XVIII

102 20 0
                                    

SE-IMAN tak SE-AMIN

Plakk...

Firman membulatkan matanya sempurna. Bagaimana tidak, pasalnya tanpa berbasa basi Vania langsung menampar pipi Kanaya dengan kasar.

Siapa saja yang ada diposisi Vania pasti tidak akan bisa tinggal diam, ketika melihat tunangannya bergandeng tangan dengan wanita lain.

Kesabaran Vania sudah habis, Vania masih bisa memaafkan kesalahan Firman yang kemarin kalau itu khilaf. Tapi tidak hari ini, Vania manusia biasa. Dia punya batas rasa sabar, dan mempunyai rasa cemburu seperti manusia lainnya.

Vania menatap kedua mata Kanaya dengan tajam. Matanya berkaca kaca, Vania tidak menyangka ternyata dibelakangnya Firman akan bermain perempuan darinya.

"Kita sama sama perempuan Nay. Harusnya kamu tahu perasaan perempuan lain ketika calon imamnya bergandeng tangan dengan perempuan lain. "

"Dan kamu kak Firman, harusnya kamu nggak ngelakuin ini semua. Katanya sahabat, kok gandengan tangan? " ucap Vania, melontarkan beberapa pertanyaan.

Firman menghela napas berat. Saat kedua tangannya akan menyentuh pundak Vania, saat itu juga langsung ditepis kasar oleh Vania.

"Van, aku bisa jelasin semuanya-"
"Apa! Apa yang mau kamu jelasin? Aku udah tahu semuanya. Dan pasti kamu tahu setelah ini apa yang akan aku lakukan, "

Kanaya yang sangat merasa bersalah, ia berhasil menggapai tangan Vania.

"Vania, kamu salah paham-"
"Lepasin saya. " lirih Vania, namun disertai dengan tatapan matanya yang tajam.

Vania menepis tangan Kanaya yang menahan pergelangan tangannya. Saat itu juga, Vania pergi meninggalkan Kanaya dan Firman dengan segudang rasa sakit.

Entah apa yang akan Vania lakukan selanjutanya, Vania benar-benar tidak tahu. Apa yang akan dia katakan kepada Abdullah, Sajidah, entahlah semuanya terasa sangat berat jika harus Vania katakan.

Vania berjalan gontai, ia mengusap air matanya pelan lalu menghentikan satu taksi yang melintas di depannya.

***
"Vania, "

Merasa namanya dipanggil Vania langsung menoleh kepada empu sang pemanggil. Saat itu juga, Vania berhasil mendapati Farel yang tengah berlari mendekatinya.

"Assalamualaikum, " salam Farel.
"Waalaikumsalam, " sahut Vania.

Farel mengatur deru napasnya yang tidak beraturan, ia memberikan satu botol air mineral yang beberapa menit lalu dibelinya.

"Vania puasa kak, " ucap Vania sambil menolak pemberian Farel.

"Eh sorry, "

Vania mengedarkan pandangan sekitar. Berusaha mencari orang lain yang mungkin saja bersama Farel.

Sang empu menghela napas pelan, Vania berjalan mendekati kursi panjang yang kosong, dan diikuti oleh Farel dari belakang.

Saat ini keduanya tengah berada ditaman kota. Sebenarnya tadi Farel datang bersama Dimas. Farel juga mengatakan kalau dia akan segera kembali setelah membeli air minum.

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang