14. Down

2K 179 1
                                    

Hari ini Nanon sangat direpotkan dengan darah yang mengalir dari lubang ingusnya. Disaat semua orang sedang menjalani sarapannya, Nanon harus berdiam cukup lama di dalam kamar mandinya. Membiarkan pintu kamarnya diketuk berkali-kali tanpa Anak itu menyahutinya. Karena sungguh, darahnya tidak bisa berhenti sedari tadi.

Ini sudah hari Ketiga dirinya mengetahui jika dia adalah anak berpenyakitan. Saat kemarin, Nanon merasa semuanya hanya mimpi belaka karena Anak itu merasa sangat baik-baik saja. Namun hari ini, Nanon harus jatuh dari langit ketujuh karena semuanya terasa nyata ketika hidungnya itu terus mengeluarkan Darah, disusul punggungnya yang mulai terasa nyeri dan panas secara bersamaan.

Nanon mendesah lelah ketika darah di hidungnya sudah tak tersisa. Kemudian pandangannya beralih kearah kaca di wastafel. Dimana disana tertampak wajah pucat pasinya yang tampak menyedihkan.

Ketika Nanon ingin kembali menyalakan keran di wastafel nya untuk mengalirkan air agar darah di wastafel itu hilang sepenuhnya, tiba-tiba perutnya terasa begitu sakit. Pandangannya berubahan menjadi buram hingga Nanon harus menggelengkan kepalanya berkali-kali agar mendapatkan pandangan yang jelas.

Namun semakin lama, rasa sakit diperutnya menjadi semakin tak karuan. Menjalar ke ulu hati hingga punggung serta bahu, anak itu sudah tidak kuat menopang berat badannya lagi. Semuanya berlalu begitu cepat Disaat dia merasakan tubuhnya terbentur cukup keras ke lantai, lalu semuanya menjadi gelap dan mati rasa.

.......

Awalnya, Pluem merasa kesal ketika membuka pintu kamar Nanon, Namun tak mendapati adik bungsunya itu. Pluem mengerjit heran. Lalu melihat pintu kamar mandi tertutup, Pluem berasumsi jika Nanon ada di dalamnya.

Tok! Tok! Tok!

"Nong-kub" Pluem tak mendapat jawaban. Bahkan tidak ada tanda-tanda jika didalam kamar mandi itu terdapat penghuni.

Untuk mengusir rasa penasarannya, Pluem memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi itu. Dan hal pertama yang membuat Pluem terkejut adalah darah yang tercecer di wastafel putih kamar mandinya. Lalu ketika dirinya masuk lebih dalam, Pluem Baru bisa menemukan tubuh adiknya yang tergeletak di atas lantai kamar mandinya.

"Nanon? Nong-kub, kau dengar aku?" Pluem dengan rasa paniknya menopang kepala Nanon ke atas pahanya.

"Buka matamu, Nong. Jangan membuatku takut." gerutu Pluem terus saja menepuk pelan pipi Nanon.

"Papa! Daddy!" Pluem berteriak sepenuh tenaga di tengah rasa takutnya. Dan tak perlu menunggu waktu lama, kedua orang tuanya dan Frank sudah berdatangan ke kamar mandi yang cukup luas itu.

........

Di dalam ruangan yang bercat putih bercampur biru laut itu tidak ada suara yang keluar sedikitpun. Pluem dan Frank sibuk menahan gejolak ketakutannya diatas sofa, Tawan dan New yang sibuk berpelukan satu sama lain dipinggir ranjang Nanon.

Nanon belom juga sadarkan diri sejak tiga jam yang lalu. Membuat semuanya hanya bisa terdiam tanpa suara menunggu mata itu terbuka. Menampakan Dokter Pui dengan membawa segenggam Amplop coklat di tangannya.

"Organ dalam seperti hati dan limpanya mengalami pembengkakan" Dokter Pui menyerahkan salah satu Amplop besar di tangannya kepada Tawan. Dan dengan tangan gemetar, Pria itu meraihnya. Tidak berniat untuk melihat isi Amplop itu dan terus saja memandang Dokter Pui untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai kondisi Nanon.

"Saran terbaik dariku adalah melakukan kemoterapi."

Di samping ranjang Nanon, Frank meremas tangan adiknya ketika air mata miliknya sudah jatuh tak beraturan.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang