18. Cry

1.9K 172 5
                                    

Di ruangan serba Putih itu, Pluem terus mengusap kepala Nanon memberikan ketenangan. Padahal nyatanya saat ini dia sedang gusar menunggu datangnya Ambulance.

Beberapa kali Nanon mengeluh kesakitan dengan mata yang terkadang tertutup, juga terkadang terbuka.

"Phi-kub." Pluem terkesiap mendengar suara serak Nanon. Setelah Dia menemukan adiknya di gudang, ini kali pertama Nanon mengeluarkan suara.

"Hm? Kau butuh sesuatu?" tanya Pluem dalam hati menggeram karena air matanya jatuh tepat di dahi Nanon.

"Aku senang..... " Nanon memandang wajah kakaknya yang terlihat buram. Lalu berusaha menggenggam tangan Pluem yang sedari tadi berada diatas tangannya.

"Kau tidak marah lagi." dengan sekuat tenaga, Pluem menggigit bibirnya hingga terasa perih. Menahan diri untuk tidak mengeluarkan isakan yang ingin sekali menyeruak keluar.

Sebagai jawaban, Pluem memilih untuk mencium kening Nanon Cukup lama. Hingga beberapa orang berbaju putih memasuki ruang kesehatan itu dengan beberapa alat kesehatan.

Pluem mempersilahkan mereka untuk membawa Nanon. Menghapus kasar air matanya lalu ikut keluar dari ruang kesehatan, mengikuti langkah terburu-buru para perawat rumah sakit itu.

Namun ketika sampai di ambang pintu, dia melihat Frank menangis dengan tubuh lemas di samping temannya yang berusaha menyodorkan air Putih.

"kau temannya? Tolong antarkan dia kerumah sakit menggunakan mobilku." Pluem memberikan kunci mobilnya pada Drake yang berusaha meredakan tangisan Frank.

"Dengar, semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis, eoh?" Pluem mengusap sekilas wajah Frank lalu berlari untuk menyusul para perawat yang akan membawa Nanon ke rumah sakit.

.......

Tawan terduduk lemas di salah satu kursi tunggu. Memandang dengan mata berkaca kearah punggung wanita berjas putih yang perlahan menjauh.

"Daddy," Tawan mendongak, tepat pada dua wajah putranya yang sembab. Lalu, air mata pertamanya ini jatuh ketika kedua anaknya itu mendekapnya begitu erat.

"Kenapa harus seperti ini, Daddy?" Frank meremas baju sang ayah ketika rasa sesaknya semakin bertambah.

"Ini kali pertama, aku kecewa pada Vihokratana yang tidak bisa melakukan apa-apa." Setelah mengatakan itu, Pluem benar-benar menangis dengan suara keras. Hingga rasanya bicarapun tak sanggup.

"Kothod-na." gumam Tawan mengeratkan pelukannya pada kedua anaknya. Memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong.

"Pembengkakan pada limpanya semakin membesar. Jika seperti ini terus, Kami terpaksa harus mengangkat organ limpanya."

......

Malam hari adalah pemandangan kota Bangkok yang paling indah jika dilihat dari atas. Seperti saat ini, ketika Nanon memandang lampu-lampu lalu lintas serta gedung yang menyala dengan berbagai warna. Walaupun hanya dari jendela kamar rawatnya, kota itu tetap terlihat indah dimatanya.

Nanon tertawa pelan. Namun kedua tangannya serempak memeras piyama rumah sakitnya ketika mengingat kejadian buruk yang menimpanya dan Frank Saat di sekolahnya tadi.

Ingin sekali Anak itu berteriak. Memprotes perubahan drastis pada dirinya yang sulit sekali dia terima. Dulu, bahkan waktu Fiat menyelengkat kakinya sampai terjatuh Anak itu masih akan baik-baik saja. Namun sekarang, dirinya begitu lemah dan sangat merepotkan.

Nanon sudah berusaha menghilangkan pikiran negatif tentang dirinya yang menjadi benalu di keluarga Vihokratana. Namun pikiran itu gak bisa pergi dan terus hinggap, bahkan berkembang di kepalanya.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang