XI

109 20 0
                                    

SE-IMAN tak SE-AMIN

Setelah hujan reda, akhirnya Salma memutuskan untuk pamit pulang. Karna hari semakin sore, jadi Salma tidak bisa berlama lama lagi disini.

"Ya Allah saking asyiknya bicara sampe nggak sadar kalau udah reda. " ucap Salma yang mendapatkan kekehan kecil dari Farel.

"Mau gue anterin? "

Salma menggelengkan kepala berkali kali. Selain malu, tentu saja ia akan merasa tak enak.

"Nggak usah kak makasih, itu taxi Salma. " tolak Salma menunjuk mobil taxi yang terparkir didepan kampus.

Farel pun mengangguk. "Permisi kak, Assalamualaikum. "

"Waalaikumsalam. " balas Farel.

Sang empu menatap punggung Salma yang mulai menjauh. Salma ternyata orangnya asyik, meskipun terlihat pendiam kalaupun sudah kenal ya lumayanlah.

Seandainya Vania yang bersikap bak Salma. Tapi sang empu selalu ber-realita lain jauh dari ekspektasi Farel.

Farel menggelengkan kepala. Seharusnya dia juga pulang bukannya memikirkan Vania. Hm ada ada aja.

***
Kepulangan Farel berhasil disambut hangat oleh semua keluarga. Disana juga ada Vania yang tengah berbincang hangat dengan mamanya.

"Assalamualaikum, "salam Farel.

Semua orang tersenyum tulus, "waalaikumsalam " balas mereka semua.

Farel bisa melihat Vanesha, Satria dan Vania. Tapi satu orang tidak ada, Firman. Dimana dia?.

"Ma, kak Firman dimana? " tanya Farel sambil mengedarkan pandangan.

Mendengar pertanyaan Farel, Vanesha tersenyum kecut. Berbeda dengan Satria, pria itu malah menjadi sangat sensitif ketika mendengar nama Firman disebut.

"Nggak usah tanya sama kami. Kami tidak tahu dimana dia. " tegas Satria, yang mendapatkan tatapan sendu dari Vanesha.

Vania yang tidak tahu apa-apa dia hanya diam dan mencerna ucapan Satria. Bingung? Tentu. Pasalnya, katidak sukaan Satria ketika mendengar nama Firman benar-benar bisa dilihat jelas.

Vania menepis kuat kuat pikirannya. Mungkin saja Firman telah melakukan sesuatu yang salah dimata keluarganya. Bukannya tidak peduli, Vania hanya tidak mau ikut campur atas semua urusan keluarga orang lain.

Vania menatap jam yang melingkar di pergelangannya. Ternyata jam sudah menunjukan pukul lima sore, hari ini ada acara syukuran dipesantren. Vania harus segera pulang karna tidak mau membuat orang rumah menunggu.

"Abi, umi, Vania harus pulang. Maafin Vania nggak bisa lama-lama, yang penting abi udah lebih sehatan kan. "

Vanesha dan Satria saling menukar pandangan. Senyuman kecil hangat berhasil diterbitkan langsung oleh kedua empu.

Senang rasanya melihat perempuan sholehah seperti Vania. Namun cita-cita pasangan itu hanya sekedar senang tanpa berfikir untuk memiliki. Diposisi lain, mereka tidak sadar bahkan tidak tahu kalau putra mereka yang lain juga menyukai perempuan yang sama.

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang