59. Sadnes

986 105 5
                                    

Pagi itu, hujan tidak turun. Matahari mulai menunjukan wujudnya setelah terlalu lama tertutupi awan kelabu. Namun, hari cerah di musim dingin yang seharusnya membahagiakan. Justru terasa sangat menyedihkan untuk mereka.

Tangisan manusa-manusia itu menjadi paduan suara yang menyesakkan. Teriakan histeris seakan mengiringi susana sendu disana. Bahkan telinga dan mata yang tak sengaja menyaksikan pun ikut merasa sakit.

Semuanya terasa rumit, hancur tak berbentuk. Ketika detak jantung Nanon, berhenti selama tiga menit. Membuat Dokter Pui, harus mengatakan jika semua usaha mereka akan sia-sia.

Walau Nanon sudah kembali, hal seperti tadi akan mudah terulang. Dan Dokter Pui memohon, jika jantung Nanon kembali berhenti. Mereka harus merelakannya. Karena, sekali lagi. Semuanya sia-sia. Nanon sudah lelah, dan memaksakannya bukanlah hal baik.

"Kau siapa? Kau bukan Tuhan! Nanon tidak lelah. Dia tak mungkin lelah. Dia sudah berjanji!" teriakan itu keluar dari mulut Frank yang tengah terduduk diatas lantai sembari mendapatkan pelukan erat dari Pluem.

"Tuan---"

"Tidak! Nanon tak akan pernah meninggalkanku! Tak akan ada yang bisa mengambil Nanon dariku! Siapapun tak akan ada!" Rasanya, kini Frank tidak dapat berpikir jernih lagi. Perasaannya benar-benar hancur lebur.

Dokter Pui hanya bisa menunduk. Diam-diam meneteskan air mata. Mengikuti semua orang yang ada disana. Karena, satu pun tak ada yang tidak menangis.

Hal ini memang sangat mengejutkan untuk mereka. Padahal kemarin, pria berpipi lesung itu sudah membuka matanya. Sudah mengalami sedikit perkembangan baik. Tapi tadi, semuanya berubah drastis. Napasnya hilang timbul, hingga akhirnya jantung itu berhenti berdetak.

Membuat Krist yang ikut menangani Nanon harus pingsan di dalam ruang ICU. Karena, siapa yang bisa bersikap tetap kuat jika menyaksikan orang yang kau sayangi dan kau juga sepenuh hati, sekarat di depan mata?

"P-Phi, Nanon. Dia tak akan meninggalkan kita kan? Dia sudah berjanji kan?" tanya Frank lirih, pada Pluem yang sedari tadi hanya menangis dalam diam.

Sampai beberapa detik berlalu pun, Pluem tak juga kunjung membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan sang adik. Suaranya benar-benar terasa hilang begitu saja. Dan semua kalimat pun tak ada di kepalanya sekarang.

"Hey, dengarkan Daddy. Tidak ada yang  akan melepaskan  Nanon. Adik kalian akan terus bersama kita. Keajaiban itu.... Pasti kembali datang." Tawan berjongkok di hadapan kedua anaknya. Mengusap kepala kedua pria itu dengan penuh kasih sayang.

"A-Adikku sudah berjanji, Daddy. Dan dia tak akan mungkin mengingkarinya. Nanon adalah anak baik, dia tidak jahat. Benarkan, Daddy?" semua yang mendengar kalimat menyayat hati Frank itu, semakin merasa tercekik oleh rasa sesak.

Mereka tahu, keberadaan Nanon adalah yang terpenting untuk Frank. Saat hadirnya Nanon di keluarga itu, Frank sudah mengikat Nanon. Tak akan membiarkan adiknya itu untuk pergi jauh dari jangkauannya.

Terbukti saat Frank rela melepaskan kuliahnya hanya untuk bisa berada di dekat Nanon. Menajaga adiknya sepenuh hati, merawatnya dengan kasih sayang tak terkira. Walau akhirnya, dia harus dikecewakan dengan takdir sang adik yang buruk.

"Chai, Nanon adalah adik yang baik. Dia..... Tak akan mengingkari janjinya."

Mendengar ucapan sang Ayah yang terdengar ragu itu, Pluem semakin mengeratkan pelukannya pada Frank. Memejamkan mata, saat air matanya semakin deras keluar. Memilih bergumam dalam hati. Berharap suara hatinya tak sampai kepada sang adik.
"Yang kemarin itu...... Sebenarnya memiliki arti apa, Nanon-kub?"

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang