11. What is Wrong

2.1K 194 1
                                    

Sekarang Pluem, Frank dan Nanon sedang dalam perjalanan pulang menggunakan mobil berwarna Putih milik kakak sulungnya. Mereka pergi hanya untuk mencari udara segar dan permintaan Nanon yang merasa bosan terus-terusan di rumah, kedua kakaknya pun mengajaknya keluar rumah untuk mencari udara segar.

Mereka menelusuri jalanan sore yang mulai padat. Dimana banyak dari warga Lokal yang mulai berhamburan pulang ke rumahnya masing-masing Setelah bekerja selama 9 jam lamanya.

Merasa suasana di dalam mobil sangat hening, Frank hendak memulai perbincangan dengan Nanon. Namun ketika kakak keduanya menoleh ke kursi belakang tepat dimana Nanon duduk, dia mendapati adiknya sedang sibuk mijit pelipis kepalanya sendiri. Juga beberapa tetes keringat di dahinya, padahal di dalam mobil Pluem cukup sejuk Karena AC-nya selalu di nyalakan.

"kau baik-baik saja?" Frank bertanya khawatir dengan tangan sebelahnya mengusap keringet Nanon. Frank merasa tubuh Nanon kini demam lagi. Padahal baru sehari suhu tubuh adiknya itu normal.

"Sebentar lagi kita sampai. Kau bisa tahan?" tanya Frank yang kini benar-benar dilanda khawatir. Karena wajah adiknya berangsur memucat.

"Hm. Tidak apa-apa, Phi." Ucap Nanon yang berusaha terlihat baik-baik saja. Walaupun dia merasakan pusing yang sangat teramat.

"Phi-kub, tolong ngebut. Nanon demam lagi." ujar Frank pada kakaknya yang berada di sampingnya yang terfokus menyetir. Sampai Pluem pun menambahkan kecepatannya.

Tak lama kemudian, mobil Pluem sudah mulai memasuki area rumahnya dan berhenti tepat di depan pintu utama. Kedua kakaknya itu buru-buru keluar dari mobil dan membantu Nanon turun. Namun ketika baru satu kaki Nanon memijak tanah, bocah berumur tujuh tahun itu meringis merasakan area punggungnya panas serta nyeri.

"Ayo naik ke punggung ku." Nanon berusaha untuk menolaknya, tapi Frank sudah menarik tangannya untuk di kalungkan ke leher Pluem. Di tengah rasa nyerinya, Nanon merasa tubuhnya melayang dan tiba-tiba dirinya sudah terbaring di atas ranjang kamarnya.

"Papa tidak akan mengizinkanmu keluar lagi." pandangan Nanon buram. Tapi ia merasa ayah yang sekaligus ibu baginya itu menangis, karena suaranya terdengar serak. Sejak kapan ada Newwie di dekatnya?
"Buka mulut mu." Nanon yang merasa tidak berdaya dengan tubuh kebas serta pandangannya yang buram, hanya bisa menuruti perintah New.

Dan ketika itu juga Nanon merasa ada banyak pil yang masuk ke dalam mulutnya. Juga air yang bahkan tumpah kesekitar mulut dan bajunya. Rasanya Nanon tidak sanggup menelan semua pil itu, Nanon ingin muntah tapi Lagi-lagi New meminumkan air padanya hingga membuat anak itu hampir tersedak.

Frank yang melihat New sudah sangat keterlaluan, langsung mendorong Papanya menjauh. Memeluk dan menenangkan Nanon dengan Tangisnya yang sekuat tenaga ia tahan.

"Papa, hentikan." suara Frank bergetar, membuat New dengan emosi yang masih menggebu keluar dari kamar anak bungsunya.

........

Tawan memilih pulang dari kantornya lebih awal dari Biasanya. Beberapa jam yang lalu anak keduanya menelpon dengan tangisnya yang sesegukan. Membuat Pria dewasa itu memilih untuk pulang lebih awal daripada memaksa bekerja tetapi fokusnya terbagi.

Sesampainya di rumah, Tawan langsung menuju kamar dan menemui Newwie melamun di pinggir ranjang tempat tidurnya. Pria itu pun ikut terduduk di sana tanpa mengganti baju kerjanya terlebih dahulu.

"Ada apa, Hin?" tanya Tawan dengan sangat lembut.

"Apa Frank menelponmu?" tebak New yang ternyata sangat tepat.

Tawan menghela napasnya, lalu menarik tubuh New ke dalam pelukannya. Berusaha menenangkan perasaan Newwie yang terlihat tidak tenang.

"Tee-kub, bagaimana ini? Aku takut. Aku tidak bisa kehilangan Nanon." New tiba-tiba terisak, menarik kerah jas hitam Tawan.

Tawan yang kini mulai merasakan sesak yang mulai memasuki dadanya, hanya bisa menelan saliva yang terasa berat. New putus asa, mereka putus asa. Entah kenapa mereka mendapatkan Ujian ini. Ujian terberat di dalam hidupnya, harus menerima jika anak asuhnya yang sudah di anggap anak kandungnya sendiri itu selalu di bayang-bayangi kematian.

"Aku akan berusaha. Tapi Hin.." Tawan melepaskan pelukan pada New. Beralih menangkupkan kedua tangannya pada Pipi mandu Newwie.

"Tahan emosimu di depan anak-anak. Terlebih Nanon. Dia akan kebingungan jika kau bertindak seperti tadi,"

Newwie mulai menunduk. Menyadari atas apa yang sudah di lakukannya itu sudah di luar batas. Newwie terlalu marah karena Nanon pergi gitu saja tanpa pamit, dan pulang dalam ke adaan sakit. New hanya tidak bisa membendung rasa khawatirnya yang terlalu berlebihan.

"Kothod-na" lirih New merasa bersalah.

Tawan mengangguk. Mengecup bibir New dengan sangat lembut dan mengelus rambut New setelahnya.

........

Malam ini New berinisiatif untuk mengantarkan makan malam ke kamar Nanon. Karena saat menjelang makan malam tadi saat Frank hendak Mengajak Nanon, Namun adiknya itu masih tertidur dengan lelap.

Klek~

Memasuki kamar Nanon, New juga masih mendapati Nanon tertidur. Lalu New mendekat meletakan nampan yang ia bawa berisi makanan dan obat-obatan Nanon di atas meja nakas. Memandang seluruh isi kamar Nanon yang di penuhi dengan bingkai photo keluarganya beserta satu boneka pemberiannya yang terletak di samping Nanon tertidur.

New tersenyum tipis, lalu hendak membangunkan Nanon. Namun ketika melihat wajah anak bungsunya itu, hati New menjadi sangat sakit. Dimana wajah anak yang ia besarkan itu di penuhi dengan keringat, juga beberapa kali kening Nanon berkerut menahan sakit dalam tidurnya. Seburuk itukah rasa sakit yang di rasakan Nanon hingga tertidur saja dia masih merasakannya?

"Nanon-kub." New memilih pada niat awalnya yaitu tetap membangunkan Nanon.

"Nanon, ayo bangun." di panggilan kedua, Nanon terlihat membuka matanya pelan. Bergerak bangun dan berusaha mengumpulkan nyawanya yang sebagian masih berada di awang-awang.

"Hm, Papa sudah tidak marah?" tanya Nanon hati-hati. Karena dia masih sangat Ingat bagaimana suara tinggi New mengalun untuknya.

Sedangkan New tersenyum tipis, mengecup sekilah kening Nanon dan memandang dengan penuh kelembutan wajah khas bangun tidur Nanon.

"Maafkan Papa. Papa tidak akan melakukannya lagi.

Nanon menggeleng.
"Aku melakukan kesalahan, Papa pantas memarahiku."

New memandang dalam wajah Nanon. Anak sebaik pria itu, kenapa harus di berikan cobaan begitu berat. New masih sangat tidak bisa terima kenyataan itu.

"Sekarang makan, makananmu hm." New meraih semangkok bubur yang dia buat sendiri khusus untuk Nanon. Menyuapkan satu sendok dan dengan senang hati Nanon menerimanya.

Di suapan ke lima, Nanon menolak suapan ke enam dari Papanya Karena merasa sudah sangat kenyang. Dan akhirnya New harus mengalah dan beralih memberikan minum kepada Nanon.

"Obat apa sebanyak itu, Papa?" tanya heran Nanon. Padahal dia hanya mengalami anemia, tapi kini Obat yang di sodorkan Papanya berjumlah tujuh buah.

"Ah. Ini hanya vitamin yang di sarankan Dokter Pui Karena kau tidak mau di suntik."

Nanon mengangguk saja, tanpa protes hingga menelan satu persatu pil dengan berbagi warna serta ukuran yang berbeda. Mengabaikan jika ia sudah ingin muntah karena rasa pahit yang di hasilkan. Nanon rela meminum sebanyak apapun pil, asalkan jarum itu tidak menusuk kulitnya lagi.

TBC-

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang