39. Timing

992 99 6
                                    

Siang ini Pluem kembali berkunjung ke rumah sakit setelah pagi tadi pulang ke rumah. Sedangkan Frank yang kembali ke rumah malam tadi, sudah pergi ke rumah sakit terlebih dahulu saat Pluem masih tertidur.

Langkah kaki pria itu terhenti saat sampai di dekat taman rumah sakit. Sosok yang duduk lesu disana membuat Pluem mengubah tujuannya. Dia memilih berjalan mendekati sosok itu, yang ternyata adalah adik kekasihnya.

"Kenapa sendirian disini? Tak mengunjungi Nanon?" Pluem duduk disamping Ohm.

"Aku takut, Phi. Aku takut menangis dihadapannya." lelaki yang berstatus sebagai kekasih Nanon itu menunduk. Memainkan tangannya dengan gelisah. Karena sudah satu jam lamanya dia duduk sendiri di taman itu. Berperang bersama batinnya sendiri.

"Nanon tidak akan melarangmu menangis." sahut Pluem mengusap bahu Ohm.

Situasi saat ini memang sangat aneh sekali. Nanon yang dengan jelas adalah orang yang paling tersakiti di antara mereka. Namun pria itu adalah yang terkuat. Justru orang-orang yang ada di sisinya merasa lebih jatuh. Membuat Nanon harus selalu mengungkapkan kata-kata untuk menghibur mereka. Dan menurut Pluem, kondisi seperti ini terbalik. Karena seharusnya Nanon yang terpuruk, dan orang-orang tersayangnya yang menghibur pria itu.

"Kau tak marah padaku, Phi? Aku tidak bisa menjaga adikmu dengan baik. Aku adalah kekasih yang ceroboh." Ohm berucap dengan lirih. Menatap Pluem dengan sorot mata yang teramat sendu.

"Ini takdir, Ohm-kub. Kita sebagai manusia tidak bisa melakukan apapun selain berdoa dan berusaha."

Ohm menerbitkan senyum tipisnya. Chimon memang tak salah dalam memilih pasangan. Pluem adalah orang yang baik. Tak pernah sekalipun berpikiran buruk. Walaupun dalam situasi seperti ini.

"Ayo, lebih baik kita makan siang terlebih dahulu." ajak Pluem pada Ohm.

........

Jam istirahat itu Krist gunakan untuk mengunjungi Nanon diruangannya. Setelah berjaga di IGD sedari pagi, Krist mampu merasakan lelah yang luar biasa pada tubuhnya. Dan melihat Nanon adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan rasa letih itu.

"Kalian lebih baik makan siang terlebih dahulu. Biar aku yang menjaga Nanon." ujar Krist sembari melepas jas putihnya.

"Kau sudah makan?" tanya Tawan yang semula sedang memeriksa berkas-berkas pekerjaannya.

"Aku akan makan setelah kalian selesai."

Tawan mengangguk paham. Mengajak Frank dan New keluar dari ruang rawat Nanon. Meninggalkan Krist yang muali menghampiri adiknya.

"Kenapa makanannya tidak di habiskan, hm?"

Nanon melirik pada makan siangnya yang hanya berkurang sedikit. Akhir-akhir ini memang Nanon sangat sulit untuk mendapatkan nafsu makan yang baik. Sehingga tak jarang dia hanya memakan beberapa suap. Bahkan terkadang tak memakan jatahnya sama sekali.

"Phi, bagaimana jika aku mengingkari ucapanku padamu?" tanya Nanon tiba-tiba. Yang tak ingin menjawab pertanyaan Krist, namun malah kembali memberi pertanyaan.

"Tentu aku akan marah." jawab Krist menatap wajah Nanon dengan mata bergetar. Dia takut jika Nanon ingin mengingkari ucapannya kemarin.

"Bukankah kita tidak boleh mengingkari ucapan? Perlakuan seperti itu salah kan, Phi?" Krist mengangguk saja. Mulai tak mengerti arah pembicaraan Nanon.

"Lalu kenapa kau melakukannya? Kenapa kau mengingkari ucapanmu?" tanya Nanon dengan mata yang berangsur memerah.

Pria berambut hitam itu sangat menyayangi Krist. Dia tak ingin jika Krist pergi darinya. Namun disisi lain, Nanon merasa hatinya terlalu lemah. Dia tak bisa melihat sorot mata kesakitan milik Aj yang menggambarkan betapa kesepiannya dia. Dan juga, dia tak ingin jika Krist menjadi seorang pembohong dengan mengingkari ucapannya sendiri.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang