62. Insane

885 112 3
                                    

Sepertinya, Krist mulai tidak waras. Di tengah malam yang sangat dingin. Dia berdiri dengan menahan rasa dingin di rooftop gedung rumah sakit. Memeluk tubuhnya sendiri memandang lurus kedepan.

Pria itu benar-benar kalut. Seakan tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Jika tak ada pidana di negerinya, mungkin saja Krist sudah membunuh semua orang untuk mencari paru-paru yang cocok dengan ponakannya. Walau berdosa, dia tak peduli. Karena apapun akan dia lakukam agar Nanon tetap tersenyum padanya.

Sekarang, melihat ponakannya bahagia saja sangat sulit untuk Krist. Walau tersenyum, kedua mata ponakannya terus memancarkan rasa sakit yang Krist tahu itu sangat menyiksa.

"AAAAAAAA!!!!" Krist berteriak dengan sekencang mungkin sembari memegang pagar pembatas. Berusaha mengeluarkan rasa sesak di hatinya, namun ternyata sia-sia. Dia justru semakin merasa sesak hingga akhirnya menangis di tengah dinginnya malam.

"Nong, maafkan Phi mu yang tidak berguna ini." Lirih Krist dengan suara bergetar.

Dia sudah merasa putus asa. Tak tahu lagi harus berbuat apa untuk kesembuhan ponakannya. Setiap saat selalu mengharapkan kematian seseorang, namun takdir selalu memberi harapan palsu untuk Krist. Dia merasa sakit, sampai rasanya sulit untuk bernapas dengan tenang.

Menelan salivanya susah payah, Krist memandang pagar pembatas yang kini menjadi pegangannya.  Memejamkan mata, dia mulai menaiki pagar itu dengan tubuh gemetar.

Niatnya sedari awal pergi ke atap rumah sakit memang buruk. Pikirnya, kalau tidak ada paru-paru yang cocok untuk ponakannya. Pasti miliknya mungkin akan cocok kan? Walau pemikirannya cukup gila, tapi Krist seakan tak memiliki ketakutan lagi. Dia ingin mati, untuk ponakannya.

"Krist Perawat Zheng!"

Pekikan itu membuat kedua mata Krist terbuka dengan wajah terkejut. Hendak menoleh namun lengannya sudah ditarik terlebih dahulu. Hingga dirinya kembali turun dari pagar pembatas, terhuyung di hadapan Pluem yang tampak marah besar.

"Kau mau mati, hah? Jika saja Dokter Pui tidak memberitahuku, kau sudah menjadi mayat Phi!" Bentak Pluem dengan wajah memerah padam.

Bibir Krist terasa kelu. Tak bisa melontarkan satu kata pun untuk sang ponakan. Dia berasa baru saja berdosa karena sempat berniat untuk bunuh diri dan memberikan paru-parunya untuk Nanon.

"Kemana pikiranmu, bodoh? Kau sudah gila?" pekik Pluem sembari menarik kerah kemeja yang Krist gunakan.

Merasa ikut marah, Krist menepis lengan Pluem. Menatap ponakannya dengan nyalang dan napas yang memburu.
"Chai! Aku gila! Aku sudah gila karena adik bungsumu! Aku gila karena tidak bisa menyembuhkannya! Aku tak berguna untuknya!"

Pluem tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Krist tampak sangat putus asa. Seakan di sorot mata pria bermata kucing itu, tak ada cahaya sama sekali yang bisa menuntunnya keluar dari jurang.

"Aku ingin mati, Nong. Aku ingin memberikan paru-paruku untuk dia. Aku ingin dia bisa bernapas dengan baik. Aku...... Ingin dia tetap hidup." Krist menunduk. Terisak kencang dengan rasa sesak yang semakin memeluknya.

"Kau ingin mati?"

Mendengar nada datar dari ponakannya itu, Krist mendongak. Menatap mata Pluem yang memancarkan kekecewaan mendalam. Mungkinkah....... Pluem kecewa padanya?

"Nong-----"

"Kalau begitu, ayo kita mati bersama."

Krist terhentak kaget. Melihat ponakannya yang mulai hendak menaiki pagar pembatas, Krist kalang kabut dan segera memeluk ponakan sulungnya itu dari belakang.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang