XXII

92 20 1
                                    

SE- IMAN tak SE-AMIN


Tujuh hari kemudian setelah
Meninggalnya Firman.

"Kamu yakin mau ninggalin papa sama mama? " tanya Satria kepada Farel yang sekarang sudah menjadi anak satu-satunya.

Farel tersenyum getir, ia menggelengkan kepala lalu memeluk erat tubuh papanya.

Dibalik punggung Satria, Farel menumpahkan semua air matanya. Dan Vanesha yang menjadi saksi kejadian di depannya, dia hanya bisa menangis dalam diam.

Apapun alasan Farel pergi, tetap saja seorang ibu pasti akan merasa sedih ketika ditinggal anak kandungnya.

"Farel nggak lama pa, ma. Farel cuma mau nenangin diri dulu untuk sementara ini. " ucap Farel sambil menjauhkan pelukan Satria pelan-pelan.

Kini Farel menatap mamanya dengan tatapan sendu, "sehat sehat ya mama, papa. Farel janji nggak akan lama kok. "

Setelah berpamitan dengan orang tuanya, sekilas Farel menatap foto Firman yang sengaja ia pajang di ruang tamu.

Farel menghela napas pelan, dalam hati dia berkata, "Farel akan penuhi semua pesan-pesan kakak. "

Azmi yang dari tadi sempat menjadi saksi bisu, kini ia turun tangan menyalami Satria dan Vanesha.

Lalu keduanya keluar rumah, dan Farel langsung menatap Azmi antusias.

"Disana nggak ketat banget kan Mi?" Azmi yang tengah sibuk memasukan barang barang Farel kedalam bagasi mobil langsung terdiam.

Ia juga menatap Farel, "nggaklah bang. Di sana enak, belajarnya jarang tapi dijamin jadi orang yang baik. "

Mendengar ucapan Azmi, kini senyuman lebar diwajah Farel langsung terbingkai.

Farel membayangkan kalau suatu hari nanti ia akan menjadi orang yang lebih baik lagi dari sekarang. Bahasa gampangnya hijrah.

Setelah Farel masuk mobil, baru disitu Azmi tertawa ledek.

"Maafin Azmi ya Allah. Jangankan tidur, duduk sebentar kalau belum waktunya aja pasti bakal disiram air sama pak kiyai. "

***
"Astagfirullahal'adzim. " Azmi menghela napas berat. Seakan jantungnya akan copot, sang empu kini langsung menatap Farel tak terima.

Ya bagaimana tidak, tanpa aba-aba sedikitpun Farel langsung menghentikan mobil secara dadakan.

"Bang ati-ati napa. " protes Azmi yang mendapatkan kekehan kecil dari Farel.

"Sorry, bentar ya gue turun dulu. "

Azmi menggelengkan kepala tak habis pikir. Entah apa sebabnya Farel menghentikan perjalanan, Azmi lebih memilih kembali membaca kitab-kitabnya untuk persiapan masuk pesantren.

Farel mengulurkan senyuman kecil kepada Vania. Baru saja Farel akan mampir ke rumah Vania, tapi ternyata sang empu sudah ada di taman kota yang Farel yakini tengah menunggu seseorang.

"Assalamualaikum Van. "
"Waalaikumsalam, "

"Kak Farel? "
"Iya. "
"Kakak nggak kuliah hari ini? " tanya Vania sambil memandang sekilas mobil Farel, yang didalamnya ada seseorang.

Farel menggelengkan kepala, ia memberikan secarik kertas yang dititipkan Firman untuk Vania.

Vania mengerutkan dahi, tapi tanpa pikir panjang ia langsung menerima surat yang berikan oleh Farel.

"Gue mau pamit. "

Ucapan Farel itu berhasil menghentikan aktifitas Vania yang akan membuka surat.

SE-IMAN TAK SE-AMIN [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang