50. Their Anger

938 97 4
                                    

Pagi-pagi sekali Nanon harus rela diseret oleh Krist untuk mendatangi rumah sakit. Padahal dia masih sangat mengantuk. Bahkan belom mandi dan mengganti bajunya. Alhasil penampilannya saat ini benar-benar buruk. Berbeda dengan Krist dan kedua kakaknya yang tampak segar dan rapih.

"Kau yakin selama ini baik-baik saja, Nanon-kub?" tanya Dokter Pui penuh selidik. Setelah melihat hasil pemeriksaan Nanon yang berbeda dengan penuturan pria itu, Dokter Pui menjadi heran.

"Tentu----"

"Lihat saja hasil pemeriksaannya, Dokter. Jangan dengarkan omong kosong Nanon. Dia tak akan bicara jujur," Frank bicara dengan gurat kesal yang sangat terlihat. Setelah mendengar penuturan Krist tadi mengenai Nanon yang berbohong mengenai kondisinya, Frank benar-benar merasa marah.

Tampak Dokter Pui menghela napasnya berat. Lalu tiba-tiba layar LCD yang ada di hadapan mereka menampilkan sebuah hasil rongen paru-paru milik Nanon.
"Kerusakannya semakin parah. Kalian bisa melihatnya sendiri,"

Saat ini, Nanon seakan ada ditengah-tengah kutub utara. Merasa begitu kedinginan karena tiga pasang mata itu menatapnya tajam. Dia hanya berdoa dalam hati, semoga ketiga singanya tak akan mengamuk nanti.

"Jujur padaku, Nanon. Kau.... Pernah mengalami muntah darah kan?" mendengar pertanyaan Dokter Pui itu, Nanon benar-benar tak tahu harus menjawab apa. Menelan salivanya susah payah, Nanon berusaha menoleh pada Krist yang duduk disampingnya.

"Jawab saja dengan jujur. Kau tidak suka kebohongan kan?"

Cepat-cepat Nanon kembali mengalihkan pandangan ke arah Dokter Pui, karena saat ini Krist tampak ingin menerkamnya hidup-hidup.
"Itu.......... Aku mengalaminya sekali."

"Dan kau tidak bicara pada kami, Nanon-kub?" dengan nada tak percaya, Pluem bertanya pada Nanon. Kali ini dia sangat kecewa karena tingkah Nanon.

"A-Aku hanya----"

"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk selalu mengeluh? Apa perkataanku hanya kau anggap angin lalu?" kali ini Frank yang angkat bicara. Ikut menyerukan kepada adik bungsu mereka.

"Kenapa kau selalu mengecewakanku, Nanon?" suara itu lirih. Frank berujar sembari meneteskan air mata yang perlahan membasahi wajahnya. Lalu detik berikutnya, anak kedua Tawan Vihokratana itu memilih keluar dari ruangan Dokter Pui. Diikuti oleh Pluem dan Krist yang sama kecewanya kepada Nanon.

Anak bungsu Tawan Vihokratana itu tidak berniat untuk mengejar ketiga kakaknya. Karena akan percuma jika dia menjelaskan namun mereka masih dikelilingi rasa amarah. Alhasil Nanon memilih bersandar pada kursi. Membiarkan Dokter Pui menatapnya iba.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan, Nanon-kub? Jika semakin parah, paru-parumu harus diganti." pernyataan Dokter Pui itu kembali membuat Nanon menegak.

"B-Benarkah?"

..........

Walaupun Nanon bersalah karena membuat keluarganya kecewa, namun sampai saat ini Nanon enggan untuk meminta maaf. Dia hanya sedang kalut memikirkan ucapan Dokter Pui. Transplantasi paru-paru? Nanon tak ingin melakukan hal mengerikan itu.

Menghela napas. Nanon menatap jengah pada lukisan yang berbentuk cukup berantakan. Sedari tadi, tangannya memang terus menggoreskan cat diatas canvas itu, namun mata dan pikirannya justru tertuju kearah lain. Alhasil, untuk pertama kalinya Nanon membuat sebuah lukisan yang gagal diseumur hidupnya.

"Argh!" Dengan napas memburu. Nanon berdiri dan melempar kuas dan sisa cat hingga mengotori lantai. Amarah pria itu tiba-tiba meningkat, karena takdir seakan tak ingin  berjalan satu jalur bersamanya.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang