32. Choose Her

1.2K 118 15
                                    

Aj sudah di pindahkan ke ruang rawat Sejak lima jam yang lalu. Dimana Krist harus menemaninya sampai saat ini. Menggenggam tangannya lembut, dan jika Aj meringis kesakitan maka Krist akan mengeluarkan suara menenangkannya.

"Phi, sarapanlah dulu." suruh Aj masih dengan suara lemas. Karena saat ini pun dia masih harus memakai nasal cannula di hidungnya untuk membantu bernafas dengan baik.

"Mai. Phi tidak lapar. Phi akan menjagamu disini," jawab Krist yang hanya mendapat anggukan pelan dari Aj. Walau sebenarnya dia sangat senang karena Krist tak ingin meninggalkannya, dia tak bisa leluasa berekspresi sekarang.

Sampai ketika Aj hendak memejamkan mata, suara berisik dari ponsel Krist membuatnya mendesah kesal. Ingin sekali pria itu menghancurkan ponsel mahal milik Krist saat ini juga, dan membelikannya yang baru lalu disana hanya ada nomor teleponnya. Tidak dengan orang-orang yang menurutnya pengganggu itu.

"Aku akan mengangkat telephone sebentar," Krist hendak bangkit dari duduknya, namun Aj menahan lengan pria itu.

"Bisakah kau matikan saja?" pinta Aj membuat Krist bimbang.

Tapi yang menelponnya saat ini adalah Pluem. Sulit sekali menghubungi ponakannya itu setelah pertengkaran mereka, dan kini Pluem menelpon. Membuat Krist tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

"Maaf, Aj. Aku harus mengangkatnya. ini dari ponakanku," Krist memilih melepaskan tangan Aj dari lengannya.
"Nong, kenapa ponselmu tidak aktif? Aku sudah berusaha menghubungimu," Ujar Krist menahan kekesalannya pada Pluem. Dia hanya ingin masalah mereka tak berlarut-larut, tapi seakan Pluem menghindarinya dan tak ingin menyudahi pertengkaran mereka. Padahal Krist sudah meminta maaf.

Tapi anehnya, Krist tak langsung mendapatkan jawaban. Justru dia hanya mendengar suara tangis Pluem yang benar-benar menyesakan. Dan pria itu menduga sedang ada yang tidak beres disana.

"Nong, kau menangis? Ada apa?" bahkan langkahnya yang semula ingin keluar dari ruangan Aj terhenti karena terlalu khawatir dengan ponakannya itu. Menunggu jawaban yang tak kunjung keluar.

"Nong, jawab aku!" tanpa sadar Krist membentak Pluem. Dia tak bisa melihat atau mendengar tangis ponakannya, itu akan menyakiti hatinya juga.

"kau..... Pasti senang kan. Krist-kub?" suara serak Pluem muncul, semakin membuat rasa bingung Krist menjadi.

"Maksudmu apa? Bicaralah yang jelas, aku tak mengerti." Krist bahkan kini sedang meremas ponselnya dengan erat. Hatinya sangat tak tenang, dan ada rasa sesak yang timbul.

"kau bahagia disana, Phi? Kau bahagia telah mengabaikan adikku? Ponakanmu sendiri!" suara Pluem terdengar amat menyayat, benar-benar menyekik leher Krist saat ini.

"Nong, ada apa?" Krist bahkan sudah ikut menangis. Frustasi karena rasa tak nyaman di hatinya yang tak juga terjawab hingga saat ini.

"Adik kita sakit, Phi-kub. Nanon sakit,"

Tubuh Krist menegang, bahkan napasnya sekarang tercekat di tenggorokan. Mendengar suara serak Pluem itu dia benar-benar merasa sesak bukan main.

"Penyakit sialan itu kembali, Phi. Nanon kita sedang kesakitan, Phi Krist," suara Pluem kini tenggelam oleh tangis keras. Sedangkan Krist hanya bisa terdiam, meraba dinding untuk menopang badannya yang ingin ambruk saat ini juga.

"A-aku... Akan kesan." jawab Krist lalu mematikan sambungan teleponnya. Melangkah lebar dengan tangis yang mulai keluar secara perlahan.

"Phi, kau ingin kemana?"

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang