tidak bisa lagi menahan emosinya.

Ia mendekati Farel, tangannya terulur bukannya mengusap rambut sang empu, Satria malah menarik telinga Farel untuk memberi peringatan.

"Aduh pa, ampun. Iya iya Farel salah." setelah Farel mengakui kesalahannya. Baru juga Satria langsung melepaskan jewerannya.

"Sakit tau ditarik tarik. Dikira knop lemari apa ditarik tarik. " gumam Farel yang merasa tidak terima.

"Mau sampa kapan disini?! Buruan Farel udah ditunggu banyak orang loh kamu. Harusnya yang lama itu pengantin wanitanya. Lah ini, malah pengantin pria nya yang super lelet." celoteh Satria yang tidak henti-henti.

Farel menghembuskan napas pelan, "iya pa iya, ini Farel udah siap kok. "

"Terus kenapa nggak langsung turun? " tanya Satria menatap penampilan Farel dari atas sampai bawah.

"Nungguin dipanggil lah. Gengsi dong kalau Farel turun duluan. " canda Farel yang malah mendapatkan cubitan kasar diperutnya oleh Satria.

"Aduh sakit pa. "
"Cepetan turun! Dua menit nggak turun, papa kawinin kamu sama kambing! "

Satria pergi keluar dari kamar Farel. Dan Farel yang dari tadi terduduk, kini langsung membuang sisa rokoknya lalu kembali merapihkan dasi-dasinya.

Farel tersenyum lebar melihat bayangan wajahnya dari dalam cermin, "subhanallah anaknya pak Satria sama bu Vanesha ganteng juga ya. " puji Farel kepada dirinya sendiri.

Tidak terkejut sih. Farel memang memiliki tingkat ke pd an yang sangat tinggi.

"FAREL!!!!"
"Iya pa on the way! "

Farel berdecak kesal. Belum juga selesai pujian-pujian lain untuk dirinya, dan Satria sudah berkoar koar saja memanggil.

Farel berlari kecil keluar kamar. Tanpa ia lupa, Farel langsung menutup pintu kamar dan pergi sepenuhnya.

***
Farel menghembuskan napasnya dalam-dalam. Sejenak ia memejamkan kedua matanya, lalu dengan mantap langsung menerima uluran tangan dari penghulu pernikahannya dengan Vania.

"Bismillahirahmanirrahim. Saya terima nikah dan kawinnya Vania Winata Ayudya binti Abdullah Sulthoni, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai. "

Penghulu mengedarkan pandangan sekitar, "bagaimana para saksi? "

"Sah.. " sahut semua orang ramai ramai.

"Alhamdulillah. "

Akhirnya, resepsi pernikahan Vania dan Farel telah resmi. Dan hari ini juga, keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri.

Vania tersenyum getir. Ia bersalaman dengan Farel sambil mencium punggung tangan Farel. Setelah bertukar cincin, Farel langsung mencium puncuk kepala Vania pelan pelan.

Dari pihak satu, jujur Farel sangat bahagia dengan pernikahannya bersama Vania. Laki laki mana yang tidak bahagia ketika menikah dengan perempuan yang dicinta?.

Dari pihak dua, Vania sangat bingung. Ragu, dengan pilihannya. Vania gagal berterus terang dengan hatinya. Hari ini, Vania mengisi lubuk hatinya dengan banyak kebohongan. Bohong jika Vania bahagia hari ini. Bohong jika Vania bahagia atas pernikahan ini.

Dari pihak terakhir, yaitu Salma. Sakit? Jelas. Melihat laki-laki yang ia cintai menikah dengan perempuan lain. Ingin sekali Salma mengadukan semuanya kepada seseorang. Tapi semua itu hanya angan-angannya saja. Tidak mungkin Salma menentang takdir. Lagi pula, Salma tidak berhak atas Farel yang sama sekali tidak mencintainya.

Sajidah menghela napas pelan. Dia sangat bahagia dengan pernikahan putri kandungnya. Tapi disisi lain, Sajidah juga sedih melihat Salma sedih yang sudah Sajidah anggap seperti putri kandungnya sendiri.

Tangannya terulur merangkul Salma dari belakang. Saat Salma menatap Sajidah, saat itu juga Sajidah langsung mengusap bahunya berkali kali.

Salma tidak bisa lagi menahan tangisannya. Ia menenggelamkan wajahnya didalam dekapan Sajidah, lalu berkata "Salma ikhlas umi. "

Next Part
.
.
.
.

Ig. uv.heart01

Writer: 25 Maret 2021.
Update: 27 Maret 2021.

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang