X

120 26 1
                                    


SE-IMAN tak SE-AMIN

Mobil hitam milik Farel melintas. Sang empu pemilik langsung memarkirkan mobilnya diparkiran kampus, lebih tepatnya di tempat Salma kini berdiri.

Salma mengurungkan niatnya untuk berkata sesak ketika melihat pria yang ia kagumi bersama perempuan lain. Terlebih itu sahabatnya sendiri. Tapi apalah daya Salma yang hanya tersenyum kecil membalas senyuman Vania dari dalam mobil.

Setelah keluar dari dalam mobil, Farel langsung berlari kecil untuk membukakan pintu Vania. Namun ia terlambat, karna Vania sudah lebih dulu membukanya.

"Assalamualaikum Salma, " salam Vania hangat.

Salma tersenyum, "Waalaikumsalam. "

"Tadi gue sama Vania mau bareng sama lo Sal. Tapi lo nya udah duluan kata Vania. " jelas Farel yang sedikit tidak enak.

"Iya kak, tadi bang Firman nyuruh dateng lebih awal. " sahut Salma lembut.

Farel mengangguk paham, "yaudah gue ke kelas dulu ya. Assalamualaikum Vania, Salma. "

"Waalaikumsalam. " balas Vania dan Salma bersamaan.

"Mau ke kantin? " tanya Vania sambil mengulurkan senyuman hangat untuk Salma.

"Enggak, tadi baru aja kesana. Aku sibuk Van, aku duluan ya. Assalamualaikum, " pamit Salma tersenyum kaku.

"Waalaikumsalam. "Balas Vania menatap punggung Salma yang mulai menjauh.

Vania mengerutkan dahi. Tidak biasanya Salma bersikap seperti itu, tapi ya sudahlah mungkin saja karna pusing memikirkan skripsi.

Tujuan Vania sekarang adalah kantin, mencari sarapan pagi karna cacing-cacing di dalamnya sudah demo meminta makan saat ini.

***
"Apa maksud kamu bicara seperti itu?! Kamu sadar kalau kamu mau bikin malu papa sama mama?! "Tanya Satria kepada anak pertamanya.

Firman menghela napas pelan. Dia sangat sedih karna tidak bisa mencegah masalah seperti dari sebelumnya.

Kalau saja Firman tahu lebih awal jika Farel menyukai Vania, jelas saja Firman tidak akan mengkhitbah Vania.

Ingin sekali Firman mengadukan semuanya kepada Allah. Ingin sekali Firman segera menyelesaikan masalahnya tanpa merugikan satupun pihak.

"Maafin Firman pa, ma. Firman nggak bisa lanjutin hubungan ini karna keterpaksaan."

Vanesha menghela napas berat. Entah bagaimana alur pikiran Firman, yang pasti saat ini dia sangat sedih karna pengakuan putranya yang mencintai perempuan lain selain Vania.

"Nak, bukannya kamu sendiri yang minta dikhitbah sama Vania?" tanya Vanesha sambil menyentuh pelang punggung Firman.

Firman menggelengkan kepala. Sesekali ia juga melihat Satria yang tengah menatapnya tajam.

"Lebih baik Firman katakan sekarang, atau Firman katakan nanti kalau udah nikah? "

Plak..

Vanesha membulatkan matanya sempurna. Ia spontan berdiri untuk menahan tangan Satria yang akan kembali memukul Firman.

"Mas tenang mas. "

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang