XXIV

96 21 1
                                    


SE-IMAN tak SE-AMIN

Pagi ini semua anak pesantren darul falah, tepatnya ponpes yang Farel dan Azmi tinggali.

Semua santri putra tengah mengantre untuk mengambil makan pagi masing masing.

Semuanya tampak ceria, bercanda gurau dan berbincang bincang asyik dengan riang.

Namun, banyaknya dari mereka ada satu anak manusia yang tengah bersedih. Ya, siapa lagi kalau bukan Farel.

Farel tampak tidak semangat, setelah tenaganya habis untuk mencuci pakaian, sang empu pun kini tidak memiliki tenaga lain untuk mengantre sepanjang itu.

Farel melamun, tatapannya kosong menerawang banyaknya santri pesantren.

Semua disini akan dilakukan dengan antre. Mengaji, harus antre. Mandi, harus antre. Bahkan makan pun harus antre. Untung saja tidur, tidak antre.

"Assalamualaikum. " ucap seseorang sambil menepuk bahu Farel.

Farel yang tengah asyik dengan lamunannya kini langsung terlonjak kaget. Ia mendongak, dan berhasil mendapati pria tua yang berpakaian serba putih.

Suara bising ribut yang Farel beberapa detik lalu kini langsung hening tak terdengar sedikitpun.

Pria yang menepuk bahu Farel tadi, kini tersenyum kecil. Ia mengangkat satu tangannya menandakan agar santri yang lain segera melanjutkan aktifitas masing-masing.

Setelah suasana bising tadi kembali terdengar, akhirnya Farel langsung menjawab salam sang kiyai.

"Waalaikumsalam pak kiyai, " balas Farel masih bisa sopan.

Hamzah abdul munir. Pria yang statusnya sebagai kiyai pesantren itu menerima salam tangan dari Farel.

"Jangan kebanyakan bengong. Setan disamping kamu banyak loh," canda Hamzah yang mendapatkan kekehan kecil dari Farel.

Sebenarnya niat Farel tinggal di pesantren itu tidak sepenuhnya mencapai target sebagai seorang santri. Datangnya Farel hanyalah untuk belajar menjadi orang yang lebih baik lagi tanpa memakai ambal ambal nama santri.

Ah semoga kalian paham.

"Iya kiyai, gue-"

Farel menutup mulutnya rapat-rapat. Lagi lagi keceplosan dengan bahasa luarnya.

"Maksudnya saya. Kenapa ya saya belum bisa menerima dengan keadaan saya saat ini. Rasanya banyak keganjalan-keganjalan, hati saya tidak bisa tenang pak kiyai. " curhat Farel.

Hamzah tersenyum kecil, lagi lagi ia menyentuh bahu Farel namun kali ini lebih pelan dari sebelumnya.

"Karna, niatmu belum sepenuhnya tertuju pada tujuanmu. "

Farel mengerutkan dahi, "maksudnya? "

"Benahi dulu niatmu untuk menjadi pribadi yang baik, lakukan semuanya dengan ikhlas, jangan karna terpaksa. Dan, lakukan semuanya untuk Allah. Semata-mata hanya untuk Allah, "

Samar samar Farel bisa mendengar suara Azmi yang memanggilnya. "Bang Farel! "

"Astaghfirullahal'adzim Azmi! "

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang