48. Her Lies

917 100 2
                                    

Waktu memang tak akan bisa berhenti untuk terus berjalan. Apapun itu, baik bahagia maupun sedih akan terlewati. Entah dengan berat atau justru ringan. Yang pasti, Tuhan tak akan membiarkan hambanya terus bersedih atau gembira.

Besok, Krist akan melaksanakan sumpah Dokternya. Dan besok pula, dia akan secara resmi menjadi seorang Dokter dan pemilik International Zheng Hospital. Yang pasti, membuat pria tampan itu akan lebih sibuk nantinya.

Menjadi seorang Dokter dengan jabatan tinggi diusia yang masih terbilang muda bukanlah hal yang mudah untuk Krist. Walau memiliki kemampuan berpikir diatas rata-rata, dia juga harus bekerja keras.

Bahkan teman-temannya saja belom bisa menjadi seperti Krist sekarang. Dan hal ini pun menjadi berita besar untuk para media. Berumur 31 tahun, Krist menjadi Dokter termuda di International Zheng Hospital.

Dan disinilah Krist sekarang. Berdiri memandangi punggung seseorang yang tampak ringkih, duduk di atas kursi roda sembari memandang hamparan bunga bermekaran di taman Rumah sakit.

Sejenak, Krist memandang kartu undangan yang kini ada ditangannya. Menjadi lulusan tercepat diangkatannya, Krist memperoleh keistimewaan untuk mengundang siapapun diacara sumpah Dokternya besok. Dan Krist, berniat untuk membawa Aj menghadiri acara itu.

Dulu, saat mereka sangat dekat. Krist pernah berjanji untuk mengundang Aj ke acara sumpah Dokternya. Dan sampai sekarang pun, Krist tak akan pernah lupa akan janjinya itu. Walau pun Aj sudah cukup melukai hati dan kepercayaannya.

"Aj-kub." Krist memanggil pelan nama Aj setelah berhasil sampai dihadapan pria itu. Menghadang pandangan Aj yang semula melamun memandang kosong ke depan.

Aj hanya mendongak. Tak ingin mengeluarkan suaranya sedikit pun. Dan tanpa pria itu tahu, kini hati Krist mulai berdenyut sakit. Sekelebat bayangan janji yang telah dia ucap untuk Aj terus berkeliaran di kepalanya. Dan melihat wajah pucat Aj sekarang, Krist benar-benar merasa bersalah.

"Besok aku akan melakukan sumpah Dokter. Maukah kau datang?" Krist menyodorkan selembar undangan di tangannya. Sembari menampilkan senyum tipis untuk Aj.

Pria berkursi roda itu tak langsung menjawab. Dia menatap selembar undangan dengan tatapan lirih. Lalu membuang pandangan kearah lain.
"Aku tak akan datang."

Krist terkejut. Dia tak menyangka jika Aj akan menolak undangannya. Karena selama ini, Aj sangat terobsesi dengan Krist. Bahkan obrolan terakhir mereka saja masih menggambarkan betapa Aj tak bisa melepaskan Krist.

"Ini janjiku untukmu, Aj-kub. Bukankah kau juga menginginkannya?" tanya Krist bingung.

"Memang. Tapi aku tidak ingin menyakiti orang sebaik ponakanmu, Phi. Aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi. Karena jika aku menerima undanganmu...... Aku tidak bisa janji untuk benar-benar melepasmu."

Krist mendadak tergagu. Dia lupa, jika Frank dan Pluem pasti akan marah dengan apa yang Krist lakukan saat ini. Mengundang Aj? Sama saja Krist  mengibarkan bendera perang pada kedua ponakannya itu. Mereka berdua benar-benar tidak bisa memaafkan Aj sampai sekarang. Berbeda dengan Nanon yang memang memiliki hati terlalu baik.

"Bukankah kau akan mendapat masalah jika berdekatan denganku, Phi? Lebih baik kau pergi dari hadapanku sekarang." Aj berkata seperti itu dengan nada datar. Membuat Krist yang merasa telah sia-sia datang pada Aj, akhirnya memilih melangkah meninggalkan taman.

Melihat punggung Krist yang menjauh, Aj tiba-tiba terisak. Membekap mulutnya sendiri untuk menahan suara isak tangis yang bisa saja menarik perhatian seluruh manusia disana.

Kedekatan mereka tercipta bukan dalam waktu singkat. Seluruh kenangan manis yang Krist berikan padanya terus saja berkeliaran. Ingin sekali Aj kembali menarik Krist untuk terus bersamanya. Tapi disatu sisi, dia merasa sangat jahat jika menyakiti orang sebaik Nanon. Bungsu Vihokratana yang baru dia kenal itu memiliki penderitaan yang jauh lebih rumit. Ditambah, Nanon pernah menyelamatkannya dari percobaan bunuh diri. Putra Vihokratana itu baik, dan Aj akan berpikir dua kali untuk merenggut kebahagiaannya lagi.

"Aku merindukanmu, Phi Krist. Semoga di kehidupan berikutnya, kau akan terlahir sebagai kakak kandungku. Agar aku tak terjebak dalam posisi rumit seperti ini lagi." gumam Aj meremas dadanya yang sesak karena rasa rindu terhadap Krist begitu menyiksa.

...........

Hari ini, adalah tepat dimana Singto berusia 32 tahun. Nanon mengucapkannya lewat ponsel malam tadi. Dan anehnya, dia meminta hadiah pada Singto ditahun ini. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya Nanonlah yang memberikan Singto hadiah.

Dan Singto tentu akan menyanggupinya. Walaupun dalam hati dia takut karena tak bisa membelikan Nanon hadiah yang pria itu mau. Karena biar bagaimana pun, barang-barang Nanon saat ini tidak ada yang murah. Sedangkan Singto masih bekerja sebagai pegawai di Cafe milik Off dengan gaji tidak seberapa.

Namun setelah mendengar keinginan Nanon, Pria itu cukup lega. Dia hanya ingin menghabiskan waktu disebuah taman hiburan. Karena Nanon bilang, dia ingin menebus kebersamaan  mereka yang hilang selama dua tahun belakangan ini.

"Sepertinya wahana itu menarik. Cepat naik! Aku akan melihatnya dari sini." Dan seperti inilah mereka sedari tadi. Nanon terus menyuruh kedua sahabatnya menaiki wahana ekstrim, sedangkan dirinya hanya melihat bagaimana kedua sahabatnya itu terombang-ambing dengan wajah tegang.

"Nanon-kub, aku sudah mual-----"

"Sudahlah. Ayo!" berbeda dengan Off yang tampak ingin menyerah, Singto justru bersemangat menuruti semua permintaan Nanon.

Singto hanya senang melihat tawa Nanon. Hal yang sangat jarang dia temui akhir-akhir ini. Dan Singto sudah bertekad. Apapun akan dia berikan agar tawa itu terus muncul dan tidak hilang.

Setelah kedua sahabatnya itu benar-benar menaiki wahana yang Nanon tunjuk, bukannya melihat justru Nanon berjalan cepat menuju kamar mandi yang tak jauh disana. Dia segera mengunci pintunya setelah masuk, memuntahkan sesuatu yang sedari tadi sangat menyakiti dadanya.
Huek~

Nanon tidak ingin terkejut melihat darah yang kini mengotori wastafel itu. Tapi jantungnya saat ini benar-benar berdetak begitu cepat. Nanon sangat takut, karena semakin hari tubuhnya terasa semakin aneh. Hanya saja, Nanon cukup baik untuk berbohong mengenai kondisinya kepada semua orang.

"Tidak. Tidak akan ada hal yang lebih buruk---- Huek~" Darah itu kembali keluar, menghentikan omong kosong Nanon yang selalu membohongi dirinya sendiri.

"Maidai, aku tidak boleh menangis." Nanon cepat-cepat membersihkan darah di mulut dan wastafel. Setelah itu membasuh wajahnya berkali-kali berusaha menghilangkan kelemahan yang terus mendesaknya untuk menangis.

Mengatur napasnya yang memburu, Nanon bersandar pada dinding. Merogoh saku hoodienya dan mengeluarkan satu tabung obat. Meminum pil pahit itu tanpa bantuan air seteguk pun.

"Baiklah. Jangan terlihat sakit, Nanon-kub. Itu hanya akan merepotkan orang lain." gumam Nanon, setelah membenarkan penampilannya dia keluar dari toilet itu.

Kembali ke tempat semula dimana dia menunggu Off dan Singto. Tapi ternyata, dua lelaki itu sudah ada disana. Dengan Off tampak memuntahkan isi perutnya di bantu oleh Singto.

"Meung! Kau tidak melihatku menaiki wahana itu? Aku sudah mengorbankan diriku untuk membuatmu senang, tapi kau tidak melihatnya? Jahat sekali," keluh Off kesal, setelah rasa mualnya sedikit menghilang.

"Aku baru saja buang air kecil," jawab Nanon yang tentu membuat Off kembali protes.

"Yasudah, ayo kita makan siang. Aku lapar setelah mengeluarkan semua isi perutku." Off tiba-tiba berjongkok di hadapan Nanon. Membuat pria itu mengerutkan dahinya.

"Naiklah. Aku akan membuatmu terbang."

Nanon hanya terkekeh mendengar kekonyolan Off. Namun pria itu tetap mengikuti perintah Off. Menaiki punggung lelaki itu dan Off segera mengangkat tubuh ringan Nanon. Membawanya seakan tubuh itu tak lebih berat dari sehelai kapas.

"Kau tahu, Nong-kub? Aku bisa melihat sebuah kebohongan walau sekecil apa pun." Nanon tertegun. Kala Off berbisik tanpa sepengetahuan Singto kepadanya.

TBC-

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang