55. Broken

1K 103 31
                                    

Setelah mendapat kabar baik dari Dokter Pui, perasaan Nanon terus saja resah. Siapa yang tidak takut jika akan melakukan operasi besar? Nanon hanya takut, operasi itu tak berjalan sesuai harapan. Walaupun nyatanya dia cukup yakin dengan rumah sakit yang merawatnya ini.

"Semuanya akan berjalan dengan lancar. Kau jangan takut."

Sore ini, hanya ada Frank yang menemani Nanon. Karena kedua orang tuanya sedang mengunjungi kerabat seorang pasien kecelakaan yang dengan suka rela mendonorkan paru-parunya untuk Nanon. Sedangkan Pluem baru saja kembali ke rumah untuk beristirahat sejenak.

"Ingin menemaniku ke taman, Phi?" tanya Nanon pada Frank yang sedang memijat kedua kakinya.

"Baiklah," Frank segera bangkit. Meraih sebuah jaket dan memakaikannya untuk sang adik. Barulah setelah itu dia membantu Nanon untuk duduk diatas kursi roda. Lalu mendorongnya keluar dari ruang rawat.

Frank pikir, adiknya saat ini memang membutuhkan udara segar agar pikirannya tenang. Nanon pasti sedang ketakutan. Dan berbagai hal buruk tak bisa terhindar dari benak Nanon.

Tapi sepertinya, Nanon mengurungkan niat untuk menikmati indahnya taman ketika melihat kedua orang tua Aj menangis di depan ruang ICU. Melihatnya dari jarak yang cukup jauh saja, Nanon bisa merasakan kedua manusia yang seusia dengan Tawan dan New itu.

"Phi, bisa kau antar aku kesana sebentar?" mendengar penuturan Nanon, sebenarnya Frank bingung. Karena dia yakin, tak mengenal dua orang yang ada di depan ICU itu. Tapi Frank tetap menuruti adiknya. Mendorong kursi roda yang dinaiki Nanon mendekat ke depan ruang ICU.

"Sawadee-kub. Paman, bibi." sapa Nanon membuat Luke dan Mook seketika menghentikan tangis mereka.

"Ah, kau ponakan Krist kan?" tanya Mook membuat Nanon mengangguk. Dia cukup senang karena dua orang itu masih mengingatnya dengan baik.

"Kalian tak apa? Aku melihat kalian menangis, jadi aku dan kakakku memilih menghampiri kalian." setelah mendengar ucapan Nanon, Luke dan Mook menyatukan kedua telapak tangannya dan membungkuk sedikit pada Frank. Dan tentu kakak Nanon itu membalasnya karena merasa tak nyaman jika orang yang lebih tua justru memberi hormat padanya terlebih dahulu.

"Aj kembali kejang. Dokter bilang tak ada lagi harapan. Dia tak bisa menunggu lagi. Sedangkan donor paru-parunya belom tersedia." ujar Luke menunduk dalam. Dia tak pernah membayangkan akan merasa kehilangan sedalam ini. Anak tunggalnya akan pergi, dan Luke sebagai ayah tak bisa melakukan apapun.

"Padahal seharusnya ini menjadi hari bahagia Aj. Dia berulang tahun sekarang. Dan kami tak tahu, jika hari ulang tahunnya akan menjadi hari kematiannya." Ucapan Mook itu berhasil membuat Frank merinding. Dia tak bisa membayangkan apa yang kedua orang tua itu rasakan. Pasti sangat menyakitkan.

"Apakah...... Dia sangat membutuhkannya?" tanya Nanon pelan.

"Kami akan mencoba ikhlas, Nak. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan untuk kesembuhannya. Sekalipun ada seorang pendonor hari ini, itu pasti bukan untuk Aj. Melainkan daftar nama pasien diatas Aj." Nanon merasa sulit untuk menelan salivanya sendiri setelah mendengar kalimat Luke. Pasien diatas Aj...... Tentu adalah dirinya.

..........

Malam ini penampilan Pluem sudah rapih. Dia berencana untuk kembali ke rumah sakit dan menginap disana. Adik bungsunya pasti sedang merasa gundah karena besok akan melakukan operasi besar. Maka dari itu, dia harus mendapatkan semangat dari orang-orang terdekatnya.

Pluem akan pergi bersama Krist. Namun setelah menunggu hampir setengah jam, kakak sepupunya itu belom juga keluar dari kamar. Maka Pluem memutuskan untuk memasuki kamar kakaknya. Dan menemukan Krist yang sedang duduk di pinggir ranjang sembari memandang sendu dua buah gelang.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang